Rabu, 18 Februari 2009

Ketika Kita Menyambut Pemilu, Kekayaan Negeri Ini Diobral Murah


Gegap gempita Pemilihan Umum sudah terasa beberapa saat lalu hingga hari ini. Hampir setiap pemberitaan media massa didominasi oleh isu Pesta Demokrasi Rakyat Indonesia. Masyarakat seakan lupa sejenak tentang apa sebenarnya yang sedang terjadi di negeri ini. Angka kemiskinan yang terus naik, jumlah pengangguran yang semakin tinggi serta banyaknya oknum negeri ini yang ‘rela’menjual kekayaan alam negerinya dengan harga murah seakan luput dari pemberitaan media. Mungkin media enggan untuk menyampaikan isu ini karena berita seperti ini sudah tidak laku lagi di mata masyarakat. Mereka lebih suka menonton sinetron untuk melupakan segala kepenatan yang dialami di setiap detik waktu hidupnya.

Lagi, negara mengalami kerugian sekitar Rp. 20 triliun akibat ‘ketegaan’ oknum pengelola negeri ini. Kali ini ladang Gas Senoro, Sulawesi Tengah dijual oleh Pertamina dengan harga US$ 2,8 per mmbtu (milion metric british thermal unit). Padahal idealnya gas ini dijual dengan harga US$6 per mmbtu pada harga minyak US$ 44 per barel. (Media Indonesia, 16 Februari 2009). Tidak tahu kenapa, kok tega-teganya orang Pertamina menjual gas dengan harga murah ke China, Jepang dan Korea Selatan selama 15 tahun. Saya pikir, adanya pergantian direksi di Pertamina hanya bikin kisruh saja sedangkan yang memiliki peran sesungguhnya adalah para pengusaha asing. Mereka senantiasa menginterpensi negeri ini dalam bidang energi dan pertambangan.

Ya, itulah konsekuensi dari digunakannya sistem ekonomi liberal dengan ideologi Kapitalisme sebagai acuan pergerakannya. Ideologi ini selalu menguntungkan pihak para Kapitalis sehingga mereka menggunakan berbagai cara untuk menguasai negeri yang memiliki cadangan energi yang besar. Aneh, sering kita melihat antrian masyarakat untuk memperoleh bahan bakar gas atau berhentinya pabrik pupuk untuk berproduksi karena tidak adanya gas sebagai bahan baku tetapi gas yang kita miliki dijual keluar negeri dengan harga yang murah.

Adanya interpensi pihak asing sudah menjadi hal yang ‘lumrah’ ketika kita menyerahkan pengelolaan kekayaan negeri kepada para penguasa sekuler. Ketika Pemilu, rakyat memlilih mereka untuk menjadi wakilnya di parlemen. Para wakil rakyat ini adalah utusan para pengusaha karena bagaimanapun mereka dibiayai oleh perusahaan ketika berkampanye. Dengan begitu, ketika mereka duduk di kursi panas mereka pun rela melakukan apa saja yang sesuai dengan pesanan para penyokong dana.

Ketika kita tahu kelakukan mereka seperti itu, apakah kita akan memilih mereka lagi untuk mengelola negeri ini? Saya pikir, siapa pun yang kita pilih ketika sistem demokrasi yang masih dipakai maka akan senantiasa terjadi kekacauan pengeloaan negara karena setiap jengkal tanah di dunia ini sudah dimonitor oleh para Kapitalis. Kita jangan terpedaya oleh para kandidat pemimpin yang berjanji akan mensejahterakan rakyat atau ‘anti korupsi’ padahal sebenarnya mereka mengalihkan ‘solusi sesungguhnya’ negeri ini menjadi ‘solusi parsial’. Negeri ini tidak hanya butuh pemimpin yang bersih, jujur dan adil tetapi penguasa yang menjalankan Islam sebagai syariatnya!

Tidak ada komentar: