Selasa, 02 September 2008

Nasionalisme Mengalahkan Ukhuwah Islamiyah




Sulit dipahami ketika ternyata nasionalisme mengalahkan ukhuwah Islamiyyah yang seharusnya ada dalam setiap diri kaum Muslimin. Kekuatan isu nasionalisme lebih banyak membius pemikiran kaum Muslimin dibandingkan ukhuwah Islamiyyah yang sudah digariskan oleh Alloh dan Rosul-Nya. Kaum Muslimin sudah terkotak-kotak kedalam berpuluh negara bangsa.
Umat Islam terpecah belah menjadi wilayah-wilayah kecil sebagaimana dahulu orang Barat kembali merangkul Jahiliyah Romawi dan Yunani. Bendera tauhid digantikan oleh bendera masing-masing negara dengan berbagai warna. Dengan kondisi itu menjadikan kaum Muslimin tidak memiliki ikatan komunikatif-solidaritatif. Ikatan inilah yang dapat mempersatukan visi dan misi umat Islam yang lahir dari persamaan ideologi yakni Ideologi Islam.i
Karena nasionalisme sudah menjalar ke berbagai penjuru dunia, maka wajar jika ada anggapan kalau orang Malaysia asing bagi orang Indonesia. Orang Arab pun asing bagi orang Afrika apalagi adanya perbedaan ras diantara mereka. Jika dilihat perasaan ini memang akan dianggap biasa saja. Namun justru perasaan ini yang membuat sulitnya umat Islam di seluruh dunia untuk bersatu. ‘Egoisme kawasan’ pun timbul seiring dengan semakin kuatnya keinginan setiap negara untuk saling mempengaruhi dan menguasai.
Jangan aneh kalau sikap apatis timbul dari sebagian besar kaum Muslimin. Mereka merasa masalah kaum Muslimin di Palestina hanyalah masalah bagi orang Palestina saja. Tidak ada pikiran untuk membantu orang Palestina ketika Israel memborbardir pemukiman mereka.
Saya pun suka aneh sama Ulama yang mengajak kita untuk membantu orang Palestina tetapi masih menjadikan nasionalisme sebagai jargon politiknya. Padahal kalau mau ya jangan bawa-bawa nasionalisme tapi pakai satu bendera saja buat ngusir Palestina. Bendera itulah yang menjadi simbol bersatunya umat Islam di dunia. Ar-Roya dan al-Liwa itu juga yang dipakai Rosululloh ketika menaklukan kota Mekah.ii Ya nggak?
Memang, bendera itu hanya sepotong kain, tetapi itu adalah produk dari faham nasionalisme itu sendiri. Rasa bangga ketika membawa bendera Merah Putih secara alami ada dalam diri orang Indonesia. Namun ketika membawa bendera Amerika terkadang justru kebencian yang ada karena negara adidaya ini selalu bersikap sombong.
Kalau kita mau menjalin ukhuwah Islamiyah diantara sesama Kaum Muslimin maka hapus berbagai gambar bendera di otak kita. Bukan hanya mengadakan konferensi umat Islam saja yang bisa kita lakukan. Tetapi satukan ide untuk menghapus segala pengahalang. Bisa jadi konferensi antar bangsa yang sekarang terjadi hanyalah upaya untuk melanggengkan perpecahan ini.
Contoh kongkritnya adalah OKI (Organisasi Konferensi Islam), organisasi ini ternyata tidak bisa mengakomodir kepentingan umat Islam di dunia. Sekat negara diantara mereka tetap tidak bisa membawa opini yang sama untuk bebas dari segala bentuk penjajahan malahan isi konferensinya pun cenderung menjauh dari problem umat yang sebenarnya. Mereka lebih suka membahas masalah ekonomi. Melihat kondisi tersebut sering OKI dipelesetkan jadi O…I See (OIC). O ya..saya tahu…
Selain OKI masih banyak organisasi konferensi Islam yang cenderung menjauhkan umat dari masalah sebenarnya. Ide ‘kemerdekaan’ suatu negara dalam satu batas wilayah sepertinya mengalahkan pentingnya umat bersatu dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Konferensi-konferensi dihadiri oleh banyak cendekiawan Muslim yang berpengaruh di negeri mereka tetapi sepertinya tidak mendapatkan titik terang permasalahan umat.
Malahan sering isu yang diangkat adalh isu yang jauh dari nilai-nilai Islami yang seharusnya mereka junjung tinggi. Ide Hak Azasi Manusia (versi Barat), demokrasi, dialog antar peradaban dan begitu banyak isu sejenis yang justru menjauhkan umat dari apa yang selama ini diinginkan. Seakan-akan isu itu penting untuk dibahas karena merupakan jalan menuju kebangkitan Islam. Ternyata, hingga buku ini ditulis persatuan itu belum tercapai.
Tahukah kita, isu tersebut diangkat sebagai upaya kafir Barat memecah belah umat.iii Mereka menggiring opini yang ada untuk menyibukan umat Islam dengan masalah negerinya sendiri. Misalnya, PBB menyerukan Israel untuk memberikan kemerdekaan pada Palestina. Secara serentak umat Islam di dunia mendukung ide ini. Mereka setuju jika Palestina merdeka dibawah satu bendera, Palestina Merdeka. Padahal kemerdekaan Palestina akan membuka pintu masalah yang baru. Jika Palestina sudah merdeka, apakah kita masih tetap peduli terhadap nasib Palestina? Pasti rasa simpati kita secara alami akan terhapus. Dan kita pun disibukan kembali dengan urusan kita masing-masing. Dengan begitu, tidak akan ada lagi upaya untuk menyatukan umat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Kapan kita peduli masalah orang Malaysia?
Konkritnya, lihatlah negeri Indonesia ini! Negeri ini sudah merdeka secara fisik. Belanda dan Jepang sudah hengkang dari tanah air Indonsia tetapi kuku-kuku mereka masih menancap di negeri ini. Berbagai krisis terjadi dimana-mana dengan segala variasinya. Begitu pun Palestina, Kashmir, Mindanau, Xinjiang apabila sudah merdeka secara fisik dapat dipastikan nasibnya tidak jauh berbeda dengan Indonesia! Tahu kenapa? Karena tidak ada institusi yang dapat menjaga kemerdekaan mereka.
Jadi, usul saya…jangan beri kemerdekaan untuk Palestina, Irak, Xinjiang, Kashmir, bahkan Mindanau!

Tidak ada komentar: