Minggu, 17 Mei 2009

Tolak Perdagangan Bebas!


Peran Swasta dalam Perekonomian Islam Dibandingkan dengan Perekonomian Kapitalisme

Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.(QS. Al-Baqoroh: 205)

Dalam perekonomian Kapitalisme yang sedang berjalan sekarang, peran swasta menjadi sangat signifikan terutama pihak swasta yang memiliki modal besar. Peran swasta ini semakin jelas terlihat ketika terjadi berbagai bentuk perjanjian kerjasama perdagangan regional, multilateral maupun internasional. Dalam hal ini, negara hanya sebagai fasilitator untuk memuluskan jalan pihak swasta dalam meraup keuntungan yang ingin diperoleh. Kondisi ini semakin mengkerdilkan peran negara sebagai regulator perekonomian sehingga mengalami kesulitan untuk menentukan arah perekonomian yang berpihak pada rakyat.
Perdagangan bebas yang menjadi senjata perekonomian kapitalisme adalah contoh nyata betapa peran swasta lebih banyak dibandingkan peran negara yang mengatur perekonomian nasional. Peran swasta semakin terlihat ketika Pemerintah menandatangani perjanjian kerjasama perdagangan bebas antara ASEAN dengan Australia dan New Zealand (AAZ-FTA) pada 2 Februari lalu. Ini bisa menjadi contoh nyata bahwa ternyata Pemerintah lebih berpihak pada swasta daripada peternak rakyat yang sedang mangalami keterpurukan. Akibat dari perjanjian ini, pihak Industri Pengolahan Susu (IPS) mengurangi kuota susu lokal dan menambah susu impor sebagai bahan baku produknya. Para IPS lebih memilih susu dari Australia yang lebih murah apalagi produk impor dari Austrlia berupa susu dan daging sapi akan diturunkan biaya tarifnya hingga 0 %. Di Lembang dan Singosari, susu dari peternak nyaris tak terjual karena pihak IPS tidak mau menampung semua susu yang mereka miliki (Pikiran Rakyat, 2/5 dan Kompas 30/4).

Pragmatisme sebagai Azas Berfikir Ekonomi Kapitalisme
Peran kuat swasta ini lahir berdasarkan azas Kapitalisme itu sendiri dimana para Kapitalis yang bermodal besar menguasai segala aspek kehidupan. Azas yang mendasarinya adalah pragamatisme sehingga setiap kebijakan Pemerintah senantiasa berpihak pada pihak yang mempunyai kepentingan. Pragmatisme ekonomi ini lahir dari cara berpikir yang sederhana dimana ekonomi Kapitalisme tidak membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
Sejak kecil kita dicekoki oleh dasar-dasar faham Kapitalisme ini, dimana ada azas ‘kebutuhan manusia tidak terhingga’ sehingga kerakusan manusia menjadi tidak terkendali dan sangat merusak. Padahal dalam Islam, ada pembedaan antara kebutuhan dan keinginan. Seorang pengusaha tidak akan berprilaku ‘buas’ dan ‘menyembelih’ rakyat karena mereka faham bahwa ada rakyat yang mereka lindungi. Pemerintah pun senantiasa mendahulukan alternatif yang lebih aman untuk melindungi rakyatnya karena semua ini berkaitan dengan kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi diantaranya sandang, papan, pangan, pendidikan dan kesehatan.
‘Keinginan manusia yang tidak terbatas ini’ membuat manusia sangat buas bahkan mereka bersikap egois dan mementingkan diri pribadi. Dalam Islam, menjalankan syariah menjadi azas dalam berekonomi _baik swasta maupun negara_ sehingga senantiasa berpihak pada rakyat karena syariat Islam sendiri mengakumulasi semua kepentingan umat. Kesadaran akan syariat Islam ini sudah menjadi tulang punggung perekonomian Islam sehingga tidak destruktif justru bersifat membangun.
Selain itu, sistem ekonomi Kapitalisme senantiasa menjadikan kehendak pasar sebagai pijakan perdagangannya. Azas ini sudah kita pelajari sejak SLTP dulu. Dari cara berfikir ini lahir pola fikir sistem ekonomi pasar sehingga pola perdagangan tidak bisa dicegah oleh Pemerintah sekalipun. Pemerintah hanya bertindak sebagai pembuat aturan yang tentu saja berpihak pada para Kapitalis.

Perdagangan Bebas sebagai Bentuk Peran Swasta yang Terlalu Menonjol
Tulisan ini tidak akan menjelaskan peran pihak swasta dalam perekonomian secara gamblang. Namun, ada hal mendasar yang mengakibatkan begitu kuatnya peran swasta dalam ekonomi Kapitalisme dibandingkan ekonomi Islam.
Salah satu bentuk peran swasta yang sangat menonjol dalam ekonomi kapitalisme adalah adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas menghendaki dihapuskannya peran negara dalam segala bentuk perdagangan baik nasional maupun internasional. Kondisi ini menjadi semacam boomerang bagi negara yang menerapkannya dimana akan banyak barang impor yang membanjiri wilayahnya dan kesulitan untuk membendungnya. Membanjirnya produk Australia dan mengalahkan produk lokal menjadi contoh kongkrit di depan mata kita.
Dalam Islam, perjanjian perdagangan luar negeri ini hukumnya boleh selama perjanjian tersebut tidak merugikan perekonomian dalam negeri. Namun, kenyataannya perjanjian perdagangan seperti WTO, GATS dan semacamnya cenderung merugikan negara berkembang. Pemerintah ‘terpaksa’ mengikuti tata aturan yang ada karena adanya desakan pihak swasta yang ingin mengambil keuntungan di balik semua itu. Saat ini, Pemerintah seperti boneka yang selau dikendalikan oleh kalangan pemodal karena mereka pun jadi pejabat atas dukungan para pemodal.

Sikap Kita untuk Menolak Perdagangan Bebas
Sikap yang harus kita ambil untuk menolak perdagangan bebas ini adalah sikap yang mendasar yakni sikap menolak Kapitalisme itu sendiri. Mari kita kembali kepada Islam mulai dari ajarannya yang paling mendasar. Kita harus semakin yakin bahwa hanya aturan Alloh yang dapat menyelesaikan masalah negeri ini. Kita jangan mendukung penguasa yang tidak mau menerapkan Islam sebagai aturan kehidupan ini.