Selasa, 27 Mei 2008

Apakah BLT adalah Wujud Keadilan Sosial


Bantuan Langsung Tunai merupakan program bantuan yang digulirkan pemerintah dalam menyertai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sejak 24 Mei 2008. Pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp. 13 triliun untuk 19,1 juta keluarga. [1] Program ini diharapkan dapat menolong masyarakat dalam menghadapi krisis kenaikan harga BBM. Pada prakteknya, BLT ini diberikan kepada masyarakat miskin berupa uang tunai sebesar Rp. 100.000,- perbulan. Kantor pos akan menjadi mediator penyaluran BLT ini dengan penyaluran Rp. 300.000.- untuk 3 bulan/tahap pertama. Penyalurannya pun akan dilakukan berangsur di beberapa kota.

Lalu, apakah program BLT ini berjalan dengan mulus? Ternyata masih ada aparat di daerah yang menolak BLT dengan alasan yang beragam. Menurut Ketua Umum Persatuan Kepala Desa Nusantara, Sudir Santoso BLT dapat merusak pranata sosial yang ada di pedesaan. Pengalaman pahit yang dialami para Kepala Desa saat program BLT 2005 digulirkan didapat dari 62.828 kepala Desa se-Indonesia, 7 % menjadi korban amuk warga. Ada rumahnya yang dibakar, dianiaya, dijotos bahkan ada yang sampai tewas.[2]

Penolakan pun ternyata tidak hanya datang dari para Kepala Desa, Bupati Cirebon Dedi Supardi pun menolak BLT yng dikucurkan oleh pemerintah pusat. Program tersebut diyakini hanya akan menimbulkan konflik di masyarakat. Dia melanjutkan, jika pemerintah masih menggunakan data keluarga miskin yang lama, maka banyak keluarga yang tidak mendapatkan bantuan. Selain dari Bupati Cirebon, penolakan pun datang dari Gubernur Kalimantan Timur.[3]

Apabila dicermati, BLT ini lahir dari konsep Keadilan Sosial versi Kapitalisme. Pada faktanya bantuan ini hanya diberikan kepada orang yang terkategori miskin. Padahal tidak ada definisi yang jelas tentang siapa yang layak disebut ‘orang miskin’. Wajar jikalau akan terjadi ketimpangan dalam penyaluran program BLT ini karena data yang disodorkan pun tidak valid lagi. Program ini terkesan tergesa-gesa apalagi data yang digunakan adalah data tahun 2005 dengan hanya sedikit verifikasi.

Dalam konsep Keadilan Sosial versi Kapitalisme orang miskin itu akan dibantu dengan cara memberikan uang atau bantuan lain dengan cuma-cuma. Kelihatannya bagus, padahal itu hanya sebuah upaya para kapitalis untuk menyumbat mulut orang miskin supaya tidak bersuara ketika harga BBM dinaikan. Ironi, orang miskin dikasih uang secara cuma-cuma tetapi subsidi BBM dicabut padahal BBM adalah milik umum. Pemerintah bertanggung jawab memenuhi semua kebutuhan BBM untuk rakyat tanpa pandang bulu (si kaya dan si miskin) karena BBM adalah milik umum. Kepemilikan BBM tidak terletak pada si kaya atau si miskin tapi itu adalah milik umum yang harus terpenuhi haknya secara merata tidak memandang apakah dia kaya atau miskin. Rasululloh bersabda : “Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api.” Maksud ‘api’ dalam hal ini termasuk BBM sebagai sumber api.[4]

Apabila ada orang yang berpendapat bahwa subsidi BBM itu hanya untuk orang miskin , itu merupakan pemikiran yang keliru. Subsidi yang diberikan itu pada benda bukan pada orang seperti yang dikatakan Juru Bicara Kepresidenan, Andi Malarangeng di media masa. Seharusnya subsidi itu pada BBM-nya bukan pada orang miskinnya. Karena pada dasarnya subsidi pada BBM-nya juga merupakan subsidi untuk penggunanya (kaya dan miskin).

Dengan subsidi BBM-nya diharapkan kestabilan harga akan terjaga karena harga bahan bakar sebagai faktor produksi masih stabil. Dengan kondisi sekarang ini, justru yang terjadi adalah keanehan. Pemerintah menghamburkan Rp. 13 triliun hanya untuk menyuap orang miskin sedangkan harga komoditas semakin naik. Meskipun dikasih uang untuk meningkatkan daya beli masyarakat tapi jumlahnya pun tidak sesuai dengan harga komoditas yang harus dibeli masyarakat. Kekhawatiran terjadinya inflasi tidak dapat dipungkiri karena bagaimanapun dengan BLT tidak dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

Sungguh hal ini menunjukan dengan jelas bahwa konsep Keadilan Sosial versi Kapitalisme adalah kezaliman. Sebab negara mempunyai tanggung jawab memberi pemenuhan seluruh kebutuhan primer umat tiap individu akan barang dan jasa yang dibutuhkannya seperti kesehatan, pendidikan, bantuan hukum dan pemeliharan keamanan. Terhadap perkara-perkara ini, baik si kaya atau si miskin, kuat atau lemah sama-sama membutuhkannya. [5] Dalam kasus BLT ini, seharusnya bantuan diberikan kepada seluruh rakyat (si miskin dan si kaya) jika negara mampu. Tapi, kenyataannya negara ini sedang bangkrut jadi pemerintah harus cerdas untuk menggunakan anggaran yang ada dengan cermat dan tepat.

Konsep Keadilan Sosial versi Kapitalisme ini hanya menjadi obat bius bagi manusia supaya manusia tidak menyadari akan kebrobrokan sisem kapitalisme. Maka dengan tindakan demikian secara otomatis hal ini akan memperpanjang umur dan penerapan sistem kapitalis. Oleh karena itu kita tidak boleh untuk mempropagandakan dan berupaya menerapkannya.[6]


[1] BLT Akan Diperpanjang Hingga Tahun Depan Koran Tempo, (17/05/08)
[2]
Daerah Tolak Dana Bantuan Tunai. Koran Tempo (19/05/08) : A9
[3]
Ibid.
[4]
HR. Abu Dawud dan Ahmad dalam Al-Maliki, Abdurahman. 2001. Politik Ekonomi Islam. Penerbit Al-Izzah. Bangil. h. 34
[5]
Al-Maliki, Abdurahman. 2001. Politik Ekonomi Islam. Diterjemahkan oleh Ibnu Sholah.Penerbit Al-Izzah. Bangil. h. 34
[6]
Ibid.

Tidak ada komentar: