Selasa, 27 Mei 2008

Apakah BLT adalah Wujud Keadilan Sosial


Bantuan Langsung Tunai merupakan program bantuan yang digulirkan pemerintah dalam menyertai kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sejak 24 Mei 2008. Pemerintah telah menyiapkan dana sebesar Rp. 13 triliun untuk 19,1 juta keluarga. [1] Program ini diharapkan dapat menolong masyarakat dalam menghadapi krisis kenaikan harga BBM. Pada prakteknya, BLT ini diberikan kepada masyarakat miskin berupa uang tunai sebesar Rp. 100.000,- perbulan. Kantor pos akan menjadi mediator penyaluran BLT ini dengan penyaluran Rp. 300.000.- untuk 3 bulan/tahap pertama. Penyalurannya pun akan dilakukan berangsur di beberapa kota.

Lalu, apakah program BLT ini berjalan dengan mulus? Ternyata masih ada aparat di daerah yang menolak BLT dengan alasan yang beragam. Menurut Ketua Umum Persatuan Kepala Desa Nusantara, Sudir Santoso BLT dapat merusak pranata sosial yang ada di pedesaan. Pengalaman pahit yang dialami para Kepala Desa saat program BLT 2005 digulirkan didapat dari 62.828 kepala Desa se-Indonesia, 7 % menjadi korban amuk warga. Ada rumahnya yang dibakar, dianiaya, dijotos bahkan ada yang sampai tewas.[2]

Penolakan pun ternyata tidak hanya datang dari para Kepala Desa, Bupati Cirebon Dedi Supardi pun menolak BLT yng dikucurkan oleh pemerintah pusat. Program tersebut diyakini hanya akan menimbulkan konflik di masyarakat. Dia melanjutkan, jika pemerintah masih menggunakan data keluarga miskin yang lama, maka banyak keluarga yang tidak mendapatkan bantuan. Selain dari Bupati Cirebon, penolakan pun datang dari Gubernur Kalimantan Timur.[3]

Apabila dicermati, BLT ini lahir dari konsep Keadilan Sosial versi Kapitalisme. Pada faktanya bantuan ini hanya diberikan kepada orang yang terkategori miskin. Padahal tidak ada definisi yang jelas tentang siapa yang layak disebut ‘orang miskin’. Wajar jikalau akan terjadi ketimpangan dalam penyaluran program BLT ini karena data yang disodorkan pun tidak valid lagi. Program ini terkesan tergesa-gesa apalagi data yang digunakan adalah data tahun 2005 dengan hanya sedikit verifikasi.

Dalam konsep Keadilan Sosial versi Kapitalisme orang miskin itu akan dibantu dengan cara memberikan uang atau bantuan lain dengan cuma-cuma. Kelihatannya bagus, padahal itu hanya sebuah upaya para kapitalis untuk menyumbat mulut orang miskin supaya tidak bersuara ketika harga BBM dinaikan. Ironi, orang miskin dikasih uang secara cuma-cuma tetapi subsidi BBM dicabut padahal BBM adalah milik umum. Pemerintah bertanggung jawab memenuhi semua kebutuhan BBM untuk rakyat tanpa pandang bulu (si kaya dan si miskin) karena BBM adalah milik umum. Kepemilikan BBM tidak terletak pada si kaya atau si miskin tapi itu adalah milik umum yang harus terpenuhi haknya secara merata tidak memandang apakah dia kaya atau miskin. Rasululloh bersabda : “Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput dan api.” Maksud ‘api’ dalam hal ini termasuk BBM sebagai sumber api.[4]

Apabila ada orang yang berpendapat bahwa subsidi BBM itu hanya untuk orang miskin , itu merupakan pemikiran yang keliru. Subsidi yang diberikan itu pada benda bukan pada orang seperti yang dikatakan Juru Bicara Kepresidenan, Andi Malarangeng di media masa. Seharusnya subsidi itu pada BBM-nya bukan pada orang miskinnya. Karena pada dasarnya subsidi pada BBM-nya juga merupakan subsidi untuk penggunanya (kaya dan miskin).

Dengan subsidi BBM-nya diharapkan kestabilan harga akan terjaga karena harga bahan bakar sebagai faktor produksi masih stabil. Dengan kondisi sekarang ini, justru yang terjadi adalah keanehan. Pemerintah menghamburkan Rp. 13 triliun hanya untuk menyuap orang miskin sedangkan harga komoditas semakin naik. Meskipun dikasih uang untuk meningkatkan daya beli masyarakat tapi jumlahnya pun tidak sesuai dengan harga komoditas yang harus dibeli masyarakat. Kekhawatiran terjadinya inflasi tidak dapat dipungkiri karena bagaimanapun dengan BLT tidak dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

Sungguh hal ini menunjukan dengan jelas bahwa konsep Keadilan Sosial versi Kapitalisme adalah kezaliman. Sebab negara mempunyai tanggung jawab memberi pemenuhan seluruh kebutuhan primer umat tiap individu akan barang dan jasa yang dibutuhkannya seperti kesehatan, pendidikan, bantuan hukum dan pemeliharan keamanan. Terhadap perkara-perkara ini, baik si kaya atau si miskin, kuat atau lemah sama-sama membutuhkannya. [5] Dalam kasus BLT ini, seharusnya bantuan diberikan kepada seluruh rakyat (si miskin dan si kaya) jika negara mampu. Tapi, kenyataannya negara ini sedang bangkrut jadi pemerintah harus cerdas untuk menggunakan anggaran yang ada dengan cermat dan tepat.

Konsep Keadilan Sosial versi Kapitalisme ini hanya menjadi obat bius bagi manusia supaya manusia tidak menyadari akan kebrobrokan sisem kapitalisme. Maka dengan tindakan demikian secara otomatis hal ini akan memperpanjang umur dan penerapan sistem kapitalis. Oleh karena itu kita tidak boleh untuk mempropagandakan dan berupaya menerapkannya.[6]


[1] BLT Akan Diperpanjang Hingga Tahun Depan Koran Tempo, (17/05/08)
[2]
Daerah Tolak Dana Bantuan Tunai. Koran Tempo (19/05/08) : A9
[3]
Ibid.
[4]
HR. Abu Dawud dan Ahmad dalam Al-Maliki, Abdurahman. 2001. Politik Ekonomi Islam. Penerbit Al-Izzah. Bangil. h. 34
[5]
Al-Maliki, Abdurahman. 2001. Politik Ekonomi Islam. Diterjemahkan oleh Ibnu Sholah.Penerbit Al-Izzah. Bangil. h. 34
[6]
Ibid.

Rabu, 21 Mei 2008

Kebangkitan Nasional atau Kebangkrutan Nasional?[i]


Pada tanggal 20 Mei rakyat Indonesia selalu memperingatinya dengan Hari Kebangkitan Nasional. Berbagai acara digelar untuk memeriahkan hari tersebut. Bahkan beberapa partai politik nasional menggunakan kesempatan ini untuk berkampanye.

Seratus tahun sudah Indonesia menuju kebangkitannya. Indonesia masih tetap saja belum mencapai kebangkitan yang diinginkan apalagi masih banyak mengundang pertanyaan tentang tanggal yang harus diperingati yakni sejak 20 Mei 1908, sebagai hari lahirnya Boedi Oetomo.[ii] Banyak fakta menyebutkan bahwa negeri ini mengalami kemunduran dalam berbagai bidang kehidupan. Reformasi yang digulirkan 10 tahun yang lalu hanya sebuah angin lalu yang tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap perubahan kondisi negeri ini. Malahan yang terjadi adalah sebaliknya, pergantian rezim hanya menambah keruhnya suasana negeri ini.

Dalam bidang politik Indonesia mengalami kericuhan yang tidak kunjung selesai. Proses demokratisasi yang ditawarkan sebagai solusi hanya dijadikan alat untuk meraih kekuasaan dalam rangka memeras uang rakyat. Pemilihan kepala daerah hanya menjadi acara seremonial belaka, tak lebih seperti panggung sandiwara.

Reformasi yang mengagungkan Hak Azasi Manusia (HAM) memberikan upaya pengrusakan aqidah umat Islam di Indonesia. Bermunculannya berbagai aliran sesat seperti Ahmadiyah, Al-Qiyadah Islamiyah dan aliran sesat lainnya menambah kerumitan Indonesia dalam bidang sosial. Pendidikan nasional yang semakin kapitalistik membuat banyak anak yang putus sekolah dan tidak dapat meraih cita-citanya untuk sekolah lebih tinggi lagi. Apalagi sistem pendidikan yang ditawarkan tidak dapat membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa malah sebaliknya menghasilkan manusia-manusia hedonis, individualis bahkan liberalis.

Ekonomi Indonesia yang semakin tidak menentumenjadi bukti kegagalan reformasi. Kita tinggal menunggu kebangkrutan negeri ini. Campur tangan kaum kapitalis (seperti IMF, World Bank) adalah salah satu penyebab kebangkrutan ekonomi Indonesia.[iii] Cengkraman Kapitalisme global tidak dapat dilawan oleh Indonesia, karena Indonesia sendiri sudah masuk ke dalam ‘pukat harimau’-nya perusahaan-perusahaan asing yang menguasai berbagai sumber tambang, minyak, gas dan berbagai sektor penting lain. Padahal sektor tersebut adalah perusahaan milik umum yang harus dikelola oleh negara untuk kepentingan rakyat.

Lalu, kebangkitan seperti apa yang kita inginkan? Ada orang yang berpendapat bahwa kebangkitan nasional ditandai dengan bangkitnya perekonomian dalam negeri. Atau bahkan ada yang berpendapat bahwa kebangkitan yang hakiki hanya akan dicapai dengan kebangkitan akhlaq setiap individu manusia. Ternyata, kebangkitan yang hakiki adalah kebangkitan yang didasarkan pada fikroh menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan (akidah). Kebangkitan perekonomian dan kebangkitan akhlaq tidak akan melahirkan kebangkitan yang hakiki, melainkan kebangkitan yang semu. Kedua hal tersebut hanyalah hasil dari kebangkitan yang hakiki.

Sekarang, aqidah yang mana yang akan kita jadikan landasan sebuah kebangkitan. Aqidah sekuler telah nyata membawa negeri ini menuju kebangkrutan. Atau, aqidah sosialis-komunis yang nyata-nyata telah bangkrut dan ditinggalkan para pmeluknya. Atau, aqidah Islam yang didasarkan pada ruh, yang mengakui eksistensi Alloh SWT dengan segala otoritasnya dalam seluruh aspek kehidupan.

Jadi, kabangkitan fikiranlah yang akan membawa umat ini menjadi lebih baik. Bukan dengan merubah Undang-undang, demokratisasi bahkan reformasi yang hanya melahirkan solusi parsial. Kebangkitan Indonesia akan terjadi apabila sudah terhimpun fikroh Islam dan membangun pemerintahan berdasarkan fikroh Islam yakni Daulah Khilafah Islamiyyah.[iv]


[i] Makalah yang sama juga disampaikan oleh Hady Sutjipto, SE., MSi. dalam Diskusi Publik Menuju Kebangkitan Indonesia, Selamatkan Indonesia dengan Syari’ah di Mesjid Istiqomah, Bandung tanggal 20 Mei 2008

[ii] Menurut KH Firdaus AN , Hari Kebangkitan Nasional seharusnya diperingati sebagai hari lahirnya Sarekat Dagang Islam (16 Oktober 1905) seperti yang dikutip Rizki Ridyasmara dalam artikelnya ’20 Mei Bukan Hari Kebangkitan Nasional’ dalam http://www.eramuslim.com

[iii] Revrisond Baswir. 2006. Mafia Barkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta: hal. 64

[iv] Ir. M. Rahmat Kurnia, M.Si. dalam Diskusi Publik Menuju Kebangkitan Indonesia, Selamatkan Indonesia dengan Syari’ah di Mesjid Istiqomah, Bandung tanggal 20 Mei 2008

Rabu, 14 Mei 2008

HTI Tuntut Nasionalisasi Perusahaan Migas

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menuntut pemerintah untuk melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan minyak dan gas di Indonesia.“Migas yang ada itu harus sepenuhnya dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini BUMN untuk kesejahteraan rakyat. Bukan seperti sekarang ini. Sekarang lebih banyak dikelola oleh asing, hanya 10 persen yang dikelola pemerintah, ” ujar Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, di sela-sela orasi dalam aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, di depan Istana Negara, Selasa(13/5).

Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto menilai, kenaikan BBM, kelangkaan sembako, dan juga kesulitan hidup yang dihadapi rakyat Indonesia, sebagai dampak diterapkannya kapitalisme sekuler, baik dibidang ekonomi dan politik.

Karena itu, menurutnya, sudah saatnya sistem kapitalis yang selama ini mencengkram dan menimbulkan kesengsaraan rakyat harus diganti dengan penerapan sistem ekonomi Islam berlandaskan pada syariah yang dikelola secara adil dan mandiri.

Yusanto mengatakan, HTI mempertanyakan penjelasan pemerintah bahwa dengan kenaikan harga minyak mentah dunia, subsidi makin meningkat. “Ini patut dipertanyakan karena tidak semua minyak yang kita pakai itu impor. Karenanya aneh bila itu kemudian disetarakan dengan harga internasional. Kita itu masih memproduksi 910 ribu barel setiap hari. Mustinya kalau kita mau bicara tentang subsidi, itu adalah minyak yang diimpor, bukan seluruh minyak yang kita pakai, ” tandasnya.

Begitu pula dengan penjelasan pemerintah bahwa dengan dinaikkannya BBM akan mengurangi jumlah orang miskin di Indonesia. Menurut Ismail, hal ini bertentangan dengan berbagai simulasi yang diselenggarakan oleh para pakar yang menyatakan bahwa kenaikan BBM justru akan menambah jumlah orang miskin sebesar 26 juta jiwa.

Ismail juga menambahkan, Pemerintah harus memperbaiki hubungan antara pemerintah dan rakyat yang selama ini berlangsung seperti penjual dan pembeli. “Hubungan antara rakyat dan Pemerintah itu harusnya seperti antara pemilik BBM itu sendiri dengan pihak yang mendapat mandat untuk mengelola sehingga rakyat berhak mendapatkan miliknya itu dengan harga yang murah, ” tambah Ismail.

Jika tuntutan ini tidak dipenuhi oleh Pemerintah, HTI akan menganggap bahwa pemerintahan SBY-JK adalah pemerintahan yang dzalim dan tidak patut didukung lagi. Aksi ini juga selain diikuti oleh ratusan orang dari ormas Hizbut Tahrir Indonesia, juga dikuti beberapa rekan mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) MPO.

Selain berorasi, mereka juga meneriakkan takbir, dan yel-yel antaranya “SBY-JK, susah bensin ya jalan kaki”, “Kapitalisme…hancurkan, syariah… tegakkan.” (novel; www.eramuslim.com; Selasa, 13 Mei 08 18:11 WIB)

FSLDK Tolak Film Berbau Pornografi



Akhir-akhir ini jumlah film bergenre komedi sensual merebak kembali dikalangan masyarakat, sebut saja seperti XL (Extra large), Tali Pocong Perawan, DO (Droup Out), dan My Name is Dick. Film bergenre komedi sensual berbau pornografi yang terbaru dan akan segera dirilis pada 15 Mei 2008 adalah film Mau Lagi (ML).

Film yang mengumbar banyak adegan syur dan adegan ciuman yang cukup vulgar dan seronok ini sedang mendapat sorotan yang tajam dari masyarakat karena dianggap bernuansa pornografi. Walaupun sudah ada rating jelas untuk 17 tahun ke atas, namun tetap saja dengan banyaknya adegan yang seronok maka dikhawatirkan akan memberikan dampak buruk bagi perkembangan remaja.

Maraknya film-film berbau pornografi akhir-akhir ini ternyata tidak mendapat tanggapan tegas dari pemerintah. Kondisi yang demikian membuat para sutradara dan produsen film bebas berekspresi membuat film-film semau kehendaknya dan melupakan norma-norma dan peraturan yang ada.

Jarang sekali kita temui ada sutradara yang membuat film yang mendidik dan bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat. Yang sering kita jumpai adalah sebaliknya, film-film berbau mistik yang sangat tidak rasional, film remaja yang mengisahkan tentang cinta ”monyet” yang kerap kali dibumbui perselisihan dan pertengkaran, dan satu lagi film yang tidak mendidik yaitu film-film bernafaskan pornografi dan pornoaksi. Hampir semua film-film produksi bangsa kita bisa dikatakan junk film (film sampah) atau seperti ”tong kosong nyaring bunyinya” karena tidak ada hikmah/pelajaran yang bisa diambil dari film itu.

Masih adakah film buatan negeri yang edukatif dan bermanfaat? Jawabannya adalah mungkin ada, tetapi amat sangat sedikit sekali. Menurut pandangan kami, rendahnya moral para pembuat maupun penikmat film-film berbau pornografi berhubungan dengan pendidikan yang mereka peroleh.

Setidaknya ada 3 (tiga) faktor yang menyebabkan degradasi moral para pemuda, yaitu kurangnya pendidikan moral dan agama di sekolah-sekolah dan kampus-kampus, kurangnya perhatian orang tua dalam mendidik anak-anaknya khususnya dalam bidang agama dan akhlak (budi pekerti), dan lingkungan serta pergaulan sehari-hari yang tidak baik dan kondusif. Ini merupakan masalah yang sangat serius dan harus ada tindakan tegas dari pemerintah dan pohak-pihak yang bersangkutan. Pendidikan yang bermoral dan bekualitas adalah kekuatan besar kita untuk menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang unggul dan bermartabat.

Oleh karena itu, kami Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) mengajukan 7 (tujuh) sikap kami sebagai berikut:

1. Menolak dengan tegas atas diterbitkannya film ML

2. Mendesak kepada MUI, LSF, KPI beserta lembaga-lembaga yang terkait untuk melarang peredaran film yang berbau pornografi dan melakukan penyensoran secara ketat terhadap sebuah film yang akan beredar

3. Mendesak kepada pemerintah untuk segera mengesahkan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi dan membuat Perda Syari’at

4. Menghimbau kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem pendidikan dengan menambah porsi pelajaran agama atau menggalakkan program mentoring pendidikan agama di sekolah-sekolah atau di kampus-kampus.

5. Menghimbau kepada para sineas film untuk membuat film-film yang mendidik dan berkualitas.

6. Menghimbau kepada seluruh komponen masyarakat untuk tidak menonton film-film yang berbau pornografi karena akan berdampak pada hal-hal yang negatif

7. Menghimbau kepada masyarakat terutama orang tua agar lebih ketat dan memprioritaskan pendidikan agama terutama akhlak dan pergaulan kepada anak-anaknya.

Demikian pernyataan sikap kami. Semoga Negeri ini selalu menjadi Negeri yang unggul dan bermartabat. Amin...

Dhani Setiawan (Ketua Puskomnas Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus)

eramuslim.com

Rabu, 07 Mei 2008

Ahmadiyah, Masalah yang Berkepanjangan




Masalah Ahmadiyah menjadi masalah yang semakin berkepanjangan. Sejak ditetapkan sesat oleh MUI sejak tahun 1980, aktifitas Ahmadiyah bukannya surut tetapi malah semakin marak.[1] Masalah Ahmadiyah kembali mencuat akhir-akhir ini setelah terjadi bentrokan yang cukup serius di Parung, Bogor. Reaksi dari berbagai elemen umat Islam begitu keras. Kondisi ini menandakan bahwa kaum Muslimin tidak rela agamanya dinodai oleh orang-orang yang mengakui Nabi setelah Nabi Muhammad SAW.

Selain reaksi kontra, ternyata ada juga reaksi yang pro terhadap keberadaan Ahmadiyah ini. Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKBB) menurunkan massanya untuk menentang sikap sebagian besar umat Islam yang menentang keberadaan Ahmadiyah.[2] Sikap ini datang setelah terjadi pembakaran Mesjid Al-Furqon pada Senin, 28 April 2008 di Parakansalak, Sukabumi.[3] Menurut mereka sikap seperti ini adalah bentuk penindasan terhadap umat beragama. Pelanggaran Hak Azasi Manusia seperti ini tidak bisa ditoleransi apalagi sudah terjadi pambakaran Mesjid sebagai rumah Alloh. Bahkan, kalaulah melihat poster mereka ketika terjadi aksi demontrasi tertulis bahwa Ahmadiyah harus dilindungi.

Sikap mereka terlihat tidak hanya ketika terjadi pembakaran Mesjid Al-Furqon, tetapi sudah mencuat ke media sejak Badan Koordinasi Pengawas Aliansi Kepercayaan Masyarakat (Bakorpakem) meminta Ahmadiyah untuk menghentikan aktifitasnya. Menurut mereka sikap Bakorpakem tidak relevan dan melanggar perundang-undangan serta demokrasi modern.[4] Aliansi menilai keputusan Bakorpkem yang menyatakan bahwa Ahmadiyah sesat memancing tindak kekerasan kelompok minoritas. Todung Mulya Lubis sebagai anggota Aliansi menjelaskan bahwa larangan lembaga pemerintah terhadap aliran Ahmadiyah memunculkan mosi tak percaya di bidang penegakan HAM. Pemerintah dianggap melanggar hak berkeyakinan, berserikat serta hak mendapat kepastian hukum.

Kondisi ini membuat pemerintah kembali mengulur-ulur waktu untuk menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Ahmadiyah. Padahal pemerintah sudah berjanji akan menerbitkannya pada tanggal 5 mei 2008.[5] Pembahasan masih terganjal sejumlah perbedaan prinsipil. Perbedaan prinsipil tersebut sekitar pendapat ihwal sejauh mana wewenang negara dan pemerintah dalam mencampuri kehidupan beragama.[6]

Masalah Ahmadiyah bukanlah masalah kebebasan beragama dan berkeyakinan tetapi sudah keluar dari akidah Islam. Ketika orang mengimani Nabi setelah Nabi Muhammad yang bernama Mirza Ghulam Ahmad maka dia tidak mengakui nabi Muhammad sebagai nabi terakhir sebagaimana yang difirmankan oleh Alloh SWT dalam al-Quran surat Al-Ahzab ayat 40. “Sekali-kali Muhammad bukanlah bapak salah seorang lelaki diantara kalian, tetapi dia adalah utusan Alloh dan Nabi terakhir. Dan, Alloh Maha mengetahui segala sesuatu.

Apabila ada orang secara terang-terangan membela Ahmadiyah maka mereka pun secara terang-terangan untuk menentang ayat Alloh tersebut. Hal itu semakin memperjelas sebenarnya siapa yang menjadi agen orang kafir untuk merusak agama Alloh SWT. Padahal, kita sendiri tahu bahwa mereka adalah seorang muslim. Semoga Alloh menunjukan kepada mereka jalan yang lurus.



[1] Surat Terbuka kepada Presiden tentang Pembubaran Ahmadiyah. www.hizbut-tahrir.or.Id,
[2] Koran Tempo, 7 Mei 2008
[3] Koran Tempo, 30 April 2008
[4] Koran Tempo, 5 Mei 2008
[5] Eramuslim.com
[6] Seperti disampaikan Wakil Dewan Pertimbangan Presiden, Adnan Buyung Nasution. (Koran Tempo, 7 Mei 2008).


Senin, 05 Mei 2008

Tolak Kenaikan Harga BBM!


Saat ini rakyat Indonesia kembali dihadapkan pada kondisi yang semakin sulit. Rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM kembali membuat panik rakyat Indonesia. Bagaimana tidak panik, kenaikan harga BBM ini sudah terjadi beberapa kali. Di era Presiden SBY saja sudah terjadi 2 kali kenaikan harga BBM yakni bulan Maret 2005 dan Oktober 2005. Rencananya, kenaikan harga BBM rata-rata 28,7 % meliputi premium Rp. 1.500 menjadi Rp. 6000 per liter, minyak solar Rp. 1.300 menjadi Rp. 5.500 per liter dan minyak tanah Rp. 500 menjadi Rp. 2.500 per liter.

Dilematis, opsi kenaikan harga BBM ini mencuat setelah terjadi kenaikan harga minyak mentah dunia yang mencapai angka US$ 110 per barel. Harga minyak mentah dunia ini berpengaruh pada APBN dengn asumsi harga minyak mentah dunia US$ 95. Apabila harga BBM tidak dinaikan maka dikhawatirkan akan terjadi defisit anggaran sebesar 2,5 %. Padahal undang-undang hanya memperbolehkan defisit anggaran maksimal sebesar 3 %.dengan dinaikannya harga BBM maka defisit anggaran dapat ditekan menjadi 1,9 %. Selain itu dikhawatirkan akan terjadi inflasi yang tinggi yakni sekitar 13,2 %. Apabila harga BBM dinaikan maka diharapkan inflasi dapat ditekan pada angka 11,1 %. Selain itu, dengan kenaikan harga BBM pertumbuhan ekonomi menjadi lebih tinggi dari 5,8 % menjadi 6,0 %. 1)

Kalau lah kita mau jujur, wajarlah pemerintah mengalami ‘kepusingan’ menghadapi kenaikan harga minyak mentah dunia yang terus merangkak naik. Padahal sebenarnya, semua ini adalah akibat kesalahan pemerintah sendiri sejak awal berdirinya negeri ini. Privatisasi sumber energi (seperti minyak dan gas) adalah langkah ‘sesat’ pemerintah dalam menjaga stabilitas energi dalam negeri. Kalaulah, minyak dalam negeri digunakan untuk kebutuhan dalam negeri (tidak dikasih ke korporasi asing) maka cadangan energi dalam negeri akan relatif aman. Selain itu, dalih mengamankan APBN merupakan alasan yang keliru. Pada faktanya, anggaran yang ada dipakai juga untuk membayar utang Indonesia yang sangat besar. Pengurangan subsidi yang dilakukan saat ini adalah pesanan IMF dalam rangka “reformasi” perekonomian Indonesia pasca krisis 1997.


Tolak Kenaikan Harga BBM
Sebagai rakyat kita harus mempunyai sikap yang tegas yakni menolak kenaikan harga BBM, apapun alasannya. Dampak sosial yang akan timbul begitu besar apabila rencana ini akan bergulir pada awal Juni 2008 nanti. Bahkan mungkin bentrokan masyarakat akan terjadi sehingga situasi politik menjadi keruh. 3) Pengalihan dana subsidi menjadi dana Bantuan Lansung Tunai (BLT) hanyalah sebuah cara pemerintah untuk ‘membungkam’ mulut rakyat agar tidak serentak bersuara untuk menolak. Pada kenyatananya BLT yang digulirkan pada tahun 2005 pun tidak lantas mengurangi penderitaan rakyat. Karena besarnya nilai uang yang diberikan tidak sebanding dengan kenaikan berbagai komoditas di pasaran yang harus dibeli masyarakat akibat kenaikan harga BBM. Pengalihan alokasi dana untuk kebutuhan lain (seperti subsidi beras murah) hanyalah sebuah dalih yang keliru. Karena pada faktanya beras murah tidak mencapai semua kalangan. Yang terjadi adalah kenaikan harga beras akibat naiknya harga sarana penunjang produksi seperti pupuk (karena subsidi dikurangi).

Rencana pemerintah untuk menaikan harga BBM semakin memperjelas kebobrokan ideologi kapitalisme yang dianut negeri ini. Dalam sistem ekonomi kapitalisme setiap kebijakan pemerintah adalah kebijakan kaum kapitalis. Pemerintah hanya diberi kewenangan untuk membuat Undang-undang dan itu pun berpihak pada kaum Kapitalis. Jadi, hanya Islam (dalam naungan daulah Khilafah) yang dapat menjadi solusi pada situasi seperti ini. Dalam sistem ekonomi Islam, pemerintah diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Segala kebijakannya harus untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk kesejahteraan kaum kapitalis.

So, Tolak kenaikan harga BBM! Hancurkan Kapitalisme! Tegakkan Khilafah!


[1] Media Indonesia, 2 Mei 2008
[2] Revrisond Baswir. 2006. Mafia Barkeley dan Krisis Ekonomi Indonesia. Pusataka Pelajar. Yogyakarta: hal. 64
[3] Disampaikan oleh Tifatul Sembiring dalam Milad PKS di Gelora Bung Karno. (Koran Tempo, 5 Mei 2008)

Sabtu, 03 Mei 2008

Mencermati Eksistensi Peternakan di Indonesia

Dunia peternakan sebagai bagian dari salah satu komponen pembangunan di Indonesia menjadi hal yang sangat diperhitungkan. Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Bahkan pemerintah pun menjadikan peternakan sebagai komponen revitalisasi pertanian di Indonesia.
Keinginan pemerintah ini ternyata tidak dapat terealisasi dengan lancar. Karena ternyata terjadi ketimpangan di lapangan. Kondisi ini membuat berbagai pihak yang terkait kewalahan menanganinya.
Harga daging yang melonjak tinggi akhir-akhir ini adalah satu contoh nyata bahwa ternyata revitalisasi peternakan tidaklah semudah yang direncanakan. Harga pakan yang tinggi serta ulah spekulan yang tidak dapat dicegah merupakan salah satu penyebab tingginya harga daging.
Serangan penyakit juga menjadi hal yang dapat menghambat tercapainya program revitalisasi peternakan. Flu burung yang menyerang Indonesia akhir-akhir ini membuat menurunnya pendapatan para peternak unggas. Tidak bisa dipungkiri hal ini adalah buah dari opini publik yang sudah terbentuk.
Eksistensi peternakan Indonesia dapat kita cermati dari 4 aspek, yakni aspek sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya modal dan kebijakan pemerintah.
1. Aspek Sumber Daya Manusia
Akhir-akhir ini budaya beternak di Indonesia semakin menurun dan masyarakat pun cenderung beralih ke sektor industri dan perdagangan. Iklim dunia peternakan di Indonesia yang kurang menjanjikan membuat masyarakat mulai meninggalkan dunia peternakan. Masyarakat desa yang identik dengan dunia ternak dan dunia tani akhir-akhir ini mulai meninggalkan kebiasaan mereka tersebut. Banyak para generasi muda yang memilih berurbanisasi ke perkotaan.
Apabila kondisi ini terus berlangsung maka kita dapat memprediksi eksistensi dunia peternakan beberapa dekade ke depan. Peternakan rakyat di pedesaan akan mulai menghilang karena sudah tidak ada lagi penerus usaha keluarga yang biasanya dalam skala kecil.
2. Aspek Sumber Daya Alam
Sumber daya alam Indonesia sangatlah kaya dan berpotensi untuk kelanggengan peternakan. Namun bencana yang terus melanda Indonesia turut mempengaruhi kondisi peternakan. Apalagi saat ini kita melihat efek dari global warming yang sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Kekurangan air dan pakan menjadi problem utama dari peternakan yang tentu saja tidak dapat dihindari.
Dengan kondisi seperti ini maka peternakan kehilangan perannya dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Kegagalan ekosistem (akibat ulah manusia) menjadi hal yang sangat vital dalam keberlangsungan peternakan. Ekosistem yang tidak menunjang membuat peternakan mengalami perubahan siklus yang semestinya. Hal tersebut berpengruh pada manajemen, feeding dan breeding yang biasa berlaku di dunia peternakan. Contohnya, kebuntingan sapi yang sulit lagi diprediksi karena pakan yang tidak tersedia dengan baik. Atau, musim beternak ayam broiler yang tidak tentu karena cuaca buruk di sepanjang tahun.
3. Aspek Sumber Daya Modal
Sudah menjadi hal yang lumrah, ketika iklim usaha peternakan melesu maka secara otomatis para pemilik modal akan melirik sektor usaha yang lain. Sangat sedikit pemodal yang bersedia berinvestasi di dunia peternakan. Ketidakpastian usaha bisa menjadi bumerang bagi pengusaha. Bukannya keuntungan yang akan dicapai malah mungkin kerugian yang melanda pengusaha.
Pada kondisi ini pemerintah hanya bisa menghimbau pemodal untuk berinvestasi di dunia peternakan. Tapi apa mau dikata, pemerintah pun tidak bisa berbuat lebih banyak karena pemerintah sendiri tidak mempunyai cadangan devisa yang tinggi untuk memenuhi sekor peternakan. Hampir semua sumber daya modal diserahkan ke pemodal swasta yang notabene adalah pengusaha asing.
4. Aspek Kebijakan
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selama ini tidak selamanya berpihak pada peternak rakyat. Kebijakan impor yang mengalir deras membuat peternakan rakyat tidak mampu bersaing dengan produk luar negeri yang lebih murah. Misalnya, hampir semua daging sapi yang ada dipasaran dalah daging impor. Daging impor bisa lebih murah karena di negeri asalnya diberi subsidi yang dapat menurunkan harga. Sedangkan pemerintah Indonesia tidak dapat melakukan hal itu. Alih-alih subsidi, devisa negara saja terus menipis.
Kalah bersaing adalah faktor yang membuat masyarakat enggan untuk melakukan usaha peternakan. Masyarakat tidak mau rugi karena biaya produksi yang tinggi sedangkan harga jual yang murah. Tidak terdapat margin yang memadai diantara keduanya. Untuk itu masyarakat lebih tertarik memilih sektor lain dibanding sektor peternakan.

Maka dari itu, akankah peternakan di Indonesia tetap eksis di masa yang akan datang. Padahal peternakan adalah sektor penyedia surplus pangan bagi masyarakat. Apabila kebutuhan pangan saja belum bisa teratasi maka negara tersebut terkategori negara miskin. Untuk itu, semuanya kembali pada kita sebagai masyarakat Indonesia.

(Referensi : Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, ML. Jhingan, 2004)

Empat Kebijakan Ketahanan Pangan

Mencermati kenaikan harga bahan pangan berarti kita harus mencermati pula kebijakan pemerintah dalam ketahanan pangan di Indonesia. Selama ini banyak kebijakan yang diambil seperti pengaturan laju distribusi pangan, peningkatan bea dan cukai impor pangan dan kebijakan lain yang telah diambil oleh pemerintah Indonesia. Namun, semua kebijakan yang diambil tersebut hanyalah kebijakan temporer sebagai usaha menghadang laju kenaikan harga bahan pangan dalam negeri.
Untuk itu, harus ada kebijakan permanen yang bersifat jangka panjang dan meningkatkan ketahanan pangan dalam negeri dalam waktu yang lama. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat dibagi ke dalam 4 kelompok kebijakan, antara lain :
1. Kebijakan Kultural
Kebijakan kultural adalah kebijakan yang secara langsung berkaitan erat dengan komponen penunjang produksi pangan. Pemerintah harus berusaha meningkatkan produksi dengan penerapan teknologi yang sesuai dengan komoditas yang akan digarap. Misalnya, penggunaan traktor untuk membajak sawah atau penggunaan mesin perah untuk memerah susu sapi.
Selain itu, peningkatan sumberdaya manusia pun menjadi unsur penting yang harus dilakukan. Karena sumber daya manusia adalah komponen utama dalam laju produksi pangan. Pemerintah harus meningkatkan intensitas penyuluhan ke para petani dan peternak dengan berbagai metode dan materi. Petani diajak untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas komodits pangan yang digarapnya. Karena selama ini kualitas yang buruk menjadi salah satu penyebab sulitnya produk bersaing di pasaran.
Memang, kultur bertani petani di
Indonesiaakan berubah. Petani yang bertani dengan cara tradisional akan berubah menjadi petani konvensional dengan penerapan teknologi yang lebih modern.
2. Kebijakan Sektoral
Kebijakan sektoral adalah kebijakan pemerintah daerah dalam mengelola pertanian di daerahnya masing-masing. Di era otonomi daerah seperti sekarang, setiap daerah ingin menonjolkan komoditas unggulan setiap daerahnya masing-masing.
Adadaerah yang ‘melupakan’ sektor pertanian dan beralih ke sektor industri dan pertambangan dalam memenuhi pendapatan daerahnya. Supaya tidak terjadi hal demikian maka harus ada sinkronisasi kebijakan antara kebijakan pemerintah daerah dan kebijakan pemerintah pusat. Sinkronisasi tersebut diimplementasikan dalam kesepakatan antara menteri pertanian, menteri perekonomian, menteri perdagangan, menteri perindustrian dan pejabat daerah.
Selama ini sudah terjadi over fungsi dari setiap daerah. Misalnya daerah yang seharusnya sebagai sentra produksi beras malah berubah menjadi sentra indusri. Hal ini terjadi di daerah pinggiran Kabupaten Bandung.
3. Kebijakan Fiskal
Kebiajkan fiskal merupakan kebijakan yang berkaitan dengan keuangan nasional. Jangan sampai kebijakan yang dikeluarkan malah membuat mandeg sektor lain karena keuangan yang tidak memadai. Pemerintah harus bisa memberikan anggaran yang lebih besar unuk peningkatan produksi pertanian. Tentu saja anggaran itu harus sesuai dengan kebutuhan. Tidak ada istilah ‘over anggaran’ yang berdampak pada naiknya angka korupsi pada proyek yang diselenggarakan.
Meskipun kondisi keuangan Negara sedang buruk bukan berarti harus ‘mengundang’ investor asing untuk membuka usaha di dalam negeri. Justru kalau hal itu terjadi maka akan timbul problem baru yaitu kapitalisme pertanian. Sebaiknya sebisa mungkin kita menggunakan sumberdaya nasional yang ada. Misalnya membuka jalan bagi para pengusaha dalam negeri untuk menanam modalnya dalam sektor pertanian. Tentu saja pemerintah harus bisa memberikan jaminan masa depan usaha yang baik.
4. Kebijakan Bilateral/Multilateral
Kebijakan bilateral/multilateral merupakan kebijakan yang berkaitan dengan bentuk kerjasama ekonomi yang dijalin
Indonesiadengan Negara-negara lain di dunia. Kerjasama ekonomi seperti seperti APEC (Kerjasama Ekonomi Negara-negara Asia Pasifik), OPEC (Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak), dan AFTA (Organisasi Perdagangan Bebas) merupakan salah satu penyebab fluktuatifnya harga bahan pangan nasional. Dengan bentuk kerjasama seperti ini,
Indonesiatidak dapat menentukan kebijakannya sendiri. Kebijakan yang dikeluarkan harus disesuaikan dengan perjanjian kerjasama ekonomi yang telah disepakati.
Seharusnya pemerintah RI meninjau kembali kebijakan kerjasama ekonomi yang selama ini terjalin. Karena kerjasama tersebut merupakan bentuk imperialisme ekonomi
Indonesiaoleh Negara-negara maju. Misalnya, APEC (berdiri 1989) yang sengaja dibentuk untuk mengontrol laju ekonomi Negara-negara Asia Pasifik dan Amerika Latin. Sehingga Negara anggota APEC sulit untuk membendung produk impor yang masuk (biasanya lebih murah karena disubsidi). Dan tentu saja berpengaruh terhadap harga komoditas pangan dalam negeri. Kejadian seperti ini bukan hanya di
Indonesia, di Meksiko pun terjadi hal yang sama. Dimana para petani jagung sulit untuk bersaing dengan jagung impor asal Amerika yang harganya cenderung lebih murah. (Media
Indonesia, 11/2/2008).
Itulah kebijakan-kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah Indonesiauntuk mewujudkan ketahanan pangan. Keempat kebijakan tersebut saling berkaitan satu sama lain dimana dan tidak dapat dipisahkan. Apabila ada satu saja jalan yang tidak ditempuh maka akan sulit untuk mewujudkan Negara yang aman dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.