Minggu, 22 Februari 2009

OBAMA KIRIM TENTARA ke Afganistan

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat Barack Obama Selasa waktu setempat menyetujui penambahan sebanyak 17.000 pasukan ke Afghanistan. Penambahan ini bertujuan menstabilkan situasi keamanan yang dianggap makin memburuk.

"Tidak ada kewajiban serius lain bagi seorang presiden selain memutuskan untuk menambah pasukan untuk mencegah kejahatan," ungkap Obama dalam pernyataannya dan dikutip AFP, Rabu (18/2/2009).

"Apa yang saya lakukan hari ini menunjukkan bahwa situasi di Afghanistan dan Pakistan membutuhkan perhatian penting dan penanganan yang cepat," tambah Obama.

Penambahan ini, lanjut Obama, merupakan respons dari pemerintahannya terkait permintaan Komandan Pasukan AS di Afghanistan David McKiernan yang bulan lalu meminta tambahan hingga 30.000 pasukan.

Untuk memenuhi permintaan mendesak dan penting, Obama telah menyetujui permintaan Menteri Pertahanan Robert Gates untuk mengirim Marine Expeditionary Brigade pada musim semi tahun ini. Setelah itu disusul pengiriman Army Stryker Brigade dan pasukan pendukung pada musim panas.

Gedung Putih menyatakan 17.000 pasukan itu dikirim untuk menjaga stabilitas keamanan menjelang pemilihan umum Afghanistan yang akan berlangsung pada 20 Agustus mendatang.

Saat ini sudah ada 38.000 pasukan AS di negara yang sekira 60 persen wilayahnya dikuasai Taliban itu

Rabu, 18 Februari 2009

Ketika Kita Menyambut Pemilu, Kekayaan Negeri Ini Diobral Murah


Gegap gempita Pemilihan Umum sudah terasa beberapa saat lalu hingga hari ini. Hampir setiap pemberitaan media massa didominasi oleh isu Pesta Demokrasi Rakyat Indonesia. Masyarakat seakan lupa sejenak tentang apa sebenarnya yang sedang terjadi di negeri ini. Angka kemiskinan yang terus naik, jumlah pengangguran yang semakin tinggi serta banyaknya oknum negeri ini yang ‘rela’menjual kekayaan alam negerinya dengan harga murah seakan luput dari pemberitaan media. Mungkin media enggan untuk menyampaikan isu ini karena berita seperti ini sudah tidak laku lagi di mata masyarakat. Mereka lebih suka menonton sinetron untuk melupakan segala kepenatan yang dialami di setiap detik waktu hidupnya.

Lagi, negara mengalami kerugian sekitar Rp. 20 triliun akibat ‘ketegaan’ oknum pengelola negeri ini. Kali ini ladang Gas Senoro, Sulawesi Tengah dijual oleh Pertamina dengan harga US$ 2,8 per mmbtu (milion metric british thermal unit). Padahal idealnya gas ini dijual dengan harga US$6 per mmbtu pada harga minyak US$ 44 per barel. (Media Indonesia, 16 Februari 2009). Tidak tahu kenapa, kok tega-teganya orang Pertamina menjual gas dengan harga murah ke China, Jepang dan Korea Selatan selama 15 tahun. Saya pikir, adanya pergantian direksi di Pertamina hanya bikin kisruh saja sedangkan yang memiliki peran sesungguhnya adalah para pengusaha asing. Mereka senantiasa menginterpensi negeri ini dalam bidang energi dan pertambangan.

Ya, itulah konsekuensi dari digunakannya sistem ekonomi liberal dengan ideologi Kapitalisme sebagai acuan pergerakannya. Ideologi ini selalu menguntungkan pihak para Kapitalis sehingga mereka menggunakan berbagai cara untuk menguasai negeri yang memiliki cadangan energi yang besar. Aneh, sering kita melihat antrian masyarakat untuk memperoleh bahan bakar gas atau berhentinya pabrik pupuk untuk berproduksi karena tidak adanya gas sebagai bahan baku tetapi gas yang kita miliki dijual keluar negeri dengan harga yang murah.

Adanya interpensi pihak asing sudah menjadi hal yang ‘lumrah’ ketika kita menyerahkan pengelolaan kekayaan negeri kepada para penguasa sekuler. Ketika Pemilu, rakyat memlilih mereka untuk menjadi wakilnya di parlemen. Para wakil rakyat ini adalah utusan para pengusaha karena bagaimanapun mereka dibiayai oleh perusahaan ketika berkampanye. Dengan begitu, ketika mereka duduk di kursi panas mereka pun rela melakukan apa saja yang sesuai dengan pesanan para penyokong dana.

Ketika kita tahu kelakukan mereka seperti itu, apakah kita akan memilih mereka lagi untuk mengelola negeri ini? Saya pikir, siapa pun yang kita pilih ketika sistem demokrasi yang masih dipakai maka akan senantiasa terjadi kekacauan pengeloaan negara karena setiap jengkal tanah di dunia ini sudah dimonitor oleh para Kapitalis. Kita jangan terpedaya oleh para kandidat pemimpin yang berjanji akan mensejahterakan rakyat atau ‘anti korupsi’ padahal sebenarnya mereka mengalihkan ‘solusi sesungguhnya’ negeri ini menjadi ‘solusi parsial’. Negeri ini tidak hanya butuh pemimpin yang bersih, jujur dan adil tetapi penguasa yang menjalankan Islam sebagai syariatnya!

Kamis, 12 Februari 2009

Sekulerisme = Pemurtadan


Mengamati Maraknya Pemurtadan

“Misi utama kita bukan menghancurkan kaum Muslim sebagai orang Kristen….Tujuan kalian adalah mempersiapkan generasi yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi malas dan hanya mengejar hawa nafsu.” (Samuel Zweimer dalam Konferensi Misionaris di al-Quds, 1935, Media Umat edisi 6/ 6-19 Februari 2009)

Upaya pemurtadan umat Islam sudah sejak lama ada ketika Daulah Islam masih tegak hingga saat ini (Daulah Islam, An-Nabhani 2007). Upaya ini tidak main-main, orang-orang kafir senantiasa memeras otak untuk menemukan cara bagaimana supaya umat ini jauh dari Islam dan bahkan keluar dari agama Islam (murtad). Sudah begitu banyak fakta membuktikan ternyata aqidah seorang Muslim dapat ditukar dengan sekardus mie instant!

Terkadang kita merasa marah ketika hal ini terjadi, namun cukupkah seperti itu? Seharusnya kita marah pada diri kita sendiri karena kita tidak bisa menjaga aqidah saudara-saudara kita. Kita lebih disibukkan oleh urusan duniawi dan perebutan kekuasaan dimana kekuasaan itu hanya membuat kita jauh dari rahmat Alloh SWT. Kita baru menyadari bahwa betapa lemahnya aqidah umat ini ketika mereka berbondong-bondong keluar dari agama Alloh. Saudara, teman bahkan keluarga kita sendiri yang menjadi korban pemurtadan ini.

Sebenarnya, seberapa pun hebatnya orang kafir mempengaruhi umat Islam tidak akan terpengaruh jika aqidah yang dimiliki setiap individu begitu kuat. Aqidah yang kuat ini lahir dari proses berfikir tentang alam semesta, manusia dan kehidupan. Aqidah yang lahir bukan berasal dari perasaan yang dapat berubah setiap saat. Jangan aneh ketika banyak orang murtad karena merasa tidak nyaman dengan Islam yang dianutnya. Memang, Islam ini bukan tempat untuk mencari kenyamanan tetapi tempat untuk mendapatkan rahmat Alloh SWT.

Namun bagaimanapun permurtadan ini bukanlah problem utama umat Islam. Hal yang menjadi problem utama umat Islam adalah tidak diterapkan syariat Islam dalam kehidupan dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyyah. Khilafahlah yang akan senantiasa menjaga aqidah umat yakni dengan menjauhkan umat dari pemikiran kufur seperti sekulerisme dan demokrasi. Faham inilah justru yang membuat aqidah umat ini goyah dan berpaling dari kebenaran Islam. Ketika orang menganggap Islam adalah agama ritual belaka maka mereka pun beranggapan bahwa Islam bisa disejajarkan dengan agama yang lain. Justru, hal inilah yang lebih berbahaya dibandingkan dengan permurtadan karena kondisi umat Islam sangat mudah digoyah.

Ada banyak hal yang bisa kita lakukan ketika pemurtadan ini sudah terlanjur terjadi, diantaranya:

Pertama, Dakwahkan Islam dengan pendekatan ideologis (fikriyah) bukan dengan pendekatan perasaan (su’uriyah) sehingga orang faham mengapa dia harus memilih Islam sebagai jalan hidupnya.

Kedua, Perkuat barisan umat Islam untuk memiliki cita-cita yang sama yakni tegaknya Islam dibawah naungan Daulah Khilafah karena Khilafah-lah yang akan mengurus seluruh masalah umat ini.

Ketiga, perbanyaklah kegiatan ke-Islaman yang akan memperkuat pemahaman kita tentang Islam, jangan terlalu banyak acara bazar, pameran, gema nasyid atau training ini-itu.

