Senin, 30 Maret 2009

Resensi Buku 'Kamal Attaturk, Pengusung Sekulerisme dan Penghancur Khilafah Islamiah'



Buku ini ditulis oleh seseorang dengan nama pena Dhabit Tarki Sabiq dan diterbitkan oleh Senayan Publisihing pada Juni 2008. Edisi Bahasa Indonesia yang dapat kita baca ini diterjemahkan dari edisi bahasa Arab dengan judul ar-Rhajul ash-Shanam, Kamal Attaturk. Buku ini dapat dengan mudah ditemukan di toko buku walaupun sebenarnya di Turki dilarang.
Pelarangan beredarnya buku ini berdasar pada sebuah Undang-undang tentang Kamalisme yang melindungi segala tingkah laku Attaturk dari berbagai kritik terhadapnya. Dalam buku ini dibeberkan segala kelakuan buruk Attaturk yang sebenarnya tidak pantas ada pada seorang pemimpin negara. Pelacuran dan pesta minuman keras selalu mewarnai kehidupannya tanpa ada yang berani untuk mengkritiknya.
Sejatinya, buku ini tidak hanya menonjolkan sisi pribadi Attaturk saja tetapi menampilkan jalan pemikirannya yang keji. Apabila kita telusuri maka ada beberapa hal yang dapat diambil kesimpulan dari cara berpikir Attaturk dalam rangka menghancurkan Daulah Islam dari jantung pertahanannya:
Pertama, Attaturk adalah seorang penyusup dan mata-mata yang hebat. Dia menjadi anggota tentara Turki Ustmani dan berhasil mencapai gelar Ghazi sebagai gelar tertinggi kemiliteran. Sikapnya yang pandai bermanis muka menjadikan dia seorang kepercayaan Sultan sehingga banyak kebijakan militernya yang justru menghancurkan eksistensi tentara Turki Ustmani.
Kedua, setelah berhasil menjadi orang penting dalam jajaran militer Ustmani maka dia tega untuk menjual negerinya sendiri kepada penjajah Eropa. Salah satu wilayah penting Daulah Islam waktu itu adalah Palestina yang telah dia berikan kepada Lord Allenby sebagai panglima tentara Inggris. Sikapnya yang keji ini membawa pada hancurnya Daulah Khilafah sedikit demi sedikit. Wilayah Daulah Islam yang begitu luas secara perlahan dia bagikan kepada penjajah tanpa rasa malu dan merasa berdosa. Begitu banyak dokumen yang membeberkan perbuatannya ini tapi banyak pula orang yang tidak mengetahui duduk perkaranya karena dokumen penting yang berhubungan dengannya dilarang untuk dipublikasikan.
Ketiga, ketika kondisi Daulah Islam mencapai puncak keterpurukannya maka dia tampil seakan menjadi pahlawan yang siap membela rakyat Turki dari kehancurannya. Isu ‘nasionalisme Turki’ menjadi senjata ampuh dalam rangka menjauhkan umat dari Khilafah dan Kholifah. Melalui partainya al-Ittihad wa at-Taroqi dia sebarkan opini bahwa rakyat Turki harus dapat hidup mandiri dan terlepas dari pengaruh bangsa Arab. Banyak orang yang termakan oleh opininya ini dan mendukung dia untuk memisahkan segala pengaruh budaya Arab dalam kehidupan rakyat Turki. Dengan begitu, timbul kebencian mereka terhadap orang Arab yang selama ini menjadi penguasa mereka. Puncaknya, mereka ingin terpisah dari wilayah Daulah Islam yang notabene mayoritas berbangsa Arab dan Persia.
Keempat, Kamalisme yang berarti sekulerisme menjadi jargon politik yang dia tanamkan di tengah masyarakat Turki. Ide ini menjauhkan umat dari Islam dengan sejauh-juahnya. Dia mengganti penggunaan Bahasa Arab sebagai bahasa sehari-hari menjadi bahasa Turki bahkan adzan pun diganti dengan bahasa Turki. Pakaian ala Arab pun dilarangnya dan diganti dengan pakaian orang Eropa pada umumnya sehingga tampak dengan jelas kebencian dia terhadap Islam. Dia menginginkan rakyat Turki sama dengan rakyat Eropa karena baginya Eropa adalah pusat kamajuan dunia yang harus ditiru segalanya tanpa terkecuali gaya hidupnya. Hingga kini, sekulerisme sudah merasuki benak rakyat Turki bahkan mereka malu jika menanggalkan identitas sekuler mereka walaupun mayoritas diantara mereka adalah Muslim.
Buku ini dapat menjadi tambahan informasi yang penting untuk mengetahui kondisi Attaturk yang sebenarnya. Jangan sampai masih ada yang mengkategorikan dia sebagai ‘tokoh Revolusi Islam’ seperti yang ditulis pada buku Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) untuk Madrasah Aliyah (MA). Saya tidak tahu apa motif dibalik penulisan ini, tetapi yang pasti Kamalisme/sekulerisme dicoba untuk dibenamkan dalam otak generasi Islam saat ini. Wajar jika umat ini senantiasa terpuruk karena umatnya sendiri sudah jauh dari Islam.

Jatinangor, 30 Maret 2009
Muhammad Yusuf Ansori