Senin, 22 September 2008

Kemaksiatan, Produk dari Pola Pikir Kita




Pernahkah kita memperhatikan kondisi sekeliling kita yang penuh dengan kemaksiatan dimana-mana. Kemaksiatan itu ternyata begitu kompleks. Pelacuran, pembunuhan hingga korupsi di tingkat elit politik sudah menjadi pemandangan sehari-hari di negeri ini. Tetapi, kita jangan dipusingkan dengan bagaimana cara menyelesaikan semua masalah tersebut karena ternyata semua itu beranjak dari cara pandang kita terhadap kehidupan ini, alam semesta ini dan realitas sosial diri kita sebagai manusia.
Kondisi negeri ini tidaklah seindah yang dibayangkan oleh orang tua kita dulu ketika kemerdekaan belum dicapai. Kerusakan sistem hidup negeri ini tidaklah seindah kata-kata yang dituangkan dalam draf Pancasila dan UUD 1945. Sebuah konsep negara yang telah diperjuangkan oleh orang-orang yang mati di medan perang demi tegaknya negeri ini ternyata tidak dapat membentuk negeri ini menjadi negara yang adil dan beradab. Sepertinya mereka akan menangis ketika menyaksikan negeri ini carut-marut tanpa arah pembangunan yang jelas.
Memang, akan terasa utopis apabila kita selalu memikirkan negeri ini untuk merubah kondisinya menjadi lebih baik. Kondisi masyarakatnya yang multietnis dan multikondisi tidak akan lepas dari cara pandang masyarakat itu terhadap suatu perkara. Jika cara pandang dia terhadap suatu perkara menyalahi fitrahnya sebagai manusia maka sudah dapat dipastikan dia akan terjerumus ke dalam lubang kesesatan.

Perubahan Dimulai dari Aqidah
Seperti yang sudah disebutkan diatas bahwa perubahan kondisi masyarakat berangkat dari perubahan cara pandang dia terhadap kondisi dan tugas dia sebagai manusia, kondisi alam semesta dan kehidupan yang sedang dia jalani serta hubungan diantara ketiganya. Cara pandang terhadap ketiganya ini biasa disebut aqidah. Setiap orang akan memiliki perbedaan cara pandang dia terhadap kondisi disekitarnya tergantung dari aqidah seperti apa yang dimilikinya.
Jika seseorang beraqidah sekuler maka dia akan melihat kehidupan ini hanya untuk memenuhi nafsunya sebagai manusia. Dia akan bekerja membanting tulang demi tercapainya cita-cita hidup tanpa memandang apakah yang dilakukannya bertentangan dengan agama ataupun tidak. Cara pandang itu lahir dari sikap memisahkan kehidupan keduniaan dari intervensi agama. Dia beranggapan bahwa agama hanya ada di rumah ibadah atau di Mesjid tanpa harus ikut campur ke ranah kehidupan publik. Dengan begitu, tindakan suap-menyuap dianggap sah dalam pekerjaan sehari-hari. Begitu pula, menampakan aurat dimuka umum dianggap biasa saja karena menutup aurat itu hanya ada ketika melaksanakan sholat!
Aqidah sekuler ini turut melahirkan paham liberalisme dimana manusia dianggap memiliki kebebasan untuk melakukan apa saja semaunya. Dia memiliki kebebasan untuk menentukan sikapnya sebagai manusia jika sikapnya itu dianggap wajar. Misalnya, dia merasa bebas untuk berpacaran tanpa harus karena hal itu dianggap biasa dan tidak merugikan orang lain. Selain itu, lieberalisme juga membawa setiap orang untuk berpikir sebebas-bebasnya tanpa adanya batasan yang menghalangi dia. Contohnya, ketika mereka menganggap bahwa al-Quran yang selama ini dibaca umat Islam sudah ketinggalan zaman. Entah disadari atau tidak, kebanyakan dari umat ini sudah memiliki pola pikir dan pola sikap yang liberal dimana Al-Quran tidak dijadikan pedoman hidup sebagian besar umat Islam.
Pada awalnya, pemikiran ini dianut oleh sebagian kecil dari masyarakat Muslim tetapi karena semakin banyak yang mempunyai pemikiran seperti ini maka wajar jika sudah menjadi pemikiran umat secara keseluruhan. Umat Islam seharusnya membentuk masyarakat Islam dengan memiliki pemikiran yang Islami pada setiap individu Muslim. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang memiliki pemikiran dan perasaan yang Islami serta menegakan aturan kehidupan berdasarkan syariat Islam.
Banyak diantara kita yang kebingungan ketika berusaha untuk menerapkan aturan Islam di tengah-tengah masyarakat. Saking bingungnya, kita lupa menyampaikan pada umat kalau syariat Islam itu tidak mungkin dapat diterapkan di tengah-tengah umat jika sekulerisme masih ada dalam diri kita. Malahan kita cenderung beranggapan bahwa perbaikan akhlaq lebih diutamakan daripada membersihkan umat dari pemikiran kafir Barat. (Bukan berarti segala sesuatu dari Barat itu jelek lho…)

Syariat Islam sebagai Solusi

Apabila kita sudah memiliki pemikiran dan perasaan yang Islami maka umat Islam pun tidak akan menolak diterapkannya syariat Islam di tengah-tengah kehidupan. Secara alami umat ini akan senantiasa berbondong-bondong untuk meminta kepada penguasa yang sedang berkuasa untuk menjadikan syariat Islam sebagai aturan hidup. Bagitu pun penguasa yang diminta akan ‘legowo’ untuk menyerahkan kekuasaannya pada umat dan bersedia untuk menerapkan syariat Islam di tengah-tengah umat. Nah, peristiwa ini yang disebut tholabun nusroh sebagaimana kaum Anshor di Madinah bersedia menyerahkan kekuasaannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Banyak diantara kita yang ‘alergi’ ketika mendengar kata syariat Islam padahal seharusnya kita sudah terbiasa dengan hal itu. Bukankah sholat, zakat, puasa adalah bagian dari syariat Islam. Namun Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah ritual saja tetapi juga mengatur bagaimana seorang Muslim melakukan transaksi ekonomi, berpolitik bahkan melakukan aktifitas sosial. Maka dari itu Islam layak disebut sebagai ideologi disamping ideologi Sekuler-Kapitalisme dan ideologi Sosialis-Komunisme.
Seorang Muslim tidak boleh memiliki sikap apatisme (tidak peduli) terhadap kondisi sekitar karena dalam tatanan masyarakat Islam diharuskan untuk bersikap kritis (amar ma’ruf nahi mungkar). Kondisi masyarakat Islam yang dinamis menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut karena mereka beranggapan bahwa masyarakat Islam adalah satu kesatuan yang integral dimana cela seorang Muslim sama dengan cela seluruh kaum Muslimin. Masih ingat, kenapa kaum Muslimin merasa gerah ketika banyak orang yang membela Ahmadiyah dengan alasan ‘kebebasan beragama’.
Insya Alloh, kalau konsep masyrakat Islam sudah ada ditengah-tengah umat ini maka seluruh kemaksiatan yang ada dapat diberantas. Selaian adanya amar ma’ruf nahi mungkar diantara sesama Muslim kemaksiatan pun akan segera diberantas oleh pemerintah Daulah Khilafah Islamiyah. Kholifah sebagai pempimpin umat Islam akan mengadopsi aturan Islam dan dijadikan Undang-undang negara. Jadi, bukan anggota parlemen yang membuat aturan seperti dalam demokrasi tetapi aturan itu sudah ada dalam syariat Islam. Kalau aturan tersebut terbilang baru maka Kholifahlah yang mengadopsi aturan itu melalui ijtihadnya atau ijtihad para ulama.
Kita jangan menganggap syariat Islam itu tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Justru, dengan syariat Islam keteraturan hidup akan tercapai sehingga terbentuk sebuah peradaban yang agung yang akan memimpin dunia. Bahkan, peraturan lalu-lintas pun dapat menjadi syariat Islam selama yang megeluarkan aturan itu adalah Daulah Islam. Begitu pun dengan peraturan yang lain yang biasa terjadi diera modern saat ini dimana sudah terjadi perkembangan teknologi.

Sederhanakan Pandangan tentang Syariat Islam
Apabila kita sudah memahami realitas diatas maka sudah saatnya kita menjadi orang yang terdepan memperjuangkan Islam. Dakwah adalah kewajiban setiap Muslim maka dakwah seorang Muslim pun dikonsentrasikan untuk melanjutkan kehidupan Islam dibawah naungan Daulah Khilafah.
Jangan pernah ada perasaan takut kalau dakwah kita tidak akan diterima oleh masyarakat karena bisa jadi perasaan itu datang dari syetan. Sering kita dikungkung oleh pemikiran betapa rumitnya apabila isu syariat Islam disampaikan di mimbar-mimbar masjid sehingga enggan untuk menyampaikannya di tengah-tengah umat. So, sederhanakanlah pemikiran kita tentang syariat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah karena ternyata kita cukup dengan merubah pola pikir kita menjadi pemikiran Islami. Bisa jadi, kemaksiatan yang terus meraja rela ini karena pola pikir kita yang masih sekuler dan enggan untuk mengakampanyekan Khilafah di tengah-tengah umat.

(mohon komentarnya...)

Garut, 22 september 2008

Tidak ada komentar: