Kamis, 11 Juni 2009

Mari Dakwah Politis!

Ada semacam anggapan umum bagi para pengemban dakwah di tengah masyarakat bahwa harus ‘hati-hati’ ketika menyampaikan sesuatu pada objek dakwahnya. Anggapan seperti ini membuat mereka senantiasa menyampaikan hal-hal yang ‘tidak sensitif’ ketika berbicara dalam majelis-majelis ta’lim. Sejak dulu, menjadi suatu hal yang tabu jika seorang da’i berbicara politik di masjid-masjid karena itu merupakan hal sensitif dan akan mengundang banyak kontroversi. Namun, apakah benar selalu seperti itu?
Sudah hampir empat tahun saya dan teman-teman menjambangi wilayah pedesaan di sekitar Jatinangor, Kabupaten Sumedang untuk sekedar bersilaturim atau mengisi pengajian di masjid-masjid. Isi dari pembicaraan kami ya tidak jauh dari isu politik yang ada dan dibandingkan dengan pandangan Islam terhadap realita yang ada. Sungguh sesuatu yang luar biasa dan diluar dugaan, mayoritas dari mereka mengerti dengan apa yang kami maksud. Bahkan mereka begitu bersemangat ketika berdiskusi dengan kami karena jarang sekali ‘model pengajian politik’ seperti ini.
Ketika menyaksikan kondisi seperti ini, maka saya menyimpulkan bahwa ‘dakwah politik’ itu memang bisa diterima di masyarakat _walaupun ada juga yang kontra_. Stigma negatif tentang ‘bahaya’ dakwah politik ternyata tidak terbukti. Ketakutan yang ada benar-benar tidak terbukti seperti takut dicemooh, tidak ditanggapi bahkan diusir dari kampung mereka _benar-benar tidak terbukti!
Maka dari itu, saya mengajak kepada para aktifis dakwah untuk menyampaikan Islam secara gamblang kepada masyarakat. Kita jangan suka menyembunyikan kebenaran ketika saudara kita membutuhkan sebuah pencerahan. Dakwah yang kita lakukan harus inovatif tidak hanya berbicara pada tataran ibadah ritual dan masalah mengelola hati. Masyarakat saat ini membutuhkan informasi yang jelas terhadap kondisi politik yang terjadi dan bagaimana Islam menyikapinya.
Bila kita senantiasa ragu untuk berbicara politik di tengah opini dakwah kita, maka itu sama saja mengajak ummat untuk tidak peduli terhadap realitas yang ada. Secara tidak langsung masyarakat menjadi sekuler dimana masih melihat politk dan Islam adalah hal yang berbeda dan tidak mungkin ‘nyambung’. Padahal Islam adalah ideologi yang agung dimana masalah politik adalah bagian yang tidak terpisahkan.
Pada saat saya berdiskusi dengan Bapak-bapak di Sindanglaya, Desa Sindangsari ternyata mereka tahu lebih banyak dari saya dan mereka pun berani mengeluarkan ‘unek-unek’- nya. Bahkan mereka bisa menilai bagaimana dzolimnya penguasa sekarang ketika tidak menjadikan syariat Islam sebagai aturan tata negara di negeri ini dan diberbagai belahan penjuru dunia lainnya.
Menurut saya, hilangkan stigma antara ‘orang awan’ dan ‘orang alim’ karena ternyata mereka pun faham dengan bahasa politik yang ‘ngejelimet’. Mereka faham apa itu demokrasi, Kapitalisme, sosialisme dan bahasa politik lainnya. Ya, wajar karena intinya sama yakni kemunafikan, kedzoliman dan kekufuran.

Tidak ada komentar: