Sabtu, 06 September 2008

Mempersatukan Umat dengan Sikap Kritis

Ada banyak anggapan bahwa kemajuan taraf berpikir manusia ketika dia bisa bersikap kritis terhadap kondisi di sekitarnya. Terbangunnya sebuah peradaban ketika ada sebagian dari pelaku peradaban tersebut mencanangkan ide yang konstruktif. Dengan ide yang dimilikinya maka akan terjadi sebuah perubahan kondisi zaman yang sudah jenuh dengan ide lama. Perkembangan ilmu pengetahuan pun telah membawa sebuah peradaban ke taraf yang lebih tinggi derajatnya.
Dahulu, ketika Nabi Muhammad SAW belum lahir peradaban manusia mengalami kemerosotan hingga ke titik terendah. Harga nyawa manusia tidak lebih berharga dibandingkan seekor unta. Anak perempuan dikubur hidup-hidup padahal dia sendiri tidak tahu kesalahan apa yang diperbuatnya hingga dia menerima siksaan begitu beratnya. Peradaban Romawi, Yunani, Persia, India dan Cina yang menjadi pusat peradaban tidak dapat mengangkat harkat martabat manusia. Malahan banyak diantara mereka dianggap seperti binatang yang dijadikan tontonan seperti sabung ayam!
Pada awal abad ke-7 Masehi, lahirlah seorang Nabi penutup yang memberikan penerangan bagi gelapnya peradaban manusia. Muhammad SAW. adalah sosok paling berpengaruh di dunia (versi. Michael Hard) dibandingkan siapa pun di dunia. Perubahan bentuk peradaban dari jahiliyah menjadi sebuah peradaban Islam yang kokoh, khas dan bermartabat diawali dari seorang tukang gembala domba. Beliau selalu kritis terhadap kondisi lingkungan masyarakat Arab yang sangat kacau tersebut. Seiring berjalannya waktu, mereka yang tadinya menolak ajakan Nabi Muhammad berubah dengan cepat menjadi pengemban dakwah di garda terdepan.
Ketika Raosululloh meninggal pun para pengemban dakwah ini senantiasa membangun peradaban dengan kekuatan ideologi yang lahir dari aqidah kuat dan khas. Kekuatan aqidah ini mendorong mereka untuk menaklukan 2/3 dunia dan menjadikannya wilayah yang makmur. Ideologi ini senantiasa terpelihara karena diantara mereka selalu saling mengkritik. Masih ingatkah ketika Umar bin Khottob pertama kali diangkat menjadi Kholifah? Beliau marah ketika tidak ada orang yang mau meluruskannya apabila berbuat menyimpang dari sunnah Rasululloh. Tapi, ternyata ada seorang pemuda yang siap mengkritiknya walaupun harus dengan sebilah pedang!i
Ya, memang seperti itulah hadloroh (peradaban) Islam akan senantiasa terpelihara. Lihatlah sekarang ketika hadloroh Islam sudah tidak menjadi pemimpin peradaban dunia, kekacauan terjadi dimana-mana. Ide yang Islami sudah hilang karena diantara umat Islam sudah ‘malas’ untuk salaing mengkritik. Mereka sudah ‘tidak peduli’ lagi terhadap kondisi disekitarnya. Sikap apatis merajalela dimana-mana sehingga wajar apabila ada kezoliman banyak uamt yang tidak memberikan reaksi. Banyak pemikiran Islam yang sudah tercampur dengan pemikiran kafir Barat. Ulama, cendikiawan dan sebagian besar kaum Muslimin merasa bangga apabila mereka menganut sekulerisme dan merasa malu apabila membawa pemikiran Islam. Bahkan lebih parah lagi ketika kita sendiri tidak menyadari kebobrokan ini!
Sikap kritis ini sudah menjadi ciri masyarakat Islam yang dinamis. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang terbangun secara integral. Mereka memiliki perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama yakni Islam (bukan yang lain). Umat Islam adalah umat yang satu sehingga apabila ada cela dari seorang Muslim sama saja dengan cela seluruh kaum Muslimin. Dengan begitu, sikap apatis (tidak peduli) tidak pernah ada dalam masyarakat Islam. Kemurnian aqidah, ideologi, dan pemikiran pun senantiasa terjaga. Mereka sadar apabila pemikiran Islam sudah tidak murni lagi maka peradaban Islam pun akan hancur. Kekhawatiran ini pun terjadi ketika Mustafa Kemal dan antek-anteknya mengacak-ngacak Daulah Islam dengan ide-ide kufur seperti demokrasi dan nasionalisme. Masyarakat Islam waktu itu sudah tidak dapat lagi membedakan antara pemikiran Islami dan pemikiran kufur sehingga peradaban Islam pun sirna dari muka bumi. Kondisi itu berlangsung hingga hari ini!ii

Mari Satukan Persepsi!
Berdasarkan uraian di atas maka saya mengajak kepada seluruh kaum Muslimin untuk menghidupkan kembali sikap kritis diantara sesama kaum Muslimin. Sikap ini sebagai upaya membentuk kembali pemikiran Islami dengan memurnikannnya dari pemikiran kufur. Apabila ditengah-tengah umat sudah terbangun pemikiran yang Islami maka persatuan umat pun akan terjalin. Secara alami ideologi Islam pun akan terbangun dan kembali memimpin peradaban dunia.
Banyak orang yang beranggapan bahwa sikap kritis ini akan memecah belah umat. Saya pikir anggapan itu keliru. Faktanya justru ketika tidak ada sikap kritis di tengah-tengah umat maka kondisi umat pun semakin melemah. Justru dengan sikap kritis ini maka ada upaya saling mengingatkan jikalau diantara kita ada yang sudah teracuni oleh pemikiran kufur. Kita harus mempersatukan persepsi dengan mengopinikan Islam ketengah-tengah umat. Apabila apa yang kita opinikan itu sama, maka secara alami persatuan umat pun akan terjalin.
Maka dari itu, kita jangan sakit hati ketika ada saudara kita yang mengkritik jalan dakwah yang selama ini kita tekuni. Bisa jadi kita sudah memilih jalan yang keliru. Bisa jadi kita sudah terjebak ke dalam lubang kemaksiatan dengan senantiasa mengopinikan demokrasi, sekulerisme dan nasionalisme. Salah besar apabila ada ungkapan “ya sudah, kita jalani saja apa yang kita yakini”. Ungkapan tersebut sangat digemari oleh orang kafir karena sebagai ciri dari terpecahnya umat ke dalam kotak-kotak kehancuran.
Saya pikir, selama tidak ada opini yang sama tentang Islam di tengah-tengah umat maka kebangkitan umat ini tidak akan pernah terjadi. Umat bingung mana yang harus mereka ikuti. Sehingga ketika umat diajak untuk melakukan sebuah perubahan maka mereka pun ramai-ramai untuk mundur dan menjauh dari para pengemban dakwah. “Bagaimana Islam ini akan bersatu, diantara para ulama sendiri masih masing-maisng!”, mungkin begitulah pola pikir sebagian umat Islam.

Kritis Bukan Berarti Demokratis!
Sebagian besar diantara kita menganggap bahwa sikap kritis adalah sikap yang demokratis. Dengan sikap kritis maka tidak ada kesewenang-wenangan diantara kita. Pendapat tersebut keliru. Kita harus membedakan pembahasan antara sikap kritis dan demokrasi. Demokrasi sendiri merupakan ide/pemahaman yang intinya menjadikan manusia sebagai sumber dari hukum/peraturan yang diterapkan dalam suatu negara. Jadi, apabila ada seorang mahasiswa yang mengkritik Rektor bukan berarti mahasiswa tersebut demokratis. Sikap itu hanya sebuah luapan emosi atas ketidak setujuan mahasiswa tersebut terhadap kebijakan Rektor.
Begitu pun sikap para sahabat Rosul yang selalu saling mengkritik bukan berarti mereka bersikap demokratis. Sikap kritis mereka semata-mata dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar. Sikap yang sangat diperintahkan oleh Alloh SWT. Jadi, jangan ada ungkapan dari kita untuk mengajak orang bersikap demokratis tetapi ajaklah orang untuk saling mengingatkan yang berdasar pada syariat Islam. Justru, apabila kita mengajak orang untuk bersikap demokratis maka sama saja kita membawa orang untuk masuk lubang buaya!

Predikat Umat Terbaik
Maha Benar Alloh ketika memberikan predikat umat terbaik kepada umat Islam. Alloh SWT berfirman dalam QS. Ali-Imron ayat 110:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Namun predikat itu sudah luntur karena diantara kita terbentuk sikap apatis. Maka wajar ketika Alloh menjadikan umat ini sebagai umat yang berperadaban rendah karena kita sendiri sudah enggan untuk membangunnya.
***
Demikian tulisan ini saya buat sebagai curahan hati saya ketika melihat kondisi umat yang terpecah belah. Dengan segala kerendahan hari saya pun memohon saran dan kritiknya dengan mengirimkannya ke muhammadyusufansori.blogspot.com atau e-mail ke ansorfapet@yahoo.com

Tidak ada komentar: