Sabtu, 03 Mei 2008

Mencermati Eksistensi Peternakan di Indonesia

Dunia peternakan sebagai bagian dari salah satu komponen pembangunan di Indonesia menjadi hal yang sangat diperhitungkan. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Bahkan pemerintah pun menjadikan peternakan sebagai komponen revitalisasi pertanian di Indonesia.
Keinginan pemerintah ini ternyata tidak dapat terealisasi dengan lancar. Karena ternyata terjadi ketimpangan di lapangan. Kondisi ini membuat berbagai pihak yang terkait kewalahan menanganinya.
Harga daging yang melonjak tinggi akhir-akhir ini adalah satu contoh nyata bahwa ternyata revitalisasi peternakan tidaklah semudah yang direncanakan. Harga pakan yang tinggi serta ulah spekulan yang tidak dapat dicegah merupakan salah satu penyebab tingginya harga daging.
Serangan penyakit juga menjadi hal yang dapat menghambat tercapainya program revitalisasi peternakan. Flu burung yang menyerang Indonesia akhir-akhir ini membuat menurunnya pendapatan para peternak unggas. Tidak bisa dipungkiri hal ini adalah buah dari opini publik yang sudah terbentuk.
Eksistensi peternakan Indonesia dapat kita cermati dari 4 aspek, yakni aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya modal dan kebijakan pemerintah.
1. Aspek Sumber Daya Manusia
Akhir-akhir ini budaya beternak di Indonesia semakin menurun dan masyarakat pun cenderung beralih ke sektor industri dan perdagangan. Iklim dunia peternakan di Indonesia yang kurang menjanjikan membuat masyarakat mulai meninggalkan dunia peternakan. Masyarakat desa yang identik dengan dunia ternak dan dunia tani akhir-akhir ini mulai meninggalkan kebiasaan mereka tersebut. Banyak para generasi muda yang memilih berurbanisasi ke perkotaan.
Apabila kondisi ini terus berlangsung maka kita dapat memprediksi eksistensi dunia peternakan beberapa dekade ke depan. Peternakan rakyat di pedesaan akan mulai menghilang karena sudah tidak ada lagi penerus usaha keluarga yang biasanya dalam skala kecil.
2. Aspek Sumber Daya Alam
Sumber daya alam Indonesia sangatlah kaya dan berpotensi untuk kelanggengan peternakan. Namun bencana yang terus melanda Indonesia turut mempengaruhi kondisi peternakan. Apalagi saat ini kita melihat efek dari global warming yang sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Kekurangan air dan pakan menjadi problem utama dari peternakan yang tentu saja tidak dapat dihindari.
Dengan kondisi seperti ini maka peternakan kehilangan perannya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Kegagalan ekosistem (akibat ulah manusia) menjadi hal yang sangat vital dalam keberlangsungan peternakan. Ekosistem yang tidak menunjang membuat peternakan mengalami perubahan siklus yang semestinya. Hal tersebut berpengruh pada manajemen, feeding dan breeding yang biasa berlaku di dunia peternakan. Contohnya, kebuntingan sapi yang sulit lagi diprediksi karena pakan yang tidak tersedia dengan baik. Atau, musim beternak ayam broiler yang tidak tentu karena cuaca buruk di sepanjang tahun.
3. Aspek Sumber Daya Modal
Sudah menjadi hal yang lumrah, ketika iklim usaha peternakan melesu maka secara otomatis para pemilik modal akan melirik sektor usaha yang lain. Sangat sedikit pemodal yang bersedia berinvestasi di dunia peternakan. Ketidakpastian usaha bisa menjadi bumerang bagi pengusaha. Bukannya keuntungan yang akan dicapai malah mungkin kerugian yang melanda pengusaha.
Pada kondisi ini pemerintah hanya bisa menghimbau pemodal untuk berinvestasi di dunia peternakan. Tapi apa mau dikata, pemerintah pun tidak bisa berbuat lebih banyak karena pemerintah sendiri tidak mempunyai cadangan devisa yang tinggi untuk memenuhi sekor peternakan. Hampir semua sumber daya modal diserahkan ke pemodal swasta yang notabene adalah pengusaha asing.
4. Aspek Kebijakan
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama ini tidak selamanya berpihak pada peternak rakyat. Kebijakan impor yang mengalir deras membuat peternakan rakyat tidak mampu bersaing dengan produk luar negeri yang lebih murah. Misalnya, hampir semua daging sapi yang ada dipasaran dalah daging impor. Daging impor bisa lebih murah karena di negeri asalnya diberi subsidi yang dapat menurunkan harga. Sedangkan pemerintah Indonesia tidak dapat melakukan hal itu. Alih-alih subsidi, devisa negara saja terus menipis.
Kalah bersaing adalah faktor yang membuat masyarakat enggan untuk melakukan usaha peternakan. Masyarakat tidak mau rugi karena biaya produksi yang tinggi sedangkan harga jual yang murah. Tidak terdapat margin yang memadai diantara keduanya. Untuk itu masyarakat lebih tertarik memilih sektor lain dibanding sektor peternakan.

Maka dari itu, akankah peternakan di Indonesia tetap eksis di masa yang akan datang. Padahal peternakan adalah sektor penyedia surplus pangan bagi masyarakat. Apabila kebutuhan pangan saja belum bisa teratasi maka negara tersebut terkategori negara miskin. Untuk itu, semuanya kembali pada kita sebagai masyarakat Indonesia.

(Referensi : Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, ML. Jhingan, 2004)

Tidak ada komentar: