Senin, 22 September 2008

Kemaksiatan, Produk dari Pola Pikir Kita




Pernahkah kita memperhatikan kondisi sekeliling kita yang penuh dengan kemaksiatan dimana-mana. Kemaksiatan itu ternyata begitu kompleks. Pelacuran, pembunuhan hingga korupsi di tingkat elit politik sudah menjadi pemandangan sehari-hari di negeri ini. Tetapi, kita jangan dipusingkan dengan bagaimana cara menyelesaikan semua masalah tersebut karena ternyata semua itu beranjak dari cara pandang kita terhadap kehidupan ini, alam semesta ini dan realitas sosial diri kita sebagai manusia.
Kondisi negeri ini tidaklah seindah yang dibayangkan oleh orang tua kita dulu ketika kemerdekaan belum dicapai. Kerusakan sistem hidup negeri ini tidaklah seindah kata-kata yang dituangkan dalam draf Pancasila dan UUD 1945. Sebuah konsep negara yang telah diperjuangkan oleh orang-orang yang mati di medan perang demi tegaknya negeri ini ternyata tidak dapat membentuk negeri ini menjadi negara yang adil dan beradab. Sepertinya mereka akan menangis ketika menyaksikan negeri ini carut-marut tanpa arah pembangunan yang jelas.
Memang, akan terasa utopis apabila kita selalu memikirkan negeri ini untuk merubah kondisinya menjadi lebih baik. Kondisi masyarakatnya yang multietnis dan multikondisi tidak akan lepas dari cara pandang masyarakat itu terhadap suatu perkara. Jika cara pandang dia terhadap suatu perkara menyalahi fitrahnya sebagai manusia maka sudah dapat dipastikan dia akan terjerumus ke dalam lubang kesesatan.

Perubahan Dimulai dari Aqidah
Seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa perubahan kondisi masyarakat berangkat dari perubahan cara pandang dia terhadap kondisi dan tugas dia sebagai manusia, kondisi alam semesta dan kehidupan yang sedang dia jalani serta hubungan diantara ketiganya. Cara pandang terhadap ketiganya ini biasa disebut aqidah. Setiap orang akan memiliki perbedaan cara pandang dia terhadap kondisi disekitarnya tergantung dari aqidah seperti apa yang dimilikinya.
Jika seseorang beraqidah sekuler maka dia akan melihat kehidupan ini hanya untuk memenuhi nafsunya sebagai manusia. Dia akan bekerja membanting tulang demi tercapainya cita-cita hidup tanpa memandang apakah yang dilakukannya bertentangan dengan agama ataupun tidak. Cara pandang itu lahir dari sikap memisahkan kehidupan keduniaan dari intervensi agama. Dia beranggapan bahwa agama hanya ada di rumah ibadah atau di Mesjid tanpa harus ikut campur ke ranah kehidupan publik. Dengan begitu, tindakan suap-menyuap dianggap sah dalam pekerjaan sehari-hari. Begitu pula, menampakan aurat dimuka umum dianggap biasa saja karena menutup aurat itu hanya ada ketika melaksanakan sholat!
Aqidah sekuler ini turut melahirkan paham liberalisme dimana manusia dianggap memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja semaunya. Dia memiliki kebebasan untuk menentukan sikapnya sebagai manusia jika sikapnya itu dianggap wajar. Misalnya, dia merasa bebas untuk berpacaran tanpa harus karena hal itu dianggap biasa dan tidak merugikan orang lain. Selain itu, lieberalisme juga membawa setiap orang untuk berpikir sebebas-bebasnya tanpa adanya batasan yang menghalangi dia. Contohnya, ketika mereka menganggap bahwa al-Quran yang selama ini dibaca umat Islam sudah ketinggalan zaman. Entah disadari atau tidak, kebanyakan dari umat ini sudah memiliki pola pikir dan pola sikap yang liberal dimana Al-Quran tidak dijadikan pedoman hidup sebagian besar umat Islam.
Pada awalnya, pemikiran ini dianut oleh sebagian kecil dari masyarakat Muslim tetapi karena semakin banyak yang mempunyai pemikiran seperti ini maka wajar jika sudah menjadi pemikiran umat secara keseluruhan. Umat Islam seharusnya membentuk masyarakat Islam dengan memiliki pemikiran yang Islami pada setiap individu Muslim. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan yang Islami serta menegakan aturan kehidupan berdasarkan syariat Islam.
Banyak diantara kita yang kebingungan ketika berusaha untuk menerapkan aturan Islam di tengah-tengah masyarakat. Saking bingungnya, kita lupa menyampaikan pada umat kalau syariat Islam itu tidak mungkin dapat diterapkan di tengah-tengah umat jika sekulerisme masih ada dalam diri kita. Malahan kita cenderung beranggapan bahwa perbaikan akhlaq lebih diutamakan daripada membersihkan umat dari pemikiran kafir Barat. (Bukan berarti segala sesuatu dari Barat itu jelek lho…)

Syariat Islam sebagai Solusi

Apabila kita sudah memiliki pemikiran dan perasaan yang Islami maka umat Islam pun tidak akan menolak diterapkannya syariat Islam di tengah-tengah kehidupan. Secara alami umat ini akan senantiasa berbondong-bondong untuk meminta kepada penguasa yang sedang berkuasa untuk menjadikan syariat Islam sebagai aturan hidup. Bagitu pun penguasa yang diminta akan ‘legowo’ untuk menyerahkan kekuasaannya pada umat dan bersedia untuk menerapkan syariat Islam di tengah-tengah umat. Nah, peristiwa ini yang disebut tholabun nusroh sebagaimana kaum Anshor di Madinah bersedia menyerahkan kekuasaannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Banyak diantara kita yang ‘alergi’ ketika mendengar kata syariat Islam padahal seharusnya kita sudah terbiasa dengan hal itu. Bukankah sholat, zakat, puasa adalah bagian dari syariat Islam. Namun Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual saja tetapi juga mengatur bagaimana seorang Muslim melakukan transaksi ekonomi, berpolitik bahkan melakukan aktifitas sosial. Maka dari itu Islam layak disebut sebagai ideologi disamping ideologi Sekuler-Kapitalisme dan ideologi Sosialis-Komunisme.
Seorang Muslim tidak boleh memiliki sikap apatisme (tidak peduli) terhadap kondisi sekitar karena dalam tatanan masyarakat Islam diharuskan untuk bersikap kritis (amar ma’ruf nahi mungkar). Kondisi masyarakat Islam yang dinamis menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut karena mereka beranggapan bahwa masyarakat Islam adalah satu kesatuan yang integral dimana cela seorang Muslim sama dengan cela seluruh kaum Muslimin. Masih ingat, kenapa kaum Muslimin merasa gerah ketika banyak orang yang membela Ahmadiyah dengan alasan ‘kebebasan beragama’.
Insya Alloh, kalau konsep masyrakat Islam sudah ada ditengah-tengah umat ini maka seluruh kemaksiatan yang ada dapat diberantas. Selaian adanya amar ma’ruf nahi mungkar diantara sesama Muslim kemaksiatan pun akan segera diberantas oleh pemerintah Daulah Khilafah Islamiyah. Kholifah sebagai pempimpin umat Islam akan mengadopsi aturan Islam dan dijadikan Undang-undang negara. Jadi, bukan anggota parlemen yang membuat aturan seperti dalam demokrasi tetapi aturan itu sudah ada dalam syariat Islam. Kalau aturan tersebut terbilang baru maka Kholifahlah yang mengadopsi aturan itu melalui ijtihadnya atau ijtihad para ulama.
Kita jangan menganggap syariat Islam itu tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Justru, dengan syariat Islam keteraturan hidup akan tercapai sehingga terbentuk sebuah peradaban yang agung yang akan memimpin dunia. Bahkan, peraturan lalu-lintas pun dapat menjadi syariat Islam selama yang megeluarkan aturan itu adalah Daulah Islam. Begitu pun dengan peraturan yang lain yang biasa terjadi diera modern saat ini dimana sudah terjadi perkembangan teknologi.

Sederhanakan Pandangan tentang Syariat Islam
Apabila kita sudah memahami realitas diatas maka sudah saatnya kita menjadi orang yang terdepan memperjuangkan Islam. Dakwah adalah kewajiban setiap Muslim maka dakwah seorang Muslim pun dikonsentrasikan untuk melanjutkan kehidupan Islam dibawah naungan Daulah Khilafah.
Jangan pernah ada perasaan takut kalau dakwah kita tidak akan diterima oleh masyarakat karena bisa jadi perasaan itu datang dari syetan. Sering kita dikungkung oleh pemikiran betapa rumitnya apabila isu syariat Islam disampaikan di mimbar-mimbar masjid sehingga enggan untuk menyampaikannya di tengah-tengah umat. So, sederhanakanlah pemikiran kita tentang syariat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah karena ternyata kita cukup dengan merubah pola pikir kita menjadi pemikiran Islami. Bisa jadi, kemaksiatan yang terus meraja rela ini karena pola pikir kita yang masih sekuler dan enggan untuk mengakampanyekan Khilafah di tengah-tengah umat.

(mohon komentarnya...)

Garut, 22 september 2008

Sabtu, 06 September 2008

Mempersatukan Umat dengan Sikap Kritis

Ada banyak anggapan bahwa kemajuan taraf berpikir manusia ketika dia bisa bersikap kritis terhadap kondisi di sekitarnya. Terbangunnya sebuah peradaban ketika ada sebagian dari pelaku peradaban tersebut mencanangkan ide yang konstruktif. Dengan ide yang dimilikinya maka akan terjadi sebuah perubahan kondisi zaman yang sudah jenuh dengan ide lama. Perkembangan ilmu pengetahuan pun telah membawa sebuah peradaban ke taraf yang lebih tinggi derajatnya.
Dahulu, ketika Nabi Muhammad SAW belum lahir peradaban manusia mengalami kemerosotan hingga ke titik terendah. Harga nyawa manusia tidak lebih berharga dibandingkan seekor unta. Anak perempuan dikubur hidup-hidup padahal dia sendiri tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya hingga dia menerima siksaan begitu beratnya. Peradaban Romawi, Yunani, Persia, India dan Cina yang menjadi pusat peradaban tidak dapat mengangkat harkat martabat manusia. Malahan banyak diantara mereka dianggap seperti binatang yang dijadikan tontonan seperti sabung ayam!
Pada awal abad ke-7 Masehi, lahirlah seorang Nabi penutup yang memberikan penerangan bagi gelapnya peradaban manusia. Muhammad SAW. adalah sosok paling berpengaruh di dunia (versi. Michael Hard) dibandingkan siapa pun di dunia. Perubahan bentuk peradaban dari jahiliyah menjadi sebuah peradaban Islam yang kokoh, khas dan bermartabat diawali dari seorang tukang gembala domba. Beliau selalu kritis terhadap kondisi lingkungan masyarakat Arab yang sangat kacau tersebut. Seiring berjalannya waktu, mereka yang tadinya menolak ajakan Nabi Muhammad berubah dengan cepat menjadi pengemban dakwah di garda terdepan.
Ketika Raosululloh meninggal pun para pengemban dakwah ini senantiasa membangun peradaban dengan kekuatan ideologi yang lahir dari aqidah kuat dan khas. Kekuatan aqidah ini mendorong mereka untuk menaklukan 2/3 dunia dan menjadikannya wilayah yang makmur. Ideologi ini senantiasa terpelihara karena diantara mereka selalu saling mengkritik. Masih ingatkah ketika Umar bin Khottob pertama kali diangkat menjadi Kholifah? Beliau marah ketika tidak ada orang yang mau meluruskannya apabila berbuat menyimpang dari sunnah Rasululloh. Tapi, ternyata ada seorang pemuda yang siap mengkritiknya walaupun harus dengan sebilah pedang!i
Ya, memang seperti itulah hadloroh (peradaban) Islam akan senantiasa terpelihara. Lihatlah sekarang ketika hadloroh Islam sudah tidak menjadi pemimpin peradaban dunia, kekacauan terjadi dimana-mana. Ide yang Islami sudah hilang karena diantara umat Islam sudah ‘malas’ untuk salaing mengkritik. Mereka sudah ‘tidak peduli’ lagi terhadap kondisi disekitarnya. Sikap apatis merajalela dimana-mana sehingga wajar apabila ada kezoliman banyak uamt yang tidak memberikan reaksi. Banyak pemikiran Islam yang sudah tercampur dengan pemikiran kafir Barat. Ulama, cendikiawan dan sebagian besar kaum Muslimin merasa bangga apabila mereka menganut sekulerisme dan merasa malu apabila membawa pemikiran Islam. Bahkan lebih parah lagi ketika kita sendiri tidak menyadari kebobrokan ini!
Sikap kritis ini sudah menjadi ciri masyarakat Islam yang dinamis. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang terbangun secara integral. Mereka memiliki perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama yakni Islam (bukan yang lain). Umat Islam adalah umat yang satu sehingga apabila ada cela dari seorang Muslim sama saja dengan cela seluruh kaum Muslimin. Dengan begitu, sikap apatis (tidak peduli) tidak pernah ada dalam masyarakat Islam. Kemurnian aqidah, ideologi, dan pemikiran pun senantiasa terjaga. Mereka sadar apabila pemikiran Islam sudah tidak murni lagi maka peradaban Islam pun akan hancur. Kekhawatiran ini pun terjadi ketika Mustafa Kemal dan antek-anteknya mengacak-ngacak Daulah Islam dengan ide-ide kufur seperti demokrasi dan nasionalisme. Masyarakat Islam waktu itu sudah tidak dapat lagi membedakan antara pemikiran Islami dan pemikiran kufur sehingga peradaban Islam pun sirna dari muka bumi. Kondisi itu berlangsung hingga hari ini!ii

Mari Satukan Persepsi!
Berdasarkan uraian di atas maka saya mengajak kepada seluruh kaum Muslimin untuk menghidupkan kembali sikap kritis diantara sesama kaum Muslimin. Sikap ini sebagai upaya membentuk kembali pemikiran Islami dengan memurnikannnya dari pemikiran kufur. Apabila ditengah-tengah umat sudah terbangun pemikiran yang Islami maka persatuan umat pun akan terjalin. Secara alami ideologi Islam pun akan terbangun dan kembali memimpin peradaban dunia.
Banyak orang yang beranggapan bahwa sikap kritis ini akan memecah belah umat. Saya pikir anggapan itu keliru. Faktanya justru ketika tidak ada sikap kritis di tengah-tengah umat maka kondisi umat pun semakin melemah. Justru dengan sikap kritis ini maka ada upaya saling mengingatkan jikalau diantara kita ada yang sudah teracuni oleh pemikiran kufur. Kita harus mempersatukan persepsi dengan mengopinikan Islam ketengah-tengah umat. Apabila apa yang kita opinikan itu sama, maka secara alami persatuan umat pun akan terjalin.
Maka dari itu, kita jangan sakit hati ketika ada saudara kita yang mengkritik jalan dakwah yang selama ini kita tekuni. Bisa jadi kita sudah memilih jalan yang keliru. Bisa jadi kita sudah terjebak ke dalam lubang kemaksiatan dengan senantiasa mengopinikan demokrasi, sekulerisme dan nasionalisme. Salah besar apabila ada ungkapan “ya sudah, kita jalani saja apa yang kita yakini”. Ungkapan tersebut sangat digemari oleh orang kafir karena sebagai ciri dari terpecahnya umat ke dalam kotak-kotak kehancuran.
Saya pikir, selama tidak ada opini yang sama tentang Islam di tengah-tengah umat maka kebangkitan umat ini tidak akan pernah terjadi. Umat bingung mana yang harus mereka ikuti. Sehingga ketika umat diajak untuk melakukan sebuah perubahan maka mereka pun ramai-ramai untuk mundur dan menjauh dari para pengemban dakwah. “Bagaimana Islam ini akan bersatu, diantara para ulama sendiri masih masing-maisng!”, mungkin begitulah pola pikir sebagian umat Islam.

Kritis Bukan Berarti Demokratis!
Sebagian besar diantara kita menganggap bahwa sikap kritis adalah sikap yang demokratis. Dengan sikap kritis maka tidak ada kesewenang-wenangan diantara kita. Pendapat tersebut keliru. Kita harus membedakan pembahasan antara sikap kritis dan demokrasi. Demokrasi sendiri merupakan ide/pemahaman yang intinya menjadikan manusia sebagai sumber dari hukum/peraturan yang diterapkan dalam suatu negara. Jadi, apabila ada seorang mahasiswa yang mengkritik Rektor bukan berarti mahasiswa tersebut demokratis. Sikap itu hanya sebuah luapan emosi atas ketidak setujuan mahasiswa tersebut terhadap kebijakan Rektor.
Begitu pun sikap para sahabat Rosul yang selalu saling mengkritik bukan berarti mereka bersikap demokratis. Sikap kritis mereka semata-mata dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Sikap yang sangat diperintahkan oleh Alloh SWT. Jadi, jangan ada ungkapan dari kita untuk mengajak orang bersikap demokratis tetapi ajaklah orang untuk saling mengingatkan yang berdasar pada syariat Islam. Justru, apabila kita mengajak orang untuk bersikap demokratis maka sama saja kita membawa orang untuk masuk lubang buaya!

Predikat Umat Terbaik
Maha Benar Alloh ketika memberikan predikat umat terbaik kepada umat Islam. Alloh SWT berfirman dalam QS. Ali-Imron ayat 110:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Namun predikat itu sudah luntur karena diantara kita terbentuk sikap apatis. Maka wajar ketika Alloh menjadikan umat ini sebagai umat yang berperadaban rendah karena kita sendiri sudah enggan untuk membangunnya.
***
Demikian tulisan ini saya buat sebagai curahan hati saya ketika melihat kondisi umat yang terpecah belah. Dengan segala kerendahan hari saya pun memohon saran dan kritiknya dengan mengirimkannya ke muhammadyusufansori.blogspot.com atau e-mail ke ansorfapet@yahoo.com

Selasa, 02 September 2008

Nasionalisme Mengalahkan Ukhuwah Islamiyah




Sulit dipahami ketika ternyata nasionalisme mengalahkan ukhuwah Islamiyyah yang seharusnya ada dalam setiap diri kaum Muslimin. Kekuatan isu nasionalisme lebih banyak membius pemikiran kaum Muslimin dibandingkan ukhuwah Islamiyyah yang sudah digariskan oleh Alloh dan Rosul-Nya. Kaum Muslimin sudah terkotak-kotak kedalam berpuluh negara bangsa.
Umat Islam terpecah belah menjadi wilayah-wilayah kecil sebagaimana dahulu orang Barat kembali merangkul Jahiliyah Romawi dan Yunani. Bendera tauhid digantikan oleh bendera masing-masing negara dengan berbagai warna. Dengan kondisi itu menjadikan kaum Muslimin tidak memiliki ikatan komunikatif-solidaritatif. Ikatan inilah yang dapat mempersatukan visi dan misi umat Islam yang lahir dari persamaan ideologi yakni Ideologi Islam.i
Karena nasionalisme sudah menjalar ke berbagai penjuru dunia, maka wajar jika ada anggapan kalau orang Malaysia asing bagi orang Indonesia. Orang Arab pun asing bagi orang Afrika apalagi adanya perbedaan ras diantara mereka. Jika dilihat perasaan ini memang akan dianggap biasa saja. Namun justru perasaan ini yang membuat sulitnya umat Islam di seluruh dunia untuk bersatu. ‘Egoisme kawasan’ pun timbul seiring dengan semakin kuatnya keinginan setiap negara untuk saling mempengaruhi dan menguasai.
Jangan aneh kalau sikap apatis timbul dari sebagian besar kaum Muslimin. Mereka merasa masalah kaum Muslimin di Palestina hanyalah masalah bagi orang Palestina saja. Tidak ada pikiran untuk membantu orang Palestina ketika Israel memborbardir pemukiman mereka.
Saya pun suka aneh sama Ulama yang mengajak kita untuk membantu orang Palestina tetapi masih menjadikan nasionalisme sebagai jargon politiknya. Padahal kalau mau ya jangan bawa-bawa nasionalisme tapi pakai satu bendera saja buat ngusir Palestina. Bendera itulah yang menjadi simbol bersatunya umat Islam di dunia. Ar-Roya dan al-Liwa itu juga yang dipakai Rosululloh ketika menaklukan kota Mekah.ii Ya nggak?
Memang, bendera itu hanya sepotong kain, tetapi itu adalah produk dari faham nasionalisme itu sendiri. Rasa bangga ketika membawa bendera Merah Putih secara alami ada dalam diri orang Indonesia. Namun ketika membawa bendera Amerika terkadang justru kebencian yang ada karena negara adidaya ini selalu bersikap sombong.
Kalau kita mau menjalin ukhuwah Islamiyah diantara sesama Kaum Muslimin maka hapus berbagai gambar bendera di otak kita. Bukan hanya mengadakan konferensi umat Islam saja yang bisa kita lakukan. Tetapi satukan ide untuk menghapus segala pengahalang. Bisa jadi konferensi antar bangsa yang sekarang terjadi hanyalah upaya untuk melanggengkan perpecahan ini.
Contoh kongkritnya adalah OKI (Organisasi Konferensi Islam), organisasi ini ternyata tidak bisa mengakomodir kepentingan umat Islam di dunia. Sekat negara diantara mereka tetap tidak bisa membawa opini yang sama untuk bebas dari segala bentuk penjajahan malahan isi konferensinya pun cenderung menjauh dari problem umat yang sebenarnya. Mereka lebih suka membahas masalah ekonomi. Melihat kondisi tersebut sering OKI dipelesetkan jadi O…I See (OIC). O ya..saya tahu…
Selain OKI masih banyak organisasi konferensi Islam yang cenderung menjauhkan umat dari masalah sebenarnya. Ide ‘kemerdekaan’ suatu negara dalam satu batas wilayah sepertinya mengalahkan pentingnya umat bersatu dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Konferensi-konferensi dihadiri oleh banyak cendekiawan Muslim yang berpengaruh di negeri mereka tetapi sepertinya tidak mendapatkan titik terang permasalahan umat.
Malahan sering isu yang diangkat adalh isu yang jauh dari nilai-nilai Islami yang seharusnya mereka junjung tinggi. Ide Hak Azasi Manusia (versi Barat), demokrasi, dialog antar peradaban dan begitu banyak isu sejenis yang justru menjauhkan umat dari apa yang selama ini diinginkan. Seakan-akan isu itu penting untuk dibahas karena merupakan jalan menuju kebangkitan Islam. Ternyata, hingga buku ini ditulis persatuan itu belum tercapai.
Tahukah kita, isu tersebut diangkat sebagai upaya kafir Barat memecah belah umat.iii Mereka menggiring opini yang ada untuk menyibukan umat Islam dengan masalah negerinya sendiri. Misalnya, PBB menyerukan Israel untuk memberikan kemerdekaan pada Palestina. Secara serentak umat Islam di dunia mendukung ide ini. Mereka setuju jika Palestina merdeka dibawah satu bendera, Palestina Merdeka. Padahal kemerdekaan Palestina akan membuka pintu masalah yang baru. Jika Palestina sudah merdeka, apakah kita masih tetap peduli terhadap nasib Palestina? Pasti rasa simpati kita secara alami akan terhapus. Dan kita pun disibukan kembali dengan urusan kita masing-masing. Dengan begitu, tidak akan ada lagi upaya untuk menyatukan umat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Kapan kita peduli masalah orang Malaysia?
Konkritnya, lihatlah negeri Indonesia ini! Negeri ini sudah merdeka secara fisik. Belanda dan Jepang sudah hengkang dari tanah air Indonsia tetapi kuku-kuku mereka masih menancap di negeri ini. Berbagai krisis terjadi dimana-mana dengan segala variasinya. Begitu pun Palestina, Kashmir, Mindanau, Xinjiang apabila sudah merdeka secara fisik dapat dipastikan nasibnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia! Tahu kenapa? Karena tidak ada institusi yang dapat menjaga kemerdekaan mereka.
Jadi, usul saya…jangan beri kemerdekaan untuk Palestina, Irak, Xinjiang, Kashmir, bahkan Mindanau!