Rabu, 04 Januari 2012

Malam Ke-15, Problematika Sekolah Bukan Hanya Siswa yang Bandel

Senin, 14 Februari 2011
Saya bukan guru tapi saya pernah menjadi murid dari seorang guru. Ketika sekolah dulu sering terlihat guru dibuat pusing oleh para muridnya yang bandel. Sepertinya, guru stress sendiri oleh permasalahan beberapa orang murid dan lupa akan tujuan pendidikan yakni menjadikan manusia yang berpikir dan bertindak positif.
Kadang saya berpikir bahwa permasalahan sekolah bukan hanya terletak pada murid sebagai peserta didik tetapi juga pada aset sekolah itu sendiri. Aset itu terdiri para guru dan sarana prasarana. Banyak sekolah yang tidak bisa memanfaatkan aset yang dimilikinya dalam menunjang proses belajar-mengajar.
Sekolah saya punya beberapa petak sawah dan halaman yang cukup luas. Namun, semua itu tidak dimanfaatkan untuk proses belajar-mengajar. Tanah itu terbengkalai begitu saja. Pengeloaan sawah sendiri diserahkan kepada orang lain dengan sistem bagi hasil. Halaman yang luas hanya ditumbuhi rumput liar tanpa aksesoris yang enak dipandang.
Sebenarnya, aset sekolah bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin jika penyelenggara pendidikan mau ‘sedikit berpikir dan bekerja keras’. Pada faktanya, hasil belajar melalui buku tidaklah mudah untuk digunakan di masyarakat. Justru, masyarakat lebih membutuhkan pengetahuan yang dapat dipraktekan. Sekolah tidak bisa merespon kebutuhan masyarakat karena selalu terpaku pada kurikulum dari pemerintah. Kita semua tahu bahwa kehidupan di dunia nyata begitu ‘kejam’. Justru, sekolah bisa memanfaatkan sarana yang ada untuk menghadapi berbagai kemungkinan yang terjadi pada peserta didik ketika dia lulus nanti.
Saya pikir, jika pihak sekolah bisa mengonsentrasikan diri pada pemanfaatkan aset ini maka para siswa yang bandel itu lebih bisa ditangani. Keinginan siswa itu bisa kita ikuti sepanjang hal positif. Menurut saya, para remaja itu perlu pengalihan perhatian sehingga waktu mereka bisa dimanfaatkan dengan baik. Dengan ilmu yang dipraktekan, mereka lebih bisa mengerti kehidupan yang sesungguhnya. Para siswa memiliki gambaran yang jelas jika mereka main-main dalam belajar. Mereka lebih mengerti akibat buruk dari prilaku mereka.

Malam Ke-14, Kita Tidak Harus Mencari Uang, Biarlah Uang yang Mencari Kita

Minggu, 13 Februari 2011
Kemarin teman saya mampir ke rumah dan kami sempat berbincang-bincang tentang aktifitas kami sehari-hari. Saya sempat berseloroh ketika menjelaskan alasan kenapa saya masih berada di rumah, “cape neangan duit wae mah, ayeuna mah seuna duit nu neangan urang.” Obrolan kami mengalir begitu saja sesuai dengan apa yang ada dalam pikiran kami masing-masing.
Dari obrolan itu saya dapat memberikan kesimpulan sementara bahwa bukan saatnya lagi kita bersusah-susah mencari uang ke sana-sini. Ya, kita dituntut untuk berpikir kreatif tanpa harus meninggalkan rumah kita. Alangkah baiknya jika rumah menjadi tempat tinggal sekaligus kantor kita. Kenapa? Karena apa yang ada di luar sana tidak seindah seperti yang kita bayangkan. Saya tidak bermaksud menciutkan nyali seseorang tetapi begitulah kenyataannya.
Keuntungannya……?
Ketika kondisi negeri ini tidak kunjung pulih maka mencari uang tidaklah mudah. Bayangkan, ketika kita keluar rumah maka akan ada biaya tambahan yang tidak besar. Ongkos, uang makan dan lain-lain yang cukup besar jika kita jumlahkan. Saya sendiri mengalami hal itu. Sedangkan jika kita ‘stay at home’ maka biaya-biaya tersebut bisa diminimalisir. Di rumah kita bisa menentukan sendiri apa yang akan kita kerjakan. Kebebasan menjadi keuntungan yang pasti kita dapatkan. Pada faktanya, keuntungan usaha atau upah kerja tidak menjadi barang berharga karena hanya sebentar berada dalam kantong kita.
Hal yang harus dilakukan sejak awal adalah terus mencari pengetahuan tentang apa yang akan kita kerjakan. Ada banyak bukti pengusaha sukses yang mengawali karirnya di rumah. Dia tidak harus susah-susah mencari orderan kemana-mana tetapi orang datang begitu saja. Percayalah, rezeki sudah ada yang mengatur. Bibi dan paman saya sendiri yang menjadi salah satu contohnya. Mereka membangun kepercayaan masyarakat dari nol sehingga tidak takut menghadapi persaingan usaha seperti sekarang.
Keuntungan lain yang kita peroleh adalah kita bisa memanfaatkan waktu kita yang berharga dengan maksimal. Satu atau dua jam perjalanan ke tempat kerja tidak harus terbuang percuma. Kita punya lebih banyak waktu untuk keluarga, saudara dan tetangga-tetangga kita. Sering kita menjumpai orang yang memiliki banyak uang tetapi tidak punya cukup waktu untuk keluarga. Sehingga, dia tidak sadar jika anak-anaknya sudah dewasa dan sulit diatur. Broken home biasanya lahir dari keluarga tipe seperti ini. Bahkan, kita tidak punya waktu untuk sekedar bertegur sapa dengan tetangga. Fungsi sosial kita hilang seketika. Jangankan bermaksud membangun masyarakat justru kita menjadi pribadi yang individualistik dimana kepentingan pribadi diatas segalanya.
Bagi saya sebagai petani, waktu di rumah menjadi sangat berharga karena kita bisa membangun kandang, menanam sayuran dan buah-buahan serta memperbaiki rumah dengan biaya lebih murah karena kita sendiri yang mengerjakannya. Semua itu adalah sumber prnghidupan keluarga. Kami bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarga dari sana. Ketika hasil bumi sudah mencukupi maka selebihnya dapat dijual sebagai pendapatan tambahan. Saya pun punya cukup waktu untuk menularkan ilmu saya kepada adik saya. Kami lebih sering berdiskusi untuk merencanakan masa depan keluarga. Dengan begitu, kelestarian usaha keluarga bisa terjaga.
Keyakinan Menjadi Modal Utama!
Keyakinan memang menjadi hal utama yang harus ada dalam diri kita. Keyakianan itu masalah perasaan. Keyakinan bisa timbul karena pengetahuan. Banyak orang yakin akan masuk surga karena dia tahu akan adanya surga. Begitupun keyakinan kita jikalau uang akan menghampiri kita meskipun berada di rumah.
Teman saya seorang pengusaha makanan khas dari Sunda _dapros dan angleng_ membuktikan keyakinan itu. Pelanggan tiba-tiba saja datang ke rumahnya dan membeli barang dagangan dalam jumlah banyak. Menurutnya, kepercayaan akan kualitas dan kontinuitas menjadi kuncinya. Awalnya dia tidak menyangka akan ada pelanggan yang secara sengaja datang dari Lembang ke Garut untuk bertransaksi.
Ya, jika kita tahu bahwa dunia itu tidak sempit maka keyakinan itu bisa timbul begitu saja. Sering kita merasa tidak punya keyakinan karena kita diam saja di rumah. Itu bagi yang diam saja. Belajarlah dan lakukan sesuatu maka semuanya akan datang begitu saja. Jangan lupa sertai doa disela-sela keseharian kita.

Jumat, 30 Desember 2011

Malam ke-13, Efisiensi Produksi Agribisnis

Sabtu, 12 Februari 2011

Ketika harga bahan pangan melambung tinggi lebih dari dua kali lipat dibandingkan dua-tiga tahun lalu, maka pengetatan anggaran belanja rumah tangga harus dilakukan. Pengetatan itu berlaku bagi rumah tangga yang mengandalkan sumber pangannya dari pasar. Lain halnya dengan rumah tangga petani yang mengandalkan sumber pangannya dari hasil panen. Maka, pengetatan anggaran terletak pada belanja rumah tangga yang lain seperti pendidikan dan pakaian.

Melambungnya harga pangan sebagai akibat dari mekanisme pasar yang timpang. Kita tidak bisa selalu menyalahkan alam ketika hasil panen menurun. Namun, permainan pasar telah mengakibatkan harga pangan tidak terkendali. Dimulai dari harga pupuk yang semakin tinggi, sarana irigasi yang rusak, tenaga kerja yang sulit didapat dan harga sewa mesin pembajak yang tinggi.

Semua itu memicu kita untuk semakin berpikir kreatif bagaimana produksi pangan menjadi lebih efisien dibandingkan dengan masa produksi sebelumnya. Untuk daging, sebaiknya kita gunakan pakan yang bersumber dari alam. Untuk padi, kita gunakan pupuk kandang dari kandang ternak milik kita.

Efisiensi produksi menjadi suatu keniscyaan jika kita tidak ingin kalah bersaing dengan produk impor. Harga daging dari Australia lebih murah karena menggunakan pakan dari alam. Harga beras Thailand menjadi lebih murah karena produksinya melimpah dengan dukungan prasarana produksi yang memadai. Bagaimana dengan kita?

Pertanian Terpadu Sebagai Salah Satu Kunci Efisiensi

Konsep pertanian terpadu memang bukan konsep baru tetapi cukup membantu petani untuk aman dari krisis pangan yang terjadi. Saya punya cita-cita untuk menerapkankonsep ini karena sudah merasakan manfaatnya. Ketika harga cabai naik, maka keluarga saya tidak merasakan dampaknya. Ketika harga daging ayam mahal, justru saya dan keluarga makan daging ayam hampir dua kali dalam seminggu. Ketika harga beras mahal, justru tetangga kami membelinya dari kami karena bisa dibeli dengan kualitas baik dan harga lebih murah dibandingkan harga pasar.

Beberapa strategi yang kami rencanakan adalah:

1.       Memperbaiki lumbung padi kami supaya dapat menampung lebih banyak padi.

2.       Menambah luas kandang domba, ayam, entok, itik dan kelinci  dengan fasilitas semi otomatis untuk persediaan kebutuhan protein hewani keluarga.

3.       Memperluas kolam ikan dan menambah populasinya untuk jangka waktu yang lama.

4.       Menanam rumput untuk keperluan ternak.

5.       Menanam jagung, singkong dan sayuran untuk pangan tambahan dan pakan ternak.

6.       Menanam pohon buah-buahan dan pohon kayu.

7.       Membuat instalasi pengolahan limbah pertanian untuk dijadikan kompos.

8.       Membeli traktor untuk membajak sawah, mengangkut padi, menebar pupuk kandang, menanam benih padi dan memanen padi.

9.       Mengadakan mesin heuleur ukuran kecil, mesin penggilingan untuk membuat tepung beras dan menggiling pakan.

10.   Mengadakan mesin potong rumput.

11.   Mengadakan gergaji mesin untuk menebang kayu yang kami tanam.

12.   Mengadakan mesin bubut untuk mengolah kayu.

Malam Ke-12, Energi Nasional 2020_Basic Story Hollywood Movie

Senin, 13 Desember 2010

 

Proyek pengalihan sumber energi dari fosil menjadi non-fosil di Indonesia selalu gagal. Banyak proyek diajukan oleh para ilmuwan namun hasilnya nihil ketika sudah disodorkan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ilmuwan menjadi sosok yang merasa tidak dihargai di negerinya sendiri. Mereka belajar banyak untuk menggantikan sumber energi yang semakin mahal menjadi lebih murah dan ramah lingkungan. Tetapi, kepentingan pengusaha dan konglomerasi menjadi alasan kuat para pemegang kebijakan memveto setiap ide.

Jika dibandingkan dengan India maka kita kalah jauh dalam usaha pemanfaatan energi negaranya. Mereka sudah menggunakan nuklir untuk pembangkit tenaga listrik. Para politisi berusaha untuk membuat undang-undang yang bisa menjadi payung hukum pengelolaan energi nasional. Begitupun para ilmuwan mencari cara terbaik untuk menghidupi jutaan rakyat di negaranya.

Ketika ide itu dikemukakan di Indonesia maka banyak saja alasan untuk menolaknya. Pemerintah kita masih menggunakan skema pembuatan anggaran negara berdasarkan harga minyak dunia. Hal ini menunjukan bahwa sumber energi menjadi sangat vital dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apabila ada kemauan dari bangsa ini untuk mengganti sumber energinya menjadi lebih murah maka setidaknya menyelesaikan satu atau banyak masalah di negeri ini. Akan ada banyak pihak yang merasakan manfaatnya ketimbang konglomerasi asing yang selalu menekan kepentingan nasional.

Angin, air dan panas bumi menjadi alternatif lain untuk menggantikan sumber energi nasional. Ada banyak negara yang telah mengalihkan seumber energinya dari minyak bumi dan gas ke angin, air dan panas bumi. Ketika ada seseorang yang ingin meniru ide ini, justru disingkirkan oleh banyak kalangan.

Perang energi pun terjadi. Sebetulnya bukan perang idealisem tetapi lebih merupakan perang kepentingan. Setiap orang ingin mengambil keuntungan dari setiap rencana pemerintah. Para pengusaha berlomba mendekati pemangku kebijakan untuk mendapatkan jatah proyek. Mereka tidak segan-segan menodong para ilmuwan dengan ribuan dolar untuk mendukung rencana mereka. Jika para ilmuwan itu tidak mau kerjasama maka kematian yang akan menjemputnya.

Perang energi ini merambat ke masalah politik. Para petinggi militer merasa yakin untuk melakukan kudeta sebagai jalan terkakhir ketika kepentingan para pengusaha yang mereka dukung tidak dapat terwujud. Di negeri ini, kekuatan sipil hanyalah kedok dari kemapanan konsep negara padahal militerlah yang menguasai setiap jengkal tanah dan air di negeri ini.  Militer menjadi ‘satpam’ perusahaan-perusahaan konglomerasi asing yang menguasai sektor energi.

***

Energi Nasional 2020 menjadi novel Indonesia pertama yang dijadikan referensi cerita film Hollywood. Intrik politik menjadi ciri khas dari novel ini. Dari satu bagian ke bagian lain menjadi gambaran nyata sebuah kehidupan yang tidak tidak diketahui publik. Hanya sebagian orang yang mengetahui setiap kejadian didalam novel ini. Publik tidak pernah tahu jutaan dollar telah digelontorkan oleh para konglomerat energi itu untuk membiayai setiap undang-undang yang menjadi refresentasi kepentingan mereka.

Kejadian-kejadian dalam novel ini menggambarkan aksi penyelamatan nasib umat manusia. Walaupun tidak sedikit nyawa yang dipertaruhkan, namun tokoh utamanya mampu membawa si pembaca untuk menerka-nerka walaupun banyak kejadian yang tidak terduga. Tokoh-tokoh dalam novel ini memang sulit ditempatkan menjadi kategori antagonis atau protagonis karena membaca harus memahami keseluruhan cerita dengan seksama. Ada tokoh yang semula dikategorikan protagonis justru di akhir cerita dia adalah antagonis.

Sebagai novel yang bergendre thriller, Energi Nasional 2020 menyuguhkan adegan-adegan yang penuh action. Warner Bross mampu meramu cerita yang imajinatif menjadi sebuah film yang enak ditonton dan juga asyik mengikuti ceritanya. Aksi penyelamatan Laboratorium Penelitian Energi Terbarukan (LPET) dari tabrakan sebuah pesawat jet tempur TNI-AL menjadi aksi yang paling mendebarkan. Selain itu, aksi penyelamatan gerbong Kereta Rel Listrik (KRL) dari ledakan tabung gas menjadi peristiwa yang tidak terduga. Kecerdasan Guntur_ sebagai tokoh utama_ adalah daya tarik dari novel ini.

Malam Ke-11, Keyakinan Akan Pikiran Bawah Sadar

Jum’at, 2 Desember 2010

 

Pada awalnya aku tidak percaya akan pikiran bawah sadar. Bagiku, itu hanyalah teori psikologi untuk ‘merumitkan’ kehidupan manusia. Tetapi, setelah aku sendiri yang mengalaminya maka aku mulai  memahami bahwa ternyata pikiran bawah sadar itu memang ada.

Sebenarnya, kita sendiri yang meciptakan pikiran itu sejak awal sehingga pikiran itu akan menuntun kita untuk menggapai apa yang kita inginkan. Beberapa tahun lalu, aku pernah menulis sebuah puisi yang bercerita tentang keinginanku untuk memiliki ribuan ekor ternak lengkap dengan tanah yang luas sebagai tempatku bernaung. Sekarang, aku mulai melihat bahwa puisi yang aku tulis itu menjadi semacam pertanda bahwa kehidupanku akan menuju ke arah sana.

Alloh telah memberiku karunia berupa insting untuk senantiasa suka hewan bahkan memberiku pengalaman untuk kuliah di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Minatku akan agribisnis, terutama peternakan, menjadi kecenderungan yang tidak aku sadari. Aku begitu bergairah ketika bersama hewan-hewan itu dan ingin segera memakannya. Meskipun lelah, lebih lelah dari kuliah, tetapi aku menemukan ketenangan batin yang belum pernah aku temukan sebelumnya. Buku-buku, artikel, blog bahkan aku sudah dikenal sebagai kolumnis bidang peternakan di media massa menjadi pertanda bahwa aku harus menekuni bidang ini. Semoga Alloh memberikan rezeki-Nya kepadaku lewat jalan ini.

Pikiranku benar-benar terbuka ketika membaca ayat Al-Quran yang menegaskan bahwa hewan ternak sebagai rezeki dari Alloh. Ketika banyak orang merasa kebigungan mencari penghidupan_bahkan mencari sampai menyebrang lautan_aku malah asyik sendiri beternak entok, ayam, itik, kelinci dan domba. Janji Alloh pasti benar. Selama ini aku beranggapan bahwa manusia hidup untuk mencari uang padahal inti dari kehidupan adalah ‘sandang, papan dan pangan’. Jika semua itu sudah terpenuhi maka sempurnalah hidup itu. Jika bisa mendapatkan kebutuhan primer itu dengan mudah kenapa harus susah-susah mencari uang. Uang hanyalah alat untuk mendapatkannya. Jika uang kita berlebih, maka kita pun dapat menggunakannya untuk keperluan lain.

Kau tahu kawan, sekarang aku merasa lebih sehat. Sepertinya berat badanku bertambah. Terima kasih ya Alloh. Dia memang Maha Adil. Ketika banyak orang yang bergelut untuk mencari uang, justru kemelut dalam hati masih mereka miliki. Tak ada yang sempurna, memang begitulah kehidupan.

Malam Ke-10, Rumah Idaman

Kamis, 25 Nopember 2010

 

Dua tahun mendatang aku harus sudah punya rumah sebagai tempat tinggal keluargaku. Bagiku, selain tempat tinggal  rumah adalah kantor, resort dan tempatku mencari inspirasi. Semuanya aku lakukan di rumah. Untuk itu, akan kubangun rumah yang nyaman dan bisa menjadi tempat yang bisa memberikan kesejukan pada hati dan pikiran.

Rumah yang kubangun tidaklah harus mahal. Dengan bahan-bahan yang murah, namun bagus, aku bisa mewujudkan impianku untuk memiliki rumah idaman. Rumah ini harus menjadi contoh bagi orang-orang di sekitarku bahwa untuk memiliki rumah bagus tidak harus mahal. Hal terpenting adalah rumah itu mencerminkan kepribadian pemiliknya.

Aku suka rumah tradisonal masyarakat Jepang. Makanya, denah yang aku gambar mengikuti tipe rumah tradisional Jepang. Selain bentuknya yang sederhana, rumah seperti itu bisa memberikan efek menyejukan bagiku. Supaya tidak terlalu terlihat seperti rumah Jepang _disangka tidak cinta budaya lokal_ maka aku campur dengan konsep modern etnik. Tata letak ruangannya mengikuti gaya Jepang sedangkan desain ruangan mengikuti modern dengan tampilan etnik. Tidak harus banyak pernak-pernik, tetapi cukup mewakili kebudayaan Sunda sebagai identitas.

Orang Jepang suka menggunakan gypsum sebagai dinding rumah dan kayu lapis sebagai lantainya. Mereka membangun rumah yang mudah dibongkar pasang namun anti gempa dan tidak mudah terbakar. Rumah anti gempa ini dibangun setengah meter di atas permukaan tanah sehingga terbentuk kolong rumah untuk penyerapan air. Sebisa mungkin tidak menggunakan tembok karena hanya akan menghamburkan biaya dan mengalihkan fungsi tanah untuk penyerapan air.

Malam Ke-9, Ketika Keserakahan Manusia Menjadi Boomerang

Senin, 22 Nopember 2010

 

Keserakahan umat manusia ternyata membawa mereka pada bencana yang melanda. Pernahkah kita membayangkan jika sebuah aturan dibuat untuk mengesahkan keserakahan itu. Kita sering menyaksikan dan merasakan bencana abnjir akibat pembalakan. Meskipun penebangan pohon-pohon di hutan mendapatkan persetujuan pemerintah, ternyata tidak mendapatkan persetujuan dari alam. Hak pengelolaan hutan (HPH) yang diberikan negara para segelintir orang yang tidak bertanggung jawab mengakibatkan bencana yang tidak bisa ditepis kehadirannya.

Dibalik indahnya sebuah undang-undang negara, terselubung kelicikan sebagian kecil manusia yang mengharapkan keuntungan tanpa memperdulikan keselamatan orang lain. Undang-undang tentang kelistrikan, minyak bumi, gas, barang tambang, pengelolaan hutan dan berbagai undang-undang yang bisa diperjual belikan.