Selasa, 16 Desember 2008

Asumsi yang Keliru tentang Subsidi BBM

Setelah didesak oleh berbagai kalangan, akhirnya Pemerintah menurunkan kembali harga premium dari Rp. 5.500 menjadi Rp. 5000 dan solar dari Rp. 5.500 menjadi Rp. 4.800. Penurunan tersebut mengikuti turunnya harga minyak dunia yang mencapai level terendah setelah mengalami kenaikan hingga $ 135 per barel beberapa waktu lalu. Kebijakan ini disambut baik oleh masyarakat pengguna premium walaupun terbilang telat bila dibandingkan dengan Malaysia yang telah menurunkan harga BBM hingga 7 kali sejak harga minyak dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah penggunaan minyak sebagai sumber energi oleh manusia.

Namun, penurunan harga premium dan solar ini tidak diikuti langsung oleh penurunan minyak tanah. Pemerintah beralasan bahwa premium digunakan oleh orang-orang ‘kaya’ sedangkan minyak tanah digunakan oleh orang-orang ‘miskin’. Asumsi yang keliru ini membuat harga premium dan solar di pasaran tidak jauh berbeda yakni Rp. 200 per liter. Pemerintah berasumsi bahwa subsidi BBM harus tepat sasaran sehingga mengkonsentrasikan subsidi hanya pada minyak tanah dan solar.

Harga premium sekarang ini merupakan harga tanpa subsidi sehingga apabila suatu saat harga minyak dunia kembali turun maka seharusnya harga premium pun kembali turun bahkan lebih murah dari harga solar. Asumsi ini lahir karena ada anggapan bahwa kenaikan harga BBM Mei lalu mengikuti harga minyak dunia. Kalau begitu, kenapa penurunan harga premium tidak diikuti oleh menurunnya harga BBM yang lain?

Pemerintah punya alasan sendiri untuk menjawab pertanyaan ini. Pertama, APBN yang telah dirancang digunakan untuk 1 tahun hingga tutup buku 31 Desember mendatang sehingga pemerintah mengalami kesulitan untuk merubah anggaran subsidi BBM yang sangat tinggi. Kedua, kurs rupiah terhadap dollar Amerika yang masih tinggi yakni diatas Rp. 10.000 sehingga kondisi ini dapat mempengaruhi anggaran ‘untuk membayar utang luar negeri’ Indonesia yang sangat tinggi sedangkan Pemerintah tidak memiliki cadangan devisa yang mencukupi. Ketiga, kondisi ini dijadikan alasan kuat Pemerintah untuk menjalankan program konversi minyak tanah ke gas walaupun masih banyak kendala seperti langkanya gas di pasaran hingga harganya melambung tinggi. Sepertinya, akan banyak alasan lain sembari menunggu turunnya harga solar dan minyak tanah.

Begitulah bila Pemerintah salah dalam mengasumsikan subsidi BBM untuk masyarakat. Anggapan bahwa subsidi diberikan kepada ‘orang’-nya menjadi bumerang untuk Pemerintah. Rakyat pun akan menuntut janji pemerintah untuk seantiasa mengutamakan rakyat miskin. Seharusnya subsidi diberikan kepada ‘barang’-nya walaupun terkesan Pemerintah ‘memukul rata’ dan tidak berpihak kepada ‘wong cilik’. Namun, asumsi ini ada banyak keuntungan bila dijalankan, seperti: Pertama, Kejadian sedikitnya perbedaan harga solar dan premium tidak akan terjadi karena subsidi adalah milik rakyat tanpa memandang si kaya dan si miskin. Kedua, penyimpangan distribusi akan bisa diminimalisir sehingga tidak akan ada penyelundupan minyak tanah dari daerah (dengan harga murah) ke Jakarta (dengan harga tinggi). Ketiga, daya beli masyarakat akan lebih baik karena rendahnya harga komoditas di pasaran. Walau bagaimana pun, masih banyak kendaraan pengangkut barang yang menggunakan premium dan solar sehingga berpengaruh pada ongkos kirim dan harga komoditas bersangkutan. Keempat, Anggaran negara dapat sedikit berhemat karena tidak harus membagikan tabung dan kompor gas kepada masyarakat yang sudah jelas banyak penyimpangan.

Memang, bila asumsi subsidi ‘barang’ ini dilakukan tidak akan jelas terlihat oleh masyarakat kinerja dari Pemerintah tetapi akan dirasakan langsung karena tidak terjadi lonjakan harga yang ‘menggila’ seperti saat ini. Daya beli masyarakat akan lebih stabil dan pertumbuhan ekonomi sektor riil akan jelas terlihat tidak seperti saat ini yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari sektor non-riil.

Pemerintah jangan hanya berniat merebut hati rakyat dalam rangka Pemilu 2009 tetapi harus benar-benar menjalankan kebijakan sesuai dengan perhitungan yang ada. Hal ini terlihat dengan pengumuman yang terkesan terburu-buru sehingga walaupun harga premium turun ternyata masih banyak SPBU yang tidak siap karena mereka masih menjual stock lama dengan harga lama. Saya yakin, sebenarnya pemerintah pun mengerti asumsi ini tetapi sepertinya ada banyak kepentingan yang bermain di negeri ini dan mereka lebih memilih kepentingan ‘lain’ itu daripada kepentingan rakyat banyak.

Penurunan harga premium ini disambut gembira oleh para pengguna kendaraan pribadi namun tidak disambut baik oleh para pengguna kendaraan umum karena harga solar masih tinggi. Ongkos perjalanan masih terbilang tinggi dan kecil kemungkinan akan langsung turun karena harga suku cadang masih tinggi. Apalagi ditambah oleh terbakarnya kilang minyak di Dumai (16/12) dan ini dijadikan alasan kelangkaan premium dan solar menjelang didistribusikannya harga baru. Kalau begitu, meskipun Pemerintah sudah menurunkan harga premium dan solar tetapi tidak akan serentak turun karena masih terjadi kelangkaan seperti awal Desember lalu.

muhammadyusufansori.blogspot.com

Muhammad Yusuf Ansori

Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, tinggal di Kp. Citamiang Ds. Sukamerang Kersamanah-Garut


Senin, 01 Desember 2008

Akhir dari Korporatokrasi

Ketika krisis ekonomi global sedang melanda dunia ini maka sebenarnya adalah penantian ajal dari korporatokrasi. Bursa-bursa saham di beberapa negara mengalami keguncangan karena adanya krisis yang melanda Amerika sebagai negara adidaya. Kondisi ini juga ternyata dirasakan oleh para pengusaha  di Indonesia dengan ditandai anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 10, 38 % (8/10/2008). Wajar saja kalau orang Indonesia kecipratan imbasnya karena pada dasarnya pengusaha yang ada di Indonesia adalah kepanjangan tangan para pengusaha asing.

Ya, setiap jengkal dari tanah di dunia ini telah dikuasai oleh para korporat yang selalu menancapkan kukunya yang tajam (John Perkins, Pengakuan Bandit Ekonomi, 2007).  Entah disadari ataukah tidak, tidak ada kedaulatan rakyat di dunia ini tapi yang ada hanyalah kedaulatan para pengusaha yang menjadi penguasa. Mereka seperti gurita yang merangkul dunia ini dengan tentakel-tentakelnya yang banyak dan panjang. Keserakahan mereka membuat dunia ini rusak dan tidak teratur.

Kalaulah mereka masih mempunyai sedikit iman maka sekaranglah saatnya mereka bertobat karena begitu banyak dosa mereka di dunia ini. Asap-asap pabrik milik mereka yang mengotori angkasa menyebabkan pemanasan global sehingga banyak para petani yang tidak bercocok tanam karena sawahnya kering. Sudah terlalu banyak kaum papa yang semakin miskin karena sulit menghidupi dirinya sendiri. Setiap jengkal tanah milik mereka dicuri oleh para korporat yang gila kekuasaan.

Dalam benak para korporat hanyalah uang dan kekuasaan sehingga mereka pun rela mengeluarkan uang milyaran dollar hanya untuk membiayai kampanye para agennya yang ditanam di parlemen. Melalui para agennya ini setiap Undang-undang yang dibuat disesuaikan dengan pesanan para korporat. Maka wajar jika setiap kebijakan Pemerintah jarang yang berpihak pada rakyat kecil. Republik ini dibentuk bukan untuk melayani ‘publik’ tetapi dibuat untuk melayani ‘pabrik’. Saya sering bertanya, siapa sesungguhnya yang berkuasa?

Kehidupan di dunia ini seperti roda yang berputar. Ada saatnya ketika para pengusaha super kaya itu berkuasa dan bisa mengendalikan dunia namun ada saatnya ketika mereka harus mengemis kepada rakyatnya hanya untuk mempertahankan eksistensi mereka. Hal ini terjadi ketika Pemerintah Amerika mengocorkan dana untuk menolong para pengusaha yang sebentar lagi mengakhiri riwayatnya (BBC World Service). Tentu saja bantuan itu adalah uang rakyat Amerika yang dikumpulkan melalui pajak, bea, cukai dan berbagai mekanisme pengumpulan uang. Namun aneh, mengapa harus rakyat Amerika yang meanggung kebangkrutan mereka?

Saya yakin ini semua _cepat atau lambat_ adalah akhir dari kisah koporatokrasi. Kebangkrutan yang terjadi adalah buah tangan mereka sendiri yang tidak mempunyai hati nurani ketika mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam negeri ini. Mereka adalah manusia _bukan Tuhan_ yang tidak bisa memprediksi masa depan hanya dengan melihat angka-angka pertumbuhan ekonomi di layar komputer. Seringkali perkiraan mereka meleset dan akhirnya mereka terperosok kedalam jurang kehancuran. Lihatlah, berbagai krisis di belahan dunia akibat ulah mereka!

 (pernah dimuat di Media Indonesia, 11 Nopember 2008)

Kemaksiatan Ideologis


Kemaksiatan Ideologis
Ideologi adalah aqidah aqliyah yang memancarkan peraturan-peraturan kehidupan (An-Nabhani, 2007). Setiap ideologi pasti dianut oleh individu di bumi ini dengan senantiasa mengakar dalam berbagai aspek kehidupannya, dari cara dia makan hingga cara mengatur negara. Aqidah sekulerisme sebagai landasan hidup ideologi Kapitalisme menjadikan orang senantiasa berbuat untuk mencari nilai manfaat tanpa mempedulikan aturan agamanya. Setiap orang beranggapan bahwa kehidupan ini hanya untuk mencari materi sehingga dia memisahkan aturan duniawi dengan aturan agamanya. Penyebaran ideologi ini melalui berbagai cara menjadikan hampir setiap manusia di muka bumi menganut ideologi ini.
Hingga saat ini ideologi kapitalisme telah menjelma menjadi sebuah masyarakat dengan ciri yang khas karena begitu banyak orang yang menganutnya. Ideologi ini seperti gurita yang menjulurkan tentakelnya ke setiap penjuru dunia dengan berbagai cara melalui media massa, pendidikan, intimidasi ekonomi dan gerakan politik. Ide sekulerisme sebagai pijakannya membuat orang memiliki karakter yang rendahnya melebihi binatang (QS Al-Furqon ayat 44).
Budaya pop ideologi Kapitalisme adalah segala pemikiran, ide, konsep ataupun cara hidup manusia yang lahir dari ideologi tersebut secara alami. Kerusakan budaya ini membuat orang memiliki cara berpikir yang rusak serta tidak terarah sehingga kehidupannya penuh dengan keresahan dan ketidakpastian. Kekosongan spiritual seseorang menjadikannya tidak memiliki tumpuan hidup karena sudah mengabaikan aspek ruhiyah padahal itu adalah suatu keniscayaan sebagai fitrah yang dimiliki manusia.

Konsumerisme
Karakter yang jelas terlihat dari masyarakat kapitalis adalah konsumtif. Konsumerisme menjadi senjata ampuh bagi roda pergerakan ekonomi Kapitalisme. Setiap individu ‘dipaksa’ untuk bersikap konsumtif walaupun harus menggunakan uang pinjaman dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat tidak membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga mereka cenderung mengikuti hawa nafsu dibandingkan logika. Akibatnya, banyak penduduk yang terlilit utang kepada lembaga keuangan seperti yang saat ini terjadi di Amerika (Kapitalisme di Ujung Tanduk, Adnan Khan, 2008).
Budaya konsumerisme ini bukan hanya terbatas dalam memenuhi kebutuhan primer seperti sandang, papan dan pangan tetapi sudah merambah kedalam gaya hidup yang tidak terarah. Pernahkan kita bertanya, kenapa begitu banyak orang yang suka mengkonsumsi minuman beralkohol padahal itu barang haram dan membahayakan? Gaya hidup seperti ini terkesan hanya menghamburkan uang dalam rangka memenuhi keinginan yang tidak terukur.

Hedonisme
Bagi masyarakat kapitalisme, memenuhi keinginan hawa nafsu adalah bagian dari kebutuhan yang harus dipenuhi tanpa memandang norma-norma agama. Budaya hedonistik menjadi sesuatu yang biasa dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadi. Hedonisme tidak hanya berlaku untuk mengobati stress belaka tetapi sudah merambah pada kemaksiatan lain sebagai turunannya.
Sex bebas dan hura-hura saat ini sudah menjadi budaya anak-anak muda dengan alasan hak azasi tanpa harus diganggu. Pada awalnya konsep hak azasi manusia untuk melindungi orang dari segala bentuk penindasan, tetapi berkembang menjadi cara berpikir ‘semau gue’. Konsep hak azasi manusia ini sepertinya sudah kebablasan hingga menyentuh masalah ‘pribadi’ yang seakan tidak boleh diganggu padahal dalam Islam ada aturan untuk mengendalikan kondisi pribadi manusia.


Individualisme
Jangan aneh jikalau banyak diantara kita yang bersikap individualistik sehingga tidak saling mengenal dan tidak peduli nasib sesama Muslim. Individualisme sudah menjadi budaya masyarakat kapitalisme karena mereka menganggap masyarakat ini terdiri dari individu-individu yang terpisah. Padahal masyarakat merupakan satu kesatuan yang integral dimana setiap individu saling berinteraksi dan saling peduli. Dalam Islam, masyarakat seperti satu tubuh yang apabila salah satu diantara mereka merasakan sakit maka bagian tubuh yang lain pun merasakan hal yang sama.
Kemiskinan di setiap sudut kota adalah buah dari ketamakan dan keserakahan para kapitalis yang menghisap darah rakyat jelata. Mereka seakan tidak peduli akan kondisi di sekitarnya. Gedung-gedung pencakar langit diantara perumahan kumuh menjadi simbol kerserakahan mereka. Semua itu terjadi karena sistem ekonomi kapitalisme yang semakin memperdalam jurang antara si kaya dan si miskin akibat dari pola distribusi kekayaan yang tidak merata.

Pragmatisme
Saat ini pragmatisme politik sudah menjadi tren diantara para politikus dalam meraih kekuasaan. Mereka tak segan-segan untuk sogok sana sogok sini demi secuil kekuasaan sesaat. Sikap ini berpengaruh luas pada sebagian besar masyarakat dalam menyikapi kehidupan. Jangan aneh jika ada ulama yang berdakwah demi mencari uang; mahasiswa rajin belajar demi mencari gelar akademis; atau muda-mudi berpacaran untuk memuaskan nafsunya belaka. Orang menganggap semua hal yang dilakukan hanya untuk mengambil manfaatnya padahal Islam mengajarkan pada kita bahwa hidup ini untuk ibadah kepada Alloh. Bekerja, bermasyarakat, bernegara bahkan berkeluarga adalah wujud ibadah kepada Alloh SWT tidak sekedar mencari kebahagiaan sesaat. Bagi seorang muslim parameter kebahagiaan ini adalah ridlo Alloh SWT.

Prularisme
Ada banyak orang menganggap bahwa agama apa pun sama selama dia mengajarkan kebaikan adalah benar. Pluralisme agama menjadi tren masa kini sehingga orang merasa tidak percaya diri dengan ke-Islamannya. Jangankan bersedia untuk menjalankan semua syariatnya, justru mereka menolak diterapkannya syariat Islam dengan alasan toleransi beragama. Menurut anggapan mereka syariat Islam melanggar Hak Azasi Manusia karena tidak menghargai manusia sebagaimana mestinya.
Bagi mereka, agamanya hanyalah pemuas dahaga spiritual manusia. Seharusnya agama dijadikan landasan dalam berpikir dan bertindak sehingga kehidupan manusia akan senantiasa lebih terarah. Islam mengajarkan kepada kita untuk menjadikan setiap konsep pemikirannya pemandu kehidupan sehingga terbentuk masyarakat yang syar’i.

Demokrasi
Begitupun demokrasi menjadi hal yang dijunjung tinggi dibandingkan keimanan kepada Alloh SWT dengan menjalankan semua perintahnya dalam berbagai aspek. Manusia sudah berani untuk membuat aturan diatas aturan Alloh SWT. Secara sadar atau tidak sadar, inilah kemaksiatan terbesar dibandingkan kemaksiatan lainnya. Kemaksiatan sistematis ini membuat semua bentuk kehidupan manusia menjadi jauh dari Islam.
Banyak orang beranggapan bahwa kemaksiatan yang terjadi adalah buah dari kemerosotan akhlaq. Padahal kemerosotan akhlaq hanyalah turunan dari demokrasi sebagai kemaksiatan terbesar dimana manusia sudah mengabaikan ajaran Alloh SWT dalam menata kehidupan ini.

Mari Tinggalkan Semua Itu…….
Sudah saatnya kita meninggalkan semua serangan pemikiran sesat itu dengan menjadikan pemikiran Islam sebagai ‘lawan tandingnya’. Insya Alloh, hanya dengan pemikiran Islam semua itu dapat diakhiri. Pemikiran Islami lahir dari ideologi Islam dengan akidah Islam sebagai landasan. Akidah Islam tidak pernah membedakan antara apsek spiritual dan aspek meterial. Masyarakat Islam berdiri diatas aturan Islam yang mengatur cara ibadah ritual hingga mengatur negara. Kekosongan spiritual yang dialami masyarakat Kapitalis tidak terjadi karena secara alami masyarakat Islami akan terbentuk.

Sabtu, 25 Oktober 2008

Melawan Budaya Pop Kapitalisme




Hingga saat ini kapitalisme menjelma menjadi sebuah masyarakat dengan ciri yang khas. Ideologi ini seperti gurita yang menjulurkan tentakelnya ke setiap penjuru dunia dengan berbagai cara melalui media masa, pendidikan, intimidasi ekonomi dan gerakan politik. Ide sekulerisme sebagai pijakannya membuat orang memiliki karakter yang rendahnya melebihi bintang (QS. Al-Furqon ayat 44).
Karakter yang jelas terlihat dari masyarakat kapitalis adalah konsumtif. Konsumerisme menjadi senjata ampuh bagi roda pergerakan ekonomi Kapitalisme. Settiap invidu ‘dipaksa’ untuk bersikap konsumtif walaupun harus menggunakan uang pinjaman dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat tidak membedakan antara kebutuhan dengan keinginan sehingga mereka cenderung mengikuti hawa nafsu dibandingakn logika. Akibatnya, banyak penduduk yang terlilit utang kepada lambaga keuangan seperti yang saat ini terjadi di Amerika (Kapitalisme di Ujung Tanduk, Adnan Khan, 2008).
Bagi masyarakat kapitalisme, memenuhi keinginan hawa nafsu adalah bagian dari kebutuhan yang harus dipenuhi tanpa memandang norma-norma agama. Budaya hedonistik menjadi sesuatu yang biasa dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadi. Sex bebas dan hura-hura saat ini menjadi budaya anak muda dengan alasan hak azasi tanpa harus diganggu.
Jangan aneh jikalau banyak diantara kita yang bersikap individualistik sehingga tidak saling mengenal dan tidak peduli nasib sesama muslim. Individualisme sudah menjadi budaya masyarakat kapitalisme karena mereka menganggap masyarakat ini terdiri dari individu-individu yang terpisah. Padahal masyarakat merupakan satu kesatuan yang integral dimana setiap individu saling berinteraksi dan saling peduli. Dalam Islam, masyarakat seperti satu tubuh yang apabila salah satu diantara mereka merasakan sakit maka bagian tubuh yang lain pun merasakan hal yang sama.
Kemiskinan di sudut kota adalah buah dari ketamakan dan keserakahan para kapitalis yang menghisap darah rakyat jelata. Gedung-gedung pencakar langit diantara perumahan kumuh menjadi simbol keserakahan mereka. Semua itu terjadi karena sistem ekonomi kapitalisme yang semakin memperdalam jurang antara si kaya dengan si miskin akibat pola distribusi kekayaan yang tidak merata.
Saat ini pragmatisme politik sudah menjadi tren diantara para politikus dalam meraih kekuasaan. Mereka tidak segan-segan untuk sogok sana sogok sini demi secuil kekuasaan seaat. Sikap ini berpengaruh luas pada sebagian besar masyarakat dalam menyikapi kehidupan. Orang menganggap semua hal yang dilakukan hanya untuk mnengambil manfaatnya saja padahal Islam mengajarkan paada kita bahwa hidup ini untuk ibadah kepada Alloh. Bekerja, bermasyarakat, bernegara bahkan berkeluarga adalah wujud ibadah kepada Alloh SWT tidak sekedar mencari kebahagiaan sesaat. Bagi seorang muslim parameter kabahagiaan ini adalah ridlo Alloh SWT.
Ada banyak orang menganggap bahwa apapun sama selama dia mengajarkan kebaikan. Pluralisme agama menjadi tren mas kini sehingga merasa tidak percaya diri dengan ke-Islamannya. Jangankan bersedia untuk menjalankan semua syariatnya, justru mereka menolak diterapkannya syariat Islam dengan alasan toleransi beragama. Menurut anggapan mereka syariat Islam melanggar Hak Azasi Manusia karena tidak menghargai manusia sebagaimana mestinya. Begitupun demokrasi menjadi hal yang dijunjung tinggi dibandingkan keimanan kepada Alloh SWT dengan menjalankan semua perintahnya dalam berbagai aspek.
Sudah saatnya kita meninggalkan semua serangan pemikiran sesat itu dengan menjadikan pemikiran Islam sebagai ‘lawan tandingnya’. Insya Alloh, hanya dengan pemikiran Islam semua itu dapat diakhiri.

Jumat, 17 Oktober 2008

Dakwah Yuk!


Menggerakan Umat Membangun Masa Depan


Kenapa Umat Islam Terpuruk?
Sebagaimana kita tahu, umat Islam saat ini berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Kondisi sosial, ekonomi dan politik sebagian besar negeri kaum Muslimin berada dalam kondisi paling mengerikan sepanjang sejarahnya. Tidak terkecuali kondisi negeri ini yang dipenuhi berjuta-juta kaum Muslimin terus-menerus mendapat cobaan (azab) dari Alloh SWT dengan krisis multidimensi yang tak kunjung terselesaikan.
Ada banyak faktor yang menjadi penyebab semua kemunduran umat Islam saat ini. Namun, kita dapat menyimpulkan bahwa ternyata faktor terbesar kemunduran ini ada dalam tubuh kaum Muslimin sendiri.
 Kemunduran kaum Muslimin tampak ketika mereka meninggalkan dan meremehkan ajaran agamanya sendiri;
 Membiarkan peradaban asing masuk menyerbu mereka tanpa dapat memilah mana yang sesuai dengan syara’ dan yang bertentangan dengan agama;
 Membiarkan faham-faham Barat bercokol dalam benak mereka sehingga mereka kesulitan untuk membedakan antara faham yang berasal dari pemahaman Islami dengan faham yang timbul dari faham Barat seperti sekulerisme, demokrasi bahkan sosialisme.
Kemunduran kaum Muslimin tampak ketika mereka tidak lagi mengemban dakwah Islam di tengah-tengah umat manusia sehingga mereka tidak lagi memiliki pemikiran yang Islami. Pemikiran Islami ini dapat membendung umat dari segala macam perkembangan zaman yang sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Dengan begitu, umat akan pandai memilih segala macam faham yang merasuki pikiran umat Islam.
Dengan adanya dakwah Islam pemikiran Islami pun akan senantiasa terjaga dan menjadi ciri khas dari masyarakat Islam yang berbeda dengan masyarakat Sekuler-kapitalisme atau sosialis-komunisme. Pemikiran Islami merupakan segala macam ide dan pemikiran yang berasal dari aqidah Islam. Pemikiran Islami ini akan memimpin umat dalam menjalankan tugas manusia sebagai hamba Alloh di muka bumi sehingga manusia tidak keluar dari apa yang telah digariskan oleh Alloh dalam al-Quran dan as-sunah. Pemikiran Islami ini juga akan memimpin umat untuk membentuk sebuah peradaban berdasarkan syariat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah.

Dakwah, Suatu Kewajiban
Untuk itu, ditengah-tengah umat ini harus ada dakwah Islam yang mengemban qiyadah fikriyah Islamiyah (kepemimpinan berfikir dalam islam). Dakwah yang disampaikan oleh para da’i pun sepatutnya berisi ajakan untuk kembali kepada qiyadah fikriyah Islamiyyah. Dakwah yang dilakukan tidak sekedar menyampaikan indahnya Islam dalam aspek ritual belaka tetapi harus ada perubahan ‘isi’ dakwah tersebut menjadi dakwah dalam rangka melanjutkan kehidupan Islam.
Bisa jadi kenapa dakwah Islam saat ini sulit untuk membangkitkan umat dikarenakan umat sudah digiring untuk jauh dari qiyadah fikriyah Islamiyah secara tidak sengaja. Apabila para da’i menyampaikan Islam hanya aspek ritual saja maka secara tidak langsung mengajak umat untuk berpikiran sekuler. Sebagian besar umat Islam memandang bahwa agama Islam ini hanya agama ritual yang mengatur urusan antara hamba dengan Tuhannya (sekulerisme). Umat sudah membedakan antara kehidupan duniawi dengan kehidupan ukhrowi sehingga mereka beranggapan bahwa agama tidak boleh hadir dalam kancah kehidupan sehari-hari. Mereka beranggapan bahwa Islam hanya boleh ada di Mesjid dan majlis ta’lim padahal Islam juga mengatur urusan ekonomi, sosial bahkan politik.
Dakwah Islam saat ini hendaknya disampaikan dengan metode yang sama dengan apa yang telah dilakukan oleh Rosululloh. Secara garis besar dakwah Rosululloh terbagi kedalam tiga tahapan dakwah yakni 1) pembinaan; 2) berinteraksi dengan umat dan 3) meraih kekuasaan. Kekuasaan Islam nanti pun akan selalu mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan politik luar negerinya yakni dakwah dan jihad.
Pembinaan umat dapat dilakukan melalui berbagai majelis-majelis ilmu yang berisi seruan untuk kembali melanjutkan kehidupan Islam. Pada prakteknya, pola pembinaan dapat berupa mentoring, kajian ilmiah atau seminar ilmiah dengan menyampaikan ide bahwa Islam adalah solusi dari berbagai permasalahan umat. Majelis-mejelis ilmu yang ada harus memiliki pola dalam rangka membina umat tidak sekedar tablig tanpa menyentuh pemikiran umat. Pembinaan umat ini diharapkan akan melahirkan kader-kader dakwah yang akan senantiasa berinteraksi dengan umat.
Interaksi kader dakwah dengan umat harus interaksi ilmiah bukan sekedar interaksi fisiknya saja. Kader dakwah senantiasa ‘membenturkan’ pemikiran umat yang sekuler dengan pemikiran Islami yang akan mengubah sikap umat terhadap Islam. Apabila telah terjadi interaksi pemikiran, maka diharapkan terbentuk opini Islam di tengah-tengah umat. Seiring berjalannya waktu opini Islam yang sudah kuat ini akan menghantarkan umat untuk meraih kekuasaan. Insya Alloh, jika opini Islam ini sudah menguasai seluruh elemen umat maka penguasa pun akan menyerahkan kekuasaannya kepada umat untuk dipimpin dengan syariat Islam.

Dakwahkah Islam dengan Terus Terang
Ada suatu fenomena yang sudah menjadi ‘penyakit’ para pengemban dakwah yakni perasaan takut idenya tidak terima oleh masyarakat. Sering diantara kita memilah-milah materi dakwah dengan membedakan opini ‘ringan’ dan opini ‘berat’. Mungkin masyarakat menganggap aneh jika ada da’i yang berbicara politik di mimbar masjid sehingga da’i tersebut tidak menyampaikan isu politik dalam setiap majelisnya. Bisa jadi perasaan takut tidak diterima tersebut datang dari syetan yang mengganggu hati dan perasaan kita.
Demikianlah seharusnya dakwah Islam dilakukan dengan sikap dan tindakan yang terus terang, menentang segala adat istiadat, kebiasaan, ide-ide sesat dan persepsi yang salah bahkan menentang opini umat yang keliru, sekalipun untuk ini dia harus bermusuhan. Begitu pula dia akan menentang kepercayaan-kepercayaan dan agama yang ada, sekalipun harus berhadapan dengan kefanatikan para pemeluknya atau harus menghadapi kebencian orang yang dungu dengan kesesatannya.
Ketika kita menyampaikan Islam kepada non-Muslim harus kita sampaikan bahwa hanya Islam-lah yang benar. Kita harus menyampaikan bahwa hanya Islam yang menjadi solusi atas setiap krisis yang ada. Jangan pernah ada ide dalam benak kita untuk melakukan ‘dialog antar agama’ yang menyatakan bahwa solusi negeri ini akan terselesaikan dengan adanya kerukunan antar umat beragama dan mengembalikan semua masalah kepada agama tanpa memandang apapun agamanya. Dengan begitu mereka menganggap bahwa agama Kristen _atau yang lain_ pun dapat menjadi solusi atas krisis yang terjadi. Jika kita memperhatikan, opini ini justru akan mengalihkan umat dari syariat Islam karena umat Islam pun beranggapan bahwa seluruh agama adalah benar dan dapat menjadi solusi atas berbagai masalah.

Keberhasilan Dakwah
Berhasil atau tidaknya dakwah tidak ditentukan oleh banyak atau tidaknya pengikut dari seorang da’i atau kelompok dakwah tetapi ditentukan oleh seberapa besar kekuatan pemikiran umat untuk menjadikan Islam sebagai solusi. Sudah banyak contoh di tengah kita ketika para da’i banyak ditinggalkan oleh para pengikutnya karena dia tidak dapat mengikat pengikutnya dengan pemikiran yang Islami. Rahasia keberhasilan dakwah Islam adalah keberadaannya yang dinamis dan mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan manusia secara utuh, sehingga terjadi perombakan yang menyeluruh terhadap diri manusia.
Keberhasilan dakwah pun tidak diukur dengan banyaknya sarana fisik yang sudah dibangun oleh seorang da’i atau kelompok dakwah. Sudah banyak contoh dimana banyak ormas Islam yang mendirikan berbagai sarana fisik (seperti sekolah, rumah sakit, islamic centre dll.) tetapi tidak dapat membawa umat ke arah yang lebih baik. Apabila kita memiliki cara berfikir demikian maka Insya Alloh kita pun akan mengkonsentrasikan dakwah Islam pada perbaikan pemikiran umat bukan disibukkan dengan membangun berbagai sarana fisik yang menghabiskan banyak biaya.
Sering kita berpikir jika dakwah itu sudah berhasil apabila sudah dapat merubah individu menjadi manusia yang lebih beradab. Padahal, dakwah Islam adalah dakwah merubah masyarakat bukan sekedar merubah individu. Bisa jadi kita sulit untuk mengajak saudara kita menuju Islam namun bukan berarti kita berhenti dakwah dan stagnan sampai disana. Rosululloh tidak dapat merubah paman beliau hingga memeluk Islam tetapi ternyata beliau dapat merubah masyarakat Quraisy menjadi masyarakat Islam. Apalagi Islam memandang bahwa masyarakat tidak sekedar kumpulan individu yang terpisah tetapi masyarakat adalah kesatuan yang integral dengan pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama.

Syurga Menantimu!
Didepan kita begitu banyak tantangan yang menghadang jalan dakwah Islam mulai dari godaan pada diri kita hingga makar orang kafir yang senantiasa merongrong. Namun, para pengemban dakwah akan senantiasa menanamkan pada dirinya cita-cita untuk mengarah pada jalan kesempurnaan, selalu mengkaji dan mencari kebenaran, serta senantiasa meneliti kembali secara berulang-ulang setiap sesuatu yang sudah mereka ketahui agar dapat dibersihkan dari segala pemikiran asing yang mungkin mempengaruhinya. Disamping itu selalu menjauhkan pemikirannya dari segala sesuatu yang apabila didekati akan menyebabkan pemikirannya terjerumus. Semua itu bertujuan agar ide-ide yang mereka kembangkan tetap murni dan terpelihara. Kemurnian ide adalah satu-satunya jaminan untuk keberhasilan yang terus-menerus.
Sementara itu, para pengemban dakwah menunaikan kewajibannya sebagai hamba Alloh dengan mengharapkan ridlo Alloh. Syurga pun akan senantiasa merindukan para pejuang agama Alloh yang berjuang tanpa pamrih.
‘Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya.’ (QS. al-Baqoroh: 25)

Senin, 22 September 2008

Kemaksiatan, Produk dari Pola Pikir Kita




Pernahkah kita memperhatikan kondisi sekeliling kita yang penuh dengan kemaksiatan dimana-mana. Kemaksiatan itu ternyata begitu kompleks. Pelacuran, pembunuhan hingga korupsi di tingkat elit politik sudah menjadi pemandangan sehari-hari di negeri ini. Tetapi, kita jangan dipusingkan dengan bagaimana cara menyelesaikan semua masalah tersebut karena ternyata semua itu beranjak dari cara pandang kita terhadap kehidupan ini, alam semesta ini dan realitas sosial diri kita sebagai manusia.
Kondisi negeri ini tidaklah seindah yang dibayangkan oleh orang tua kita dulu ketika kemerdekaan belum dicapai. Kerusakan sistem hidup negeri ini tidaklah seindah kata-kata yang dituangkan dalam draf Pancasila dan UUD 1945. Sebuah konsep negara yang telah diperjuangkan oleh orang-orang yang mati di medan perang demi tegaknya negeri ini ternyata tidak dapat membentuk negeri ini menjadi negara yang adil dan beradab. Sepertinya mereka akan menangis ketika menyaksikan negeri ini carut-marut tanpa arah pembangunan yang jelas.
Memang, akan terasa utopis apabila kita selalu memikirkan negeri ini untuk merubah kondisinya menjadi lebih baik. Kondisi masyarakatnya yang multietnis dan multikondisi tidak akan lepas dari cara pandang masyarakat itu terhadap suatu perkara. Jika cara pandang dia terhadap suatu perkara menyalahi fitrahnya sebagai manusia maka sudah dapat dipastikan dia akan terjerumus ke dalam lubang kesesatan.

Perubahan Dimulai dari Aqidah
Seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa perubahan kondisi masyarakat berangkat dari perubahan cara pandang dia terhadap kondisi dan tugas dia sebagai manusia, kondisi alam semesta dan kehidupan yang sedang dia jalani serta hubungan diantara ketiganya. Cara pandang terhadap ketiganya ini biasa disebut aqidah. Setiap orang akan memiliki perbedaan cara pandang dia terhadap kondisi disekitarnya tergantung dari aqidah seperti apa yang dimilikinya.
Jika seseorang beraqidah sekuler maka dia akan melihat kehidupan ini hanya untuk memenuhi nafsunya sebagai manusia. Dia akan bekerja membanting tulang demi tercapainya cita-cita hidup tanpa memandang apakah yang dilakukannya bertentangan dengan agama ataupun tidak. Cara pandang itu lahir dari sikap memisahkan kehidupan keduniaan dari intervensi agama. Dia beranggapan bahwa agama hanya ada di rumah ibadah atau di Mesjid tanpa harus ikut campur ke ranah kehidupan publik. Dengan begitu, tindakan suap-menyuap dianggap sah dalam pekerjaan sehari-hari. Begitu pula, menampakan aurat dimuka umum dianggap biasa saja karena menutup aurat itu hanya ada ketika melaksanakan sholat!
Aqidah sekuler ini turut melahirkan paham liberalisme dimana manusia dianggap memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja semaunya. Dia memiliki kebebasan untuk menentukan sikapnya sebagai manusia jika sikapnya itu dianggap wajar. Misalnya, dia merasa bebas untuk berpacaran tanpa harus karena hal itu dianggap biasa dan tidak merugikan orang lain. Selain itu, lieberalisme juga membawa setiap orang untuk berpikir sebebas-bebasnya tanpa adanya batasan yang menghalangi dia. Contohnya, ketika mereka menganggap bahwa al-Quran yang selama ini dibaca umat Islam sudah ketinggalan zaman. Entah disadari atau tidak, kebanyakan dari umat ini sudah memiliki pola pikir dan pola sikap yang liberal dimana Al-Quran tidak dijadikan pedoman hidup sebagian besar umat Islam.
Pada awalnya, pemikiran ini dianut oleh sebagian kecil dari masyarakat Muslim tetapi karena semakin banyak yang mempunyai pemikiran seperti ini maka wajar jika sudah menjadi pemikiran umat secara keseluruhan. Umat Islam seharusnya membentuk masyarakat Islam dengan memiliki pemikiran yang Islami pada setiap individu Muslim. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan yang Islami serta menegakan aturan kehidupan berdasarkan syariat Islam.
Banyak diantara kita yang kebingungan ketika berusaha untuk menerapkan aturan Islam di tengah-tengah masyarakat. Saking bingungnya, kita lupa menyampaikan pada umat kalau syariat Islam itu tidak mungkin dapat diterapkan di tengah-tengah umat jika sekulerisme masih ada dalam diri kita. Malahan kita cenderung beranggapan bahwa perbaikan akhlaq lebih diutamakan daripada membersihkan umat dari pemikiran kafir Barat. (Bukan berarti segala sesuatu dari Barat itu jelek lho…)

Syariat Islam sebagai Solusi

Apabila kita sudah memiliki pemikiran dan perasaan yang Islami maka umat Islam pun tidak akan menolak diterapkannya syariat Islam di tengah-tengah kehidupan. Secara alami umat ini akan senantiasa berbondong-bondong untuk meminta kepada penguasa yang sedang berkuasa untuk menjadikan syariat Islam sebagai aturan hidup. Bagitu pun penguasa yang diminta akan ‘legowo’ untuk menyerahkan kekuasaannya pada umat dan bersedia untuk menerapkan syariat Islam di tengah-tengah umat. Nah, peristiwa ini yang disebut tholabun nusroh sebagaimana kaum Anshor di Madinah bersedia menyerahkan kekuasaannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Banyak diantara kita yang ‘alergi’ ketika mendengar kata syariat Islam padahal seharusnya kita sudah terbiasa dengan hal itu. Bukankah sholat, zakat, puasa adalah bagian dari syariat Islam. Namun Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual saja tetapi juga mengatur bagaimana seorang Muslim melakukan transaksi ekonomi, berpolitik bahkan melakukan aktifitas sosial. Maka dari itu Islam layak disebut sebagai ideologi disamping ideologi Sekuler-Kapitalisme dan ideologi Sosialis-Komunisme.
Seorang Muslim tidak boleh memiliki sikap apatisme (tidak peduli) terhadap kondisi sekitar karena dalam tatanan masyarakat Islam diharuskan untuk bersikap kritis (amar ma’ruf nahi mungkar). Kondisi masyarakat Islam yang dinamis menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut karena mereka beranggapan bahwa masyarakat Islam adalah satu kesatuan yang integral dimana cela seorang Muslim sama dengan cela seluruh kaum Muslimin. Masih ingat, kenapa kaum Muslimin merasa gerah ketika banyak orang yang membela Ahmadiyah dengan alasan ‘kebebasan beragama’.
Insya Alloh, kalau konsep masyrakat Islam sudah ada ditengah-tengah umat ini maka seluruh kemaksiatan yang ada dapat diberantas. Selaian adanya amar ma’ruf nahi mungkar diantara sesama Muslim kemaksiatan pun akan segera diberantas oleh pemerintah Daulah Khilafah Islamiyah. Kholifah sebagai pempimpin umat Islam akan mengadopsi aturan Islam dan dijadikan Undang-undang negara. Jadi, bukan anggota parlemen yang membuat aturan seperti dalam demokrasi tetapi aturan itu sudah ada dalam syariat Islam. Kalau aturan tersebut terbilang baru maka Kholifahlah yang mengadopsi aturan itu melalui ijtihadnya atau ijtihad para ulama.
Kita jangan menganggap syariat Islam itu tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Justru, dengan syariat Islam keteraturan hidup akan tercapai sehingga terbentuk sebuah peradaban yang agung yang akan memimpin dunia. Bahkan, peraturan lalu-lintas pun dapat menjadi syariat Islam selama yang megeluarkan aturan itu adalah Daulah Islam. Begitu pun dengan peraturan yang lain yang biasa terjadi diera modern saat ini dimana sudah terjadi perkembangan teknologi.

Sederhanakan Pandangan tentang Syariat Islam
Apabila kita sudah memahami realitas diatas maka sudah saatnya kita menjadi orang yang terdepan memperjuangkan Islam. Dakwah adalah kewajiban setiap Muslim maka dakwah seorang Muslim pun dikonsentrasikan untuk melanjutkan kehidupan Islam dibawah naungan Daulah Khilafah.
Jangan pernah ada perasaan takut kalau dakwah kita tidak akan diterima oleh masyarakat karena bisa jadi perasaan itu datang dari syetan. Sering kita dikungkung oleh pemikiran betapa rumitnya apabila isu syariat Islam disampaikan di mimbar-mimbar masjid sehingga enggan untuk menyampaikannya di tengah-tengah umat. So, sederhanakanlah pemikiran kita tentang syariat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah karena ternyata kita cukup dengan merubah pola pikir kita menjadi pemikiran Islami. Bisa jadi, kemaksiatan yang terus meraja rela ini karena pola pikir kita yang masih sekuler dan enggan untuk mengakampanyekan Khilafah di tengah-tengah umat.

(mohon komentarnya...)

Garut, 22 september 2008

Sabtu, 06 September 2008

Mempersatukan Umat dengan Sikap Kritis

Ada banyak anggapan bahwa kemajuan taraf berpikir manusia ketika dia bisa bersikap kritis terhadap kondisi di sekitarnya. Terbangunnya sebuah peradaban ketika ada sebagian dari pelaku peradaban tersebut mencanangkan ide yang konstruktif. Dengan ide yang dimilikinya maka akan terjadi sebuah perubahan kondisi zaman yang sudah jenuh dengan ide lama. Perkembangan ilmu pengetahuan pun telah membawa sebuah peradaban ke taraf yang lebih tinggi derajatnya.
Dahulu, ketika Nabi Muhammad SAW belum lahir peradaban manusia mengalami kemerosotan hingga ke titik terendah. Harga nyawa manusia tidak lebih berharga dibandingkan seekor unta. Anak perempuan dikubur hidup-hidup padahal dia sendiri tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya hingga dia menerima siksaan begitu beratnya. Peradaban Romawi, Yunani, Persia, India dan Cina yang menjadi pusat peradaban tidak dapat mengangkat harkat martabat manusia. Malahan banyak diantara mereka dianggap seperti binatang yang dijadikan tontonan seperti sabung ayam!
Pada awal abad ke-7 Masehi, lahirlah seorang Nabi penutup yang memberikan penerangan bagi gelapnya peradaban manusia. Muhammad SAW. adalah sosok paling berpengaruh di dunia (versi. Michael Hard) dibandingkan siapa pun di dunia. Perubahan bentuk peradaban dari jahiliyah menjadi sebuah peradaban Islam yang kokoh, khas dan bermartabat diawali dari seorang tukang gembala domba. Beliau selalu kritis terhadap kondisi lingkungan masyarakat Arab yang sangat kacau tersebut. Seiring berjalannya waktu, mereka yang tadinya menolak ajakan Nabi Muhammad berubah dengan cepat menjadi pengemban dakwah di garda terdepan.
Ketika Raosululloh meninggal pun para pengemban dakwah ini senantiasa membangun peradaban dengan kekuatan ideologi yang lahir dari aqidah kuat dan khas. Kekuatan aqidah ini mendorong mereka untuk menaklukan 2/3 dunia dan menjadikannya wilayah yang makmur. Ideologi ini senantiasa terpelihara karena diantara mereka selalu saling mengkritik. Masih ingatkah ketika Umar bin Khottob pertama kali diangkat menjadi Kholifah? Beliau marah ketika tidak ada orang yang mau meluruskannya apabila berbuat menyimpang dari sunnah Rasululloh. Tapi, ternyata ada seorang pemuda yang siap mengkritiknya walaupun harus dengan sebilah pedang!i
Ya, memang seperti itulah hadloroh (peradaban) Islam akan senantiasa terpelihara. Lihatlah sekarang ketika hadloroh Islam sudah tidak menjadi pemimpin peradaban dunia, kekacauan terjadi dimana-mana. Ide yang Islami sudah hilang karena diantara umat Islam sudah ‘malas’ untuk salaing mengkritik. Mereka sudah ‘tidak peduli’ lagi terhadap kondisi disekitarnya. Sikap apatis merajalela dimana-mana sehingga wajar apabila ada kezoliman banyak uamt yang tidak memberikan reaksi. Banyak pemikiran Islam yang sudah tercampur dengan pemikiran kafir Barat. Ulama, cendikiawan dan sebagian besar kaum Muslimin merasa bangga apabila mereka menganut sekulerisme dan merasa malu apabila membawa pemikiran Islam. Bahkan lebih parah lagi ketika kita sendiri tidak menyadari kebobrokan ini!
Sikap kritis ini sudah menjadi ciri masyarakat Islam yang dinamis. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang terbangun secara integral. Mereka memiliki perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama yakni Islam (bukan yang lain). Umat Islam adalah umat yang satu sehingga apabila ada cela dari seorang Muslim sama saja dengan cela seluruh kaum Muslimin. Dengan begitu, sikap apatis (tidak peduli) tidak pernah ada dalam masyarakat Islam. Kemurnian aqidah, ideologi, dan pemikiran pun senantiasa terjaga. Mereka sadar apabila pemikiran Islam sudah tidak murni lagi maka peradaban Islam pun akan hancur. Kekhawatiran ini pun terjadi ketika Mustafa Kemal dan antek-anteknya mengacak-ngacak Daulah Islam dengan ide-ide kufur seperti demokrasi dan nasionalisme. Masyarakat Islam waktu itu sudah tidak dapat lagi membedakan antara pemikiran Islami dan pemikiran kufur sehingga peradaban Islam pun sirna dari muka bumi. Kondisi itu berlangsung hingga hari ini!ii

Mari Satukan Persepsi!
Berdasarkan uraian di atas maka saya mengajak kepada seluruh kaum Muslimin untuk menghidupkan kembali sikap kritis diantara sesama kaum Muslimin. Sikap ini sebagai upaya membentuk kembali pemikiran Islami dengan memurnikannnya dari pemikiran kufur. Apabila ditengah-tengah umat sudah terbangun pemikiran yang Islami maka persatuan umat pun akan terjalin. Secara alami ideologi Islam pun akan terbangun dan kembali memimpin peradaban dunia.
Banyak orang yang beranggapan bahwa sikap kritis ini akan memecah belah umat. Saya pikir anggapan itu keliru. Faktanya justru ketika tidak ada sikap kritis di tengah-tengah umat maka kondisi umat pun semakin melemah. Justru dengan sikap kritis ini maka ada upaya saling mengingatkan jikalau diantara kita ada yang sudah teracuni oleh pemikiran kufur. Kita harus mempersatukan persepsi dengan mengopinikan Islam ketengah-tengah umat. Apabila apa yang kita opinikan itu sama, maka secara alami persatuan umat pun akan terjalin.
Maka dari itu, kita jangan sakit hati ketika ada saudara kita yang mengkritik jalan dakwah yang selama ini kita tekuni. Bisa jadi kita sudah memilih jalan yang keliru. Bisa jadi kita sudah terjebak ke dalam lubang kemaksiatan dengan senantiasa mengopinikan demokrasi, sekulerisme dan nasionalisme. Salah besar apabila ada ungkapan “ya sudah, kita jalani saja apa yang kita yakini”. Ungkapan tersebut sangat digemari oleh orang kafir karena sebagai ciri dari terpecahnya umat ke dalam kotak-kotak kehancuran.
Saya pikir, selama tidak ada opini yang sama tentang Islam di tengah-tengah umat maka kebangkitan umat ini tidak akan pernah terjadi. Umat bingung mana yang harus mereka ikuti. Sehingga ketika umat diajak untuk melakukan sebuah perubahan maka mereka pun ramai-ramai untuk mundur dan menjauh dari para pengemban dakwah. “Bagaimana Islam ini akan bersatu, diantara para ulama sendiri masih masing-maisng!”, mungkin begitulah pola pikir sebagian umat Islam.

Kritis Bukan Berarti Demokratis!
Sebagian besar diantara kita menganggap bahwa sikap kritis adalah sikap yang demokratis. Dengan sikap kritis maka tidak ada kesewenang-wenangan diantara kita. Pendapat tersebut keliru. Kita harus membedakan pembahasan antara sikap kritis dan demokrasi. Demokrasi sendiri merupakan ide/pemahaman yang intinya menjadikan manusia sebagai sumber dari hukum/peraturan yang diterapkan dalam suatu negara. Jadi, apabila ada seorang mahasiswa yang mengkritik Rektor bukan berarti mahasiswa tersebut demokratis. Sikap itu hanya sebuah luapan emosi atas ketidak setujuan mahasiswa tersebut terhadap kebijakan Rektor.
Begitu pun sikap para sahabat Rosul yang selalu saling mengkritik bukan berarti mereka bersikap demokratis. Sikap kritis mereka semata-mata dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Sikap yang sangat diperintahkan oleh Alloh SWT. Jadi, jangan ada ungkapan dari kita untuk mengajak orang bersikap demokratis tetapi ajaklah orang untuk saling mengingatkan yang berdasar pada syariat Islam. Justru, apabila kita mengajak orang untuk bersikap demokratis maka sama saja kita membawa orang untuk masuk lubang buaya!

Predikat Umat Terbaik
Maha Benar Alloh ketika memberikan predikat umat terbaik kepada umat Islam. Alloh SWT berfirman dalam QS. Ali-Imron ayat 110:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Namun predikat itu sudah luntur karena diantara kita terbentuk sikap apatis. Maka wajar ketika Alloh menjadikan umat ini sebagai umat yang berperadaban rendah karena kita sendiri sudah enggan untuk membangunnya.
***
Demikian tulisan ini saya buat sebagai curahan hati saya ketika melihat kondisi umat yang terpecah belah. Dengan segala kerendahan hari saya pun memohon saran dan kritiknya dengan mengirimkannya ke muhammadyusufansori.blogspot.com atau e-mail ke ansorfapet@yahoo.com

Selasa, 02 September 2008

Nasionalisme Mengalahkan Ukhuwah Islamiyah




Sulit dipahami ketika ternyata nasionalisme mengalahkan ukhuwah Islamiyyah yang seharusnya ada dalam setiap diri kaum Muslimin. Kekuatan isu nasionalisme lebih banyak membius pemikiran kaum Muslimin dibandingkan ukhuwah Islamiyyah yang sudah digariskan oleh Alloh dan Rosul-Nya. Kaum Muslimin sudah terkotak-kotak kedalam berpuluh negara bangsa.
Umat Islam terpecah belah menjadi wilayah-wilayah kecil sebagaimana dahulu orang Barat kembali merangkul Jahiliyah Romawi dan Yunani. Bendera tauhid digantikan oleh bendera masing-masing negara dengan berbagai warna. Dengan kondisi itu menjadikan kaum Muslimin tidak memiliki ikatan komunikatif-solidaritatif. Ikatan inilah yang dapat mempersatukan visi dan misi umat Islam yang lahir dari persamaan ideologi yakni Ideologi Islam.i
Karena nasionalisme sudah menjalar ke berbagai penjuru dunia, maka wajar jika ada anggapan kalau orang Malaysia asing bagi orang Indonesia. Orang Arab pun asing bagi orang Afrika apalagi adanya perbedaan ras diantara mereka. Jika dilihat perasaan ini memang akan dianggap biasa saja. Namun justru perasaan ini yang membuat sulitnya umat Islam di seluruh dunia untuk bersatu. ‘Egoisme kawasan’ pun timbul seiring dengan semakin kuatnya keinginan setiap negara untuk saling mempengaruhi dan menguasai.
Jangan aneh kalau sikap apatis timbul dari sebagian besar kaum Muslimin. Mereka merasa masalah kaum Muslimin di Palestina hanyalah masalah bagi orang Palestina saja. Tidak ada pikiran untuk membantu orang Palestina ketika Israel memborbardir pemukiman mereka.
Saya pun suka aneh sama Ulama yang mengajak kita untuk membantu orang Palestina tetapi masih menjadikan nasionalisme sebagai jargon politiknya. Padahal kalau mau ya jangan bawa-bawa nasionalisme tapi pakai satu bendera saja buat ngusir Palestina. Bendera itulah yang menjadi simbol bersatunya umat Islam di dunia. Ar-Roya dan al-Liwa itu juga yang dipakai Rosululloh ketika menaklukan kota Mekah.ii Ya nggak?
Memang, bendera itu hanya sepotong kain, tetapi itu adalah produk dari faham nasionalisme itu sendiri. Rasa bangga ketika membawa bendera Merah Putih secara alami ada dalam diri orang Indonesia. Namun ketika membawa bendera Amerika terkadang justru kebencian yang ada karena negara adidaya ini selalu bersikap sombong.
Kalau kita mau menjalin ukhuwah Islamiyah diantara sesama Kaum Muslimin maka hapus berbagai gambar bendera di otak kita. Bukan hanya mengadakan konferensi umat Islam saja yang bisa kita lakukan. Tetapi satukan ide untuk menghapus segala pengahalang. Bisa jadi konferensi antar bangsa yang sekarang terjadi hanyalah upaya untuk melanggengkan perpecahan ini.
Contoh kongkritnya adalah OKI (Organisasi Konferensi Islam), organisasi ini ternyata tidak bisa mengakomodir kepentingan umat Islam di dunia. Sekat negara diantara mereka tetap tidak bisa membawa opini yang sama untuk bebas dari segala bentuk penjajahan malahan isi konferensinya pun cenderung menjauh dari problem umat yang sebenarnya. Mereka lebih suka membahas masalah ekonomi. Melihat kondisi tersebut sering OKI dipelesetkan jadi O…I See (OIC). O ya..saya tahu…
Selain OKI masih banyak organisasi konferensi Islam yang cenderung menjauhkan umat dari masalah sebenarnya. Ide ‘kemerdekaan’ suatu negara dalam satu batas wilayah sepertinya mengalahkan pentingnya umat bersatu dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Konferensi-konferensi dihadiri oleh banyak cendekiawan Muslim yang berpengaruh di negeri mereka tetapi sepertinya tidak mendapatkan titik terang permasalahan umat.
Malahan sering isu yang diangkat adalh isu yang jauh dari nilai-nilai Islami yang seharusnya mereka junjung tinggi. Ide Hak Azasi Manusia (versi Barat), demokrasi, dialog antar peradaban dan begitu banyak isu sejenis yang justru menjauhkan umat dari apa yang selama ini diinginkan. Seakan-akan isu itu penting untuk dibahas karena merupakan jalan menuju kebangkitan Islam. Ternyata, hingga buku ini ditulis persatuan itu belum tercapai.
Tahukah kita, isu tersebut diangkat sebagai upaya kafir Barat memecah belah umat.iii Mereka menggiring opini yang ada untuk menyibukan umat Islam dengan masalah negerinya sendiri. Misalnya, PBB menyerukan Israel untuk memberikan kemerdekaan pada Palestina. Secara serentak umat Islam di dunia mendukung ide ini. Mereka setuju jika Palestina merdeka dibawah satu bendera, Palestina Merdeka. Padahal kemerdekaan Palestina akan membuka pintu masalah yang baru. Jika Palestina sudah merdeka, apakah kita masih tetap peduli terhadap nasib Palestina? Pasti rasa simpati kita secara alami akan terhapus. Dan kita pun disibukan kembali dengan urusan kita masing-masing. Dengan begitu, tidak akan ada lagi upaya untuk menyatukan umat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Kapan kita peduli masalah orang Malaysia?
Konkritnya, lihatlah negeri Indonesia ini! Negeri ini sudah merdeka secara fisik. Belanda dan Jepang sudah hengkang dari tanah air Indonsia tetapi kuku-kuku mereka masih menancap di negeri ini. Berbagai krisis terjadi dimana-mana dengan segala variasinya. Begitu pun Palestina, Kashmir, Mindanau, Xinjiang apabila sudah merdeka secara fisik dapat dipastikan nasibnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia! Tahu kenapa? Karena tidak ada institusi yang dapat menjaga kemerdekaan mereka.
Jadi, usul saya…jangan beri kemerdekaan untuk Palestina, Irak, Xinjiang, Kashmir, bahkan Mindanau!

Kamis, 21 Agustus 2008

Ancaman Nasionalisme terhadap Persatuan Umat Islam


Nasionalisme Membuahkan Kebencian
Nasionalisme bagi sebagian orang adalah sesuatu yang agung yang harus dipertahankan. Mereka rela mati bagi eksistensi nasionalisme. Pemikiran ini lahir karena sebagian orang beranggapan bahwa nasionalisme dapat mempersatukan orang dalam satu bingkai Negara dan teritorial. Bagi mereka, nasionalisme bisa mempersatukan perasaan orang yang memiliki nasib yang sama.
Terkadang nasionalisme menggiring orang untuk menumpahkan darah manusia. Kebencian pada bangsa lain diluar bangsanya membuat orang menjadi beringas dan bersikap tidak manusiawi. Masih ingat sikap Adolf Hitler terhadap bangsa Non-Aria? Hitler dengan NAZI menjadikan manusia seperti binatang bahkan lebih rendah derajatnya. NAZI membunuh musuhnya seperti menepuk seekor nyamuk, sangat mudah tanpa ada rasa bersalah. Karena sikap mereka yang ‘gila’ itu maka Hitler dan pengikutnya disebut kaum Ultra Nasionalis.
Atas nama Nasionalisme perang saudara pun terjadi, tidak peduli kalau mereka seagama. Tentara Nasional Indonesia (TNI) berperang dengan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh karena perebutan wilayah. Walaupun apabila dicermati mereka berperang bukan karena mempertahankan idealisme tetapi karena pragmatisme diantara mereka. Agama Islam yang mereka anut tidak membuat mereka berdamai. Egoisme dari masing-masing pihak lebih banyak dikedepankan. Terkadang saya bertanya, “Apakah mereka merasa berdosa ketika harus menembak mati saudara mereka sendiri?”.
Masih segar di ingatan ketika ada sebagian orang yang menyatakan ‘perang’ dengan orang Malaysia ketika Reog Ponorogo ditampilkan di iklan pariwisata Malaysia. Ditambah lagi ada seorang juri Taekwondo yang dipukuli Polisi Malaysia. Atas nama nasionalisme mereka menjelek-jelekan saudara mereka sesama Muslim di Malaysia. Di kampus saya, Unpad Jatinangor, banyak pamplet yang tertempel di dinding-dinding yang bernada provokatif. Bahkan ada yang berani menghina di depan mahasiswa-mahasiswa Malaysia yang sedang melaksanakan tugas pertukaran pelajar. Apakah harus seperti itu sikap kita? Saya pikir, tidak!

Rosululloh Melarang Nasionalisme
Itulah sekelumit fakta dimana nasionalisme membuat orang kehilangan akan sehatnya. Memang, ada yang berpendapat dengan nasionalisme rakyat Indonesia dapat bersatu untuk membangun bangsanya. Pendapat ini sering dikemukakan oleh para petinggi negeri ini. Mereka mengkampanyekan nasionalisme sebagai jargon politik mereka. Bahkan partai (berazas) Islam pun ikut-ikutan menjadikan isu nasionalisme ini sebagai alat kampanye mereka. Padahal Rosululloh saw. sudah secara jelas melarang setiap muslim memiliki rasa nasionalisme dalam dirinya. Dalam hadist riwayat Abu Daud dan Ahmad Rosululloh bersabda:
‘Sesungguhnya Alloh relah menghilangkan dari diri kalian ashobiyah jahiliyah dan kebanggan jahiliyah karena keturunan. Seseorang hanyalah seorang mukmin yang bertaqwa atau seorang pendosa yang celaka. Manusia itu hanya anak cucu Adam, sedangkan Adam berasal dari tanah. Tidak kelebihan antara Arab atas non-Arab kecuali karena ketaqwaannya.’
Jika mencermati hadist tersebut maka sudah jelas keharaman nasionalisme. Kata Ashobiyah dalam hadist di atas dapat berarti rasa bangga pada keluarga, suku atau bangsa sendiri dan menganggap hina bangsa yang lain. Tidak peduli ukuran menghinakan itu apakah besar atau kecil. Apakah sikap kita seperti Hitler ataupun seperti teman mahasiswa saya yang menghina mahasiswa Malaysia.

Dalam Bentuk Apapun Nasionalisme Tetap Cela
Syekh Hasan al-Banna dalam bukunya Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin (1997)i menyebutkan bahwa nasionalisme itu boleh-boleh saja. Apabila nasionlisme yang dimaksud adalah nasionalisme kerinduan akan bangsa dan tanah air maka hal itu sudah ada dalam fitrah manusia. Jika nasionalisme yang dimaksud adalah nasionalisme pembebasan dari penjajah untuk membela kehormatan maka beliau pun sepakat dengan hal itu. Menurut beliau batasan nasionalisme ditentukan oleh aqidah.
Saya tidak sependapat dengan beliau. Jika nasionalisme itu ditentukan oleh aqidah, maka mengapa masih memperbolehkannya? Perasaan rindu akan kampung halaman, sayang sesama saudara atau ingin bebas dari penjajahan adalah sikap yang sesuai fitrah tapi bukan berarti itu adalah nasionalisme. Nasionalisme itu lahir karena adanya persamaan wilayah tempat tinggal (negara), perasaan sama terjajah atau lahir dari bangsa yang sama bukan lahir dari aqidah yang sama.
Ikatan yang dapat mempersatukan umat Islam bukanlah nasionalisme melainkan ikatan aqidah, yakni Islam. Meskipun nasionalisme dapat membangun sebuah masyarakat sehingga mempunyai perasaan yang sama tetapi nasionalisme tidak dapat mempersatukan umat Islam. Masyarakat Islam terbangun karena adanya perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama yakni perasaan Islam, pemikiran Islam dan peraturan Islam yang lahir dari ideologi Islam.ii
Nasionalisme hanyalah perasaan sesaat yang muncul ketika ada momen-momen tertentu saja. Misalnya ketika adanya Hari Ulang Tahun Republik Indonesia dimana setiap orang ramai dengan opini nasionalisme. Nasionalisme pun lahir ketika suatu bangsa terjajah maka nasionalisme itu lahir. Dulu ketika Indonesia masih terjajah maka nasionalisme waktu itu begitu tinggi, tetapi sekarang perasaan itu sudah hilang. Silakan tanya pada setiap orang seberapa besar nasionalisme mereka?

Nasionalisme Tidak Dapat Menmpersatukan Umat Islam
Maka dari itu nasionalisme tidak dapat dijadikan alat untuk mempersatukan umat Islam meskipun mereka satu bangsa dan negara. Malahan karena adanya nasionalisme inilah umat ini tidak dapat bersatu. Daulah Khilafah Islamiyah di Turki runtuh (Tepatnya 3 maret 1924) karena masing-masing dari umat Islam menonjolkan nasionalisme mereka. Arab memisahkan diri menjadi negara Arab Saudi. Iran, Irak, Bahrain, India dll. menyatakan diri keluar dari Daulah Khilafah Islamiyah. Mereka beranggpan bahwa Khilafah Turki Ustmani telah merampas kedaulatan mereka sebagai bangsa Arab yang berbeda dengan bangsa Turki.iii Kafir penjajah seperti Inggris, Perancis dan Italy menghembuskan nasionalisme pada umat Islam waktu itu melalui agen-agennya seakan-akan perasaan itu adalah lebih penting dibandingkan persatuan umat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah.

Lenyapkan Bendera Negaramu!
Setiap negara bekas Daulah Khilafah membanggakan bendera mereka masing-masing. Bendera merupakan produk (madani) dari sebuah peradaban (hadloroh). Nasionalisme merupakan hadloroh yang diharamkan oleh Rosululloh maka secara otomatis bendera masing-masing negara pun haram untuk dibanggakan oleh kaum Muslimin. Seharusnya hanya ada satu bendera yang memayungi mereka yakni Ar-Roya dan Al-Liwa. Kedua bendera ini yang selalu digunakan Rosululloh dalam berbagai kegiatan kenegaraan.
Ketika masih sekolah saya adalah anggota Pramuka dan Paskibra yang sangat mengerti bagaimana nasionalisme ada dalam diri. Sering saya menangis ketika lagu Indonesia Raya dinyanyikan bersamaan dengan dikibarkannya bendera Merah Putih. Saya fikir perasaan terharu itu lahir karena nasionalisme yang ada pada diri saya. Tapi saya terkesan tidak peduli ketika umat Islam di Palestina, Chechnya dll. dijajah oleh kaum kafir. Sekarang saya menyadari bahwa ternyata nasionalisme itu hanyalah perasaan yang datang bukan karena ikatan aqidah.
Dulu saya masih merasa bangga ketika menempelkan pin bendera Palestina di jaket atau di tas. Sekarang saya memahami bahwa ternyata bukan itu yang menjadi persoalannya. Kita harus menghapus bendera Pelestina yang menempel di dinding kamar kita dan menggantinya dengan Ar-roya dan Al-liwa.

Nasionalisme Hanya akan Melanggengkan Penjajahan
Jika kita menginginkan Palestina merdeka dengan bendera Palestina itu sama saja kita mendukung penjajahan Israel di tanah Palestina. Memang itulah yang diinginkan oleh kaum kafir. Mereka tidak ingin umat Islam besatu dalam satu bendera yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Saat ini umat Islam terjebak dalam nasionalisme yang seakan-akan hal yang agung. Padahal sebenarnya kita sudah masuk ke dalam lubang biawak! Umat Islam terlalu sibuk dengan urusan bangsanya sendiri dan lupa akan persoalan umat Islam di negeri lain.

Hati-hati Partai Pengusung Nasionalisme
Orang-orang kafir sengaja membentuk partai-partai yang menjadikan nasionalisme sebagai jargon politik mereka. Opini itu untuk membawa umat umat Islam supaya lupa akan persatuan umat melalui persatuan iideologi Islam. Kalau ada partai Islam yang menjadikan nasionalisme sebagai jargon politik mereka sama saja dengan partai nasionalis sekuler! Waspadai setiap orang munafik yang masuk ke dalam tubuh umat Islam karena mereka akan mengahancurkan umat dari dalam. Mereka seperti ‘musuh dalam selimut’ atau ‘menggunting dalam lipatan’ sebagaimana Mustafa Kemal menghancurkan Daulah Islam langsung ke jantung umat Islam!

Selasa, 19 Agustus 2008

Bahaya Dibalik Isu “Save Our Palestine”


Pendahuluan: Apa Kabar Palestina?
Palestina, sebuah negara dalam negara. Mungkin ungkapan itulah yang tepat disematkan kepada Palestina yang telah mengalami penjajahan Isreal sejak negara itu didirikan tahun 14 Mei 1948. Berbagai bentuk penindasan dilakukan kepada rakyat Palestina yang telah mendiami wilayah itu sejak ratusan tahun yang lalu. Sejarah panjang Palestina selalu diwarnai dengan berbagai konflik yang telah banyak menelan korban. Sejak Bani Israel sampai di wilayah itu bersama Nabi Musa, mereka adalah tipe kaum yang suka membangkang kepada Nabinya.
Masyarakat Muslim, Kristen dan Yahudi sudah hidup berdampingan dengan damai sejak Umar bin Khottob memasuki wilayah itu tahun 636 M.i Bahkan ketika Perang Salib berkecamuk, penduduk negeri itu bahu-membahu untuk membela wilayah mereka dari serangan kaum Tentara Salib walaupun seorang diantara mereka ada orang Kristen. Toleransi yang tinggi yang telah dibangun Khilafah Islamiyyah di sana menjadikan negeri itu masyarakat yang unik. Bentuk masyarakat Islami yang ada disana membuat setiap orang merasa aman dan tentram hidup berdampingan dengan sesama penduduk walaupun berbeda agama.
Politik pragmatisme kaum Zionis menjadikan semua itu hancur. Perdamaian yang telah terjadi sejak usai Perang Salib berubah menjadi konflik yang penuh kekejian. Negara Israel yang diprakarsai oleh Theodore Herzl menjadikan rakyat Palestina sebagai ‘rakyat tanpa tanah’. Cita-cita mereka untuk mendirikan Israel Raya adalah sudah ada sejak Konferensi Zioneisme di Basel, Swiss.ii Rencana itu tertuang dalm sebuah dokumen yang sangat terkenal yakni Protokol of Zion no 9. Disana disebutkan bahwa kaum Zionis harus mendirikan sebuah negara Yahudi untuk dapat menguasai dunia terutama wilayah Timur Tangah.iii
Israel, bukanlah negara agama Yahudi seperti yang diklaim di Protokol of Zion atau seperti yang sering diberitakan oleh Media selama ini. Israel adalah negara sekuler yang secara sengaja dibentuk dengan klaim negara Yahudi supaya orang Yahudi di dunia bersimpati kepada mereka dan mendukung ‘perjuangan’ mereka.iv Simpati itu pun datang dari Amerika sebagai teman setia Israel. Segala tindak-tanduk Israel selalu didukung Amerika dengan alasan Israel punya hak untuk menjaga negaranya dari segala bentuk penyerangan.v
Israel menjajah Palestina tidak hanya dalam bentuk penyerangan fisik dengan membunuh setiap orang Palestina tanpa memandang apakah dia seorang pria, wanita, tua, muda, bahkan anak-anak. Mereka sering mengadu domba diantara sesama faksi yang ada di sana. Politik adu domba itu ternyata membuahkan ‘hasil yang gemilang’. Faksi Fatah dan Hamas bermusuhan secara nyata. Mereka saling serang dan saling mengklaim wilayah dudukan mereka. Hamas menguasai Jalur Gaza dan Fatah menguasai Tepi Barat akibat diantara mereka tidak mau bersatu dan saling mengedepankan egoisme golongan.vi Sungguh taktik yang keji!

OIC (baca: O...I See), Hanya Bisa Melihat
Berkecamuknya perang di Tanah para Rosul itu mengundang simpati dari berbagai penjuru dunia. Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun dibentuk dalam rangka menidaklanjuti kekejian Israel atas pembakaran Mesjidil Aqsho.vii Berbagai negara kaum Muslimin (yang berpenduduk Muslim) mengeluarkan kecaman kepada Israel sebagai wujud simpati mereka. Bahkan mereka tidak mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebagai penegasan rasa simpati mereka.viii
Namun, rasa simpati itu tidak memberikan efek yang berarti bagi kondisi Palestina. OKI hanya berfungsi sebagai tempat berkumpulnya pemimpin negara untuk membicarakan isu-isu ekonomi dan keamanan. Konferensi demi konferensi telah digelar, tetapi isu memerdekakan Palestina tidak lagi menjadi isu utama. Isu di konferensi itu digiring untuk melupakan cita-cita mereka menjadi organisasi yang dikendalikan para Kapitalis demi kepentingan mereka. Sepertinya tidak ada keinginan diantara mereka untuk mengerahkan pasukannya dalam rangka membantu rakyat Palestina mengusir penjajah Israel.
Ketika rakyat Palestina dibombardir habis-habisan, OKI hanya bisa melihat apa yang sedang terjadi tanpa bisa berbuat apa. Sikap ini sepertinya sikap yang disengaja karena adanya tekanan Amerika terhadap penguasa kaum Muslimin. Sering kepanjangan OIC dipelesetkan menjadi O....I see (o, saya -hanya bisa- melihat).

Munculnya Isu ‘Save Our Palestine’, Hanya Simpati Tanpa Diteliti
Rasa simpati kaum Muslimin tidak hanya dengan dibentuknya OKI tetapi banyak diantara mereka mendirikan lembaga kajian dan solidaritas untuk Palestina. Berbagai kampanye anti-Israel diserukan bahkan mereka rela mengeluarkan harta untuk mendukung perjuangan rakyat di Palestina. Sering terjadi aksi demontrasi untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina dengan membentangkan bendera Palestina sebagai bukti dukungan mereka.
Sering kita jumpai kata-kata ‘Save Our Palestine’ atau semacamnya memenuhi media cetak, poster, spanduk bahkan jaket dengan latar belakang bendera Palestina. Isu ini menjamur di kalangan aktifis pergerakan yang berusaha mencari penyelesaian problem Palestina. Semangat yang tinggi mendorong mereka melakukan apa saja supaya cita-citanya dapat terwujud.

Ternyata, semangat yang tinggi tidak cukup untuk menjadikan Palestina sebuah negara merdeka. Rasa simpati yang ada pada diri memang harus diberi apresiasi. Tetapi rasa simpati saja tidak cukup untuk mengglang kekuatan kaum Muslimin. Harus ada upaya maksimal yang lebih syar’i untuk menyelesaikan urusan kaum Muslimin yang tidak kunnjung selesasi ini.

Masalah Kaum Muslimin Bukan Hanya Palestina
Seiring berjalannya waktu, isu ‘save our Palestine’ ini menjadi isu global kaum Muslimin. Namun, secara alami isu ini membuat kaum Muslimin lupa akan penderitaan kaum Muslimin di negara lain. Penulis jarang melihat dan membaca isu penderitaan kaum Muslimin di Irak lebih kuat daripada isu Palestina. Segelintir kaum Muslimin lupa bahwa banyak saudara kita yang sama-sama menderita karena kekejian orang kafir.
Kaum Muslim di Xinjiang sudah lama mendapat tekanan dari Pemerintah Cina. Pemerintah India selalu menjadikan Kashmir sebagai lahan jajahan mereka. Somalia baru saja dibombardir oleh Amerika dengan alasan menstabilkan keamanan Afrika. Pattani berdarah karena Pemerintah Thailand menganggap mereka kaum sparatis. Mindanau baru saja digempur oleh Tentara Filipina. Kaum Muslimin di Sudan Selatan diadu domba oleh Amerika untuk merebut ladang minyak yang ada disana.ix Masih banyak saudara kita di Chechnya yang belum hidup dengan normal karena tekanan tentara Serbia. Dan masih banyak lagi negeri kaum Muslimin yang tidak bisa ibadah dengan tenang karena kejinya penjajahan kaum kafir.
Selain serangan dalam bentuk fisik, kaum Muslimin pun dijajah secara ekonomi, politik dan budaya. Jika kita mencari, tidak ada negeri kaum Muslimin yang benar-benar merdeka, termasuk Iran. Segala kebijakan ekonomi negeri Muslim selalu atas tekanan para Kapitalis asing. Kekayaan alam yang berlimpah tidak menjadikan negeri ini sejahtera karena telah dicuri para kapitalis.
Kondisi politik negeri kaum Muslim tidak terlepas dari rencana makar kafir penjajah. Apabila kebijakan politik tidak selaras dengan kebijakan Kapitalis maka sudah dapat dipastikan Pemerintah negeri itu tidak bisa tidur nyenyak. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan organisasi semacamnya menjadi setir bagi kondisi politik kaum Muslimin. Masuknya negeri kaum Muslimin ke dalam organisasi tersebut sama saja masuk ke dalam lubang buaya!

Jangan Terkecoh! Palestina Merdeka bukan Solusi
Ingat, kita jangan melupakan kondisi di atas hanya karena terkonsentrasi pada isu untuk membela kaum Muslimin di Palestina. Palestina hanyalah sebagian masalah kaum Muslimin yang begitu banyak. Ketika kita terkonsentrasi pada isu itu maka kita digiring untuk melupakan masalah yang utama. Seakan-akan kemerdekaan Palestina adalah segala-galanya mengalahkan pentingnya kaum Muslimin bersatu dalam satu naungan yakni Daulah Khilafah Islamiyah.
Sebagian kaum Muslimin berpendapat bahwa Palestina harus merdeka dalam satu negara dibawah satu bendera, Palestina. Jika isu itu yang dimunculkan maka sama saja kita melanggengkan penjajahan Israel di Palestina. Nasionalisme yang ada dalam benak kaum Muslimin adalah boomerang yang telah menjadikan mereka tidak bersatu. Isu nasionalisme inilah yang telah menghancurkan Khilafah Islamiyah menjadi berkeping-keping.x
Kita jangan sampai terkecoh oleh isu-isu kafir Penjajah dalam penyelesaian masalah Palestina. Amerika dan PBB sering menyarankan perdamaian antara Palestina dan Israel padahal sebenarnya untuk melanggengkan penjajahan mereka. ‘Perjanjian damai’ itu menjadikan intifadhoh terhenti dan Israel berkesempatan menyusun kekuatan mereka. Bahkan, dengan perjanjian damai itu semakin memperjelas siapa yang mendukung kafir Penjajah. Faktanya, Mahmud Abbas dan Salam Fayad (Fatah) lebih diakui Amerika dkk. dibandingkan Ismail Haniya dan Kholid Messal (Hamas).

Khilafah, Solusi Fundamental
Upaya untuk merobohkan Daulah Khilafah dan mendirikan kekuatan Zionis di Palestina adalah dua kejadian yang saling berkait. Persoalan Palestina tidak lebih merupakan usaha mereka untuk memalingkan benak kaum Muslimin dari eksistensi Daulah Khilfah dan pentingnya keberadaan Khilafah. Ini berbahaya! Isu ini senantiasa memalingkan benak kaum Muslimin dari aktivitas mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia serta menjadikan Daulah Islam sebagai pusat peradaban dunia.xi
Kaum Muslimin disibukan dengan persoalan Palestina seakan-akan itu adalah persoalan utama. Padahal itu hanyalah persoalan cabang yang dikemas oleh orang kafir dan munafiq sebagai persoalan utama. Dengan begitu, kita lupa pada persoalan utama kaum Muslimin dan menghabiskan energi kita untuk menyelesaikan masalah cabang tersebut. Jika kita menyadari persoalan utama kita adalah bagaimana mewujudkan Islam dalam kehidupan bernegara, dan menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia maka disatu sisi umat akan dapat menyelesaikan masalah utamanya. Disisi lain, umat akan mampu menggagas persoalan Plaestina dengan sudut pandang Islam, sehingga kita mampu menyelesaikan seluruh persolan dengan solusi Islami.
Seharusnya kampanye-kampanye yang dilakukan oleh partai, harokah atau lembaga solidaritas adalah kampanye untuk menegakkan kembali Khilafah. Apabila media seperti radio, TV, koran dan majalah Islami disibukan dengan persoalan Khilafah maka kita tidak perlu menunggu lama dan berlarut-larut untuk menyelesaikan masalah Palestina karena Daulah Khilafah pun akan segera tegak.
Orang kafir saja tahu kalau Khilafah-lah yang bisa menyelesaikan masalah Palestina. Makanya mereka berusaha mengalihkan isu Khilafah kepada ‘pentingnya sebuah perdamaian di Palestina’ yang cenderung memalingkan kaum Muslim dari penyelesaian masalah utama yang seharusnya. Perhatikanlah orang di sekitar kita, di dalam organisasi, harokah, ormas, atau partai yang kita jadikan sarana dakwah, bisa jadi ada orang-orang munafiq yang sengaja membuat kita lupa akan persoalan utama kaum Muslimin!
Untuk itu marilah kita mengkonsentrasikan diri mengkampanyekan Khilafah karena Khilafah-lah yang dapat menyelesaikan masalah Palestina. Daulah Khilafah yang akan mengkoordinir umat Islam untuk jihad melawan Israel, menghimpun kekuatan fisik, persenjataan, logistik dan memimpin peperangan dengan Israel dan pendukungnya Amerika dkk.

Kamis, 14 Agustus 2008

Menyambut Mahasiswa Baru


Memasuki tahun akademik baru kali ini Mahasiswa Baru disambut dengan naiknya biaya kuliah. Naiknya biaya kuliah ini tidak hanya terjadi di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tetapi juga terjadi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Meskipun banyak calon mahasiswa yang berhasrat masuk PTN namun mereka dikecewakan oleh tingginya uang masuk kuliah.
Kondisi ini semakin membuat pusing para orang tua yang akan memasukan anaknya ke perguruan tinggi. Niat mereka untuk memberikan pendidikan anaknya semakin surut karena kecilnya penghasilan. Upah orang tua yang diterima tidak sebanding dengan pengeluaran mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Dengan biaya pendidikan yang tinggi ada sebagian masyarakat yang enggan mengkuliahkan anaknya. Mereka beranggapan bahwa pendidikan tinggi itu hanya untuk orang-orang kaya saja. Bagi masyarakat yang kurang mampu sepertinya ‘haram’ untuk kuliah.
Apabila mencermati kondisi ini maka wajar kalau kualitas manusia Indonesia masih rendah. Rendahnya kualitas pendidikan menjadi pemicu utama kondisi ini. Kesempatan masyarakat untuk mengenyam pendidikan semakin sempit. Sehingga banyak masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk menghadapi tantangan kehidupan.
Dengan melihat kondisi ini, ternyata anggaran pendidikan yang selalu digemborkan Pemerintah hanyalah sebuah janji. Jauh panggang dari api. Saat ini pendidikan hanyalah menjadi komoditas perdagangan. Para penyelenggara pendidikan senantiasa berlomba untuk meraih keuntungan, walaupun pelayanan yang diberikan tidak optimal. Padahal pendidikan adalah salah satu hak rakyat yang harus diberikan secara murah (bahkan gratis) dalam rangka mencerdaskan kahidupan bangsa.

Parpol Ideologis sebagai Pengayom Umat


Keberadaan partai politik di tengah-tengah umat merupakan suatu keniscayaan. Setiap elemen umat senantiasa berinisiatif untuk melakukan dakwah dengan berbagai sarana, salah satunya dengan mendirikan partai yang berazaskan Islam. Keberadaan partai ini sebagai jawaban terhadap kondisi umat yang terus-menerus mengalami krisis. Secara alami, partai politik ini bermunculan sehingga begitu banyak partai yang mengatasnamakan Islam sebagai cita-cita perjuangannya.
Partai politik (parpol) seyogyanya harus menjadi pengayom umat. Saat ini umat mandambakan golongan yang akan membawa mereka kearah perubahan. Umat merasa bingung ketika dihadapkan pada problematika yang membawa mereka pada kondisi yang semakin sulit akibat krisis multidimensi yang berkepanjangan. Kondisi kebingungan ini harus dimanfaatkan oleh parpol dalam rangka memberikan pemahaman kepada umat tentang solusi untuk menyelesaikan krisis yang sedang dihadapi.
Konsep perubahan yang disampaikan oleh parpol kepada umat adalah perubahan seluruh elemen umat. Untuk berubah, umat tidak harus masuk ke dalam parpol tersebut tetapi cukup mendukung perjuangan parpol tersebut. Perubahan yang terjadi adalah perubahan bersama parpol dan orang di luar parpol. Pemikian ini berlandaskan pada pengertian bahwa masyarakat Islam adalah satu-kesatuan. Umat Islam bersatu secara integral sehingga perubahan satu elemen umat harus bersama-sama dengan elemen umat yang lain.
Perubahan umat tersebut adalah perubahan yang dilandasi oleh ideologi. Perubahan ideologi merupakan perubahan yang mendasar dengan menyentuh akar masalah krisis yang terjadi. Dalam sejarahnya, tidak ada perubahan masyarakat dalam suatu Negara tanpa didasari ideologi. Revolusi Bolshevick di Rusia, Revolusi Prancis bahkan kemerdekaan negeri ini pun dilandasi oleh ideologi.
Maka dari itu, parpol sebagai pengayom umat harus memiliki ideologi yang tegas dan jelas yakni ideologi Islam. Ideologi yang dimiliki oleh parpol senantiasa disampaikan kepada umat sehingga secara alami umat pun akan memiliki ideologi yang sama. Dengan begitu, umat pun paham akan esensi sebuah perubahan. Apabila umat sudah memiliki ideologi Islam dan mereka faham konsekuensi ideologi yang mereka miliki maka sudah dapat dipastikan umat tidak akan sulit diajak untuk melaksanakan syariat Islam.
Parpol Islam yang sekarang sudah ada jangan sampai kehilangan ideologinya. Apabila seperti itu, maka parpol akan mengalami kesulitan untuk memahamkan umat tentang konsekuensi ideologi yang mereka miliki. Meskipun umat mendukung parpol Islam tetapi umat akan sulit diajak untuk melaksanakan syariat Islam karena mereka mendukung parpol bukan karena ideologinya tetapi lebih karena parpol tersebut terlihat bersih, jujur dan digawangi oleh kaum muda. Parpol Islam seperti itu lupa untuk memahamkan umat tentang cita-cita parpol yang didambakan.
Pengaruh pemikiran asing menjadi pemicu mengendurnya ideologi yang dimiliki oleh parpol Islam. Mereka tidak dapat membedakan antara pemikiran yang berasal dari Islam dengan pemikiran Barat yang bertentangan dengan Islam. Pemikiran ini menggiring partai Islam untuk melupakan cita-cita mereka yang selama ini mereka teriakan. Mereka terjebak ke dalam lubang kesesatan sehingga membingungkan umat. Umat sudah tidak bisa membedakan antara parpol Islam dengan parpol sekuler karena pada prakteknya parpol Islam ini tidak membawa opini Islam. Mereka lebih senang meneriakan demokrasi, kebebasan dan keterbukaan daripada meneriakan syariah dan Khilafah dengan alasan untuk meraih dukungan umat.
Saya mengajak kepada seluruh parpol Islam yang ada untuk kembali kepada khittohnya yakni menegakan Islam dengan melaksanakan syariatnya. Sampaikanlah Islam apa adanya jangan ditutupi dengan alasan khawatir umat tidak dapat memahaminya. Yakinlah Alloh SWT menolong kita sebagaimana Dia menolong Rasulloh SAW ketika menyampaikan Islam di tengah masyarakat jahiliyah. Saat itu Islam terasa sangat asing tetapi bisa diterima oleh sebagian besar masyarakat Arab. Sekarang Islam bukanlah hal yang asing, orang kafir saja tahu kalau Islam itu ideologi yang memiliki aturan hidup. Ingat, pemikiran _khawatir tidak diterima oleh umat_ itu adalah gangguan syetan yang sudah menjadi boomerang! Jadi, mari jadikan parpol Islam sebagai garda terdepan dalam dakwah Islam yang ideologis!

Garut, 11 Agustus 2008

Sabtu, 26 Juli 2008

Pramuka, Apa Kabar?



Memperingati HUT Pramuka 14 Agustus 2008


Sejak dahulu Pramuka atau Kepanduan sudah menjadi tren masyarakat dalam rangka membina generasi muda yang tangguh dan bermoral baik. Setiap pembinaan yang dilakukan bertujuan untuk membentuk manusia yang tangguh dan mempunyai jiwa yang kuat. Konsepnya pun dibuat sedemikian rupa agar peserta didik terangsang untuk memperkaya pengetahuan mereka di luar jam belajar sekolah.
Pramuka merupakan wadah sosial yang mempunyai ciri khas di tengah-tengah kemajuan zaman. Kondisi sosial saat ini lebih cenderung mambawa anak muda melakukan hal-hal yang negatif dan sia-sia. Pramuka bisa menjadi tameng meskpiun dengan lingkup yang kecil. Perubahan cara berpikir manusia ikut membawa perubahan sosial masyarakat. Sikap hedonistis dan apatis menjadi kecendrungan masyarakat saat ini. Mereka sudah tidak peduli lagi dengan lingkungannya bahkan selalu menyalahkan pihak lain ketika menghadapi masalah yang ada.

Kepedulian Alumni Sudah Berkurang
Memang, dengan pemupukan rasa kepedulian sejak dini maka diharapkan para alumni Pramuka bisa melebur dengan masyarakat. Mereka bisa membawa masyarakat menuju ke area yang lebih baik. Namun yang terjadi malah sebaliknya dimana rasa kepedulian pun mulai berkurang. Kesibukan yang dialami menjadi problem tersendiri bagi para alumni.
Seharusnya ada transfor informasi dari senior kepada para juniornya. Dengan bagitu diharapkan Pramuka dapat membuka wacana berpikir para anggotanya. Regenerasi yang terjadi terasa lambat karena dalam Pramuka sendiri tidak wadah untuk itu. Apalagi dalam Pramuka sendiri kekurangan media untuk menyalurkan informasi kondisi Pramuka terdahulu kepada para penerusnya.

Pramuka Sulit Dijadikan Tempat untuk Berekspresi
Saat ini anak muda membutuhkan media untuk mengekspresikan diri mereka. Untuk itu mereka mencari wadah yang menampung aspirasinya. Musik, olahraga dan berbagai organisasi digeluti remaja dalam rangka mencari jati diri mereka. Dengan begitu, mereka merasa diakui oleh lingkungannya. Sudah menjadi tuntutan zaman ketika mereka harus mempunyai kelebihan dibanding yang lain sebagai ciri individu yang khas.
Hingga saat ini Pramuka tidak bisa menjadi tempat berkesprresi bagi sebagian besar remaja di Indonesia. Sifat Pramuka yang syarat dengan aturan menjadi salah satu alasan kenapa remaja tidak memilih Pramuka sebagai organisasi yang mereka masuki. Sifat remaja yang cenderung bebas tanpa aturan mengubah image Pramuka menjadi organisasi yang serem dan penuh dengan doktrinasi.
Budaya senioritas yanga ada dalam Pramuka tidak disukai oleh remaja saat ini. Apalagi opini negatif tentang senioritas dalam Pramuka sudah merubah perspektif remaja. Mereka tidak suka hal berbau-bau ‘seragam’ yang sudah menjadi ciri khas Pramuka sejak dulu. Dengan seragam yang dikenakan terkesan ada kekakuan dalam proses pendidikan Pramuka.

Opini Global Lebih Kuat
Opini global tentang modernasi ternyata lebih kuat dibandingkan dengan pola pendidikan dalam Pramuka itu sendiri. Setiap orang diajak untuk berpola hidup serba gampang dan materialistik. Pendidikan dalam Pramuka yang mengajarkan kemandirian sepertinya kalah bersaing. Orang sudah enggan untuk melakukan kegiatan di alam terbuka. Dimana mereka pun tidak mau menikmati kondisi serba sulit yang biasa dialami oleh para anggota Pramuka.
Pramuka terkesan kuno karena dianggap tidak bisa mengikuti perkembangan teknologi yang ada. Kegiatan Pramuka yang cenderung di alam terbuka dan penuh kesederhanaan sudah mulai tidak diminati remaja sekarang. Mereka lebih suka main videogame atau bermain musik di sela waktu kosong mereka. Hanya sebagaian kecil remaja yang bisa menikmati suasana alam terbuka.

Komoditas Politik
Penulis mohon maaf ketika mengatakan bahwa Pramuka sudah menjadi komoditas politik. Banyak orang yang bersedia aktif di Pramuka karena banyak para pejabat negara yang terlibat dengannya. Bahkan dalam banyak kegiatan Pramuka, Pemerintah rela mengeluarkan dana jutaan rupiah ketika ada kontilasi politik di dalamnya.
Untuk itu, para anggota pramuka sudah harus bisa mengakomodir hal ini. Jangan sampai banyak pihak yang justru menjadikan Pramuka kendaraan politik dalam rangka mencapai tujuan-tujuan politik. Dengan begitu, akan hilanglah esensi dari Pramuka itu sendiri.

Sudah saatnya para anggota Pramuka mengkaji kembali esensi dari Pramuka itu sendiri. Setiap kegiatan yag dilakukan harus bisa mencetak kader yang siap merubah kondisi masyarakat dengan memimpin mereka ke arah yang baik.