Keempat, jaga diri kita dari berbagai bentuk maksiat.

Jatinangor, 12 Februari 2009

Muhammad Yusuf Ansori

Mahasiswa Fapet Unpad Jatinangor


Sabtu, 07 Februari 2009

Suarakan Islam dengan Terbuka


Menyimak Maraknya Partai ‘Oplosisi’ antara Islam dan Sekuler

Ketika umat ini membutuhkan seorang Pemimpin maka begitu banyak orang yang menawarkan diri untuk menjadi pemimpin. Segala janji yang telah diumbar ternyata sulit mereka realisasikan karena janji-janjinya masih ‘standar-standar’ saja. Perubahan yang mereka janjikan hanyalah perubahan parsial bukan peruabahan fundamental untuk memperbaiki nasib negeri ini. Mereka berkilah bahwa perubahan itu harus bertahap, namun kenyatannya tahapan perubahan itu tak kunjung datang malah semakin memalingkan umat ini dari Pencipta-nya.

Realitas ini terlihat ketika banyak partai-partai, baik partai berbasis masa Islam maupun sekuler, mengkampanyekan agenda kerja mereka bukan mengkampanyekan inti dari sebuah perubahan (padahal mereka tahu). Hingga saat ini tidak ditemukan partai yang menawarkan konsep sistem ekonomi alternatif yang menjadi pemicu krisi multidimensi negeri ini. Mereka lebih sibuk dengan agenda ‘berantas korupsi’ atau ‘harga sembako murah’ padahal hal tersebut sulit direalisasikan karena saking rusaknya ideologi Kapitalisme yang dianut umat ini.

Agenda-agenda kosong ini ternyata disampaikan juga oleh partai berbasis masa Islam. Ya, saat ini tidak ada partai Islam karena mereka tidak menyuarakan Islam dengan terbuka. Apakah mereka takut dicap teoris, oposisi atau pengkhianat bangsa? Alasannya sih, berpolitik itu harus cerdas, tapi apakah mereka lebih cerdas dibandingkan Rosululloh yang menyuarakan Islam dengan terbuka. Tegas, jelas dan menantang sistem kufur yang ada….

Fakta membuktikan bahwa saat ini umat semakin kebingungan karena tidak adanya pilihan yang jelas. Mau milih partai berbasis Islam atau sekuler buat jadi panutan ternyata sama saja karena isu yang diangkatnya pun sama seperti ‘partai kasing sayang’, ‘bersama kita bisa’ dll. Kalao mau_dan seharusnya_ partai berbasis massa Islam ini menyuarakan syariat Islam sebagai agenda kampanye mereka sehingga pemilih pun bisa memilih dengan jelas bukan masang iklan dengan menampakan wanita yang tidak pake jilbab. Wajar kalau partai berbasis Islam kalah terus…….

Tahu nggak kenapa HAMAS di Palestina menang pada 2003 lalu? Trus, Ikwanul Muslimin juga dipercaya muslim di Mesir untuk jadi penguasa? Dan juga FIS di Aljazair menang mutlak pada pemilu mereka? Ya karena mereka bertindak menjadi oposisi yang jelas, ni saya Islam dan yang itu kafir, silakan mau milih mana? Mungkin seperti itulah ungkapan mereka kepada umat. Jika partai berbasis Islam ini mau seperti itu ya silakan tiru, jangan cuma logonya aja di tempel di baju-baju.

Jadi, agendakan visi dan misi partai denga jelas dan tebuka kepada umat, kalau mau menjadikan negeri ini Daulah Islam ya sampaikan jangan ditutup-tutupi. Justru kondisi ini semakin mempersulit tegaknya syari’ah Islam karena masih berputar-putar di area demokrasi sebagai sarang kemaksiatan. Jika nanti ada reaksi keras dari penguasa, ya itu resiko dalam rangka menyuarakan kebenaran. Tetapi, ketika ada dukungan dari umat ya Insya Alloh akan dimudahkan. Percaya nggak? Kalo kita menyuarakan Islam dengan terbuka maka para tentara dan polisi pun akan membantu kita karena kebanyakan mereka adalah muslim. Aqidah mereka menuntutnya untuk membela Islam karena mereka juga percaya akan adanya syurga.

Silakan buka kembali syiroh Rosululloh, beliau pun menyampaikan Islam dengan terbuka. Dengan begitu, akan tercipta opini umum di tengah umat bahwa ada dua ideologi yang sedang ‘bertabrakan’ yakni Islam di tengah kekufuran. Buktinya, banyak orang yang tertarik bahkan Salman al-Farisi jauh-jauh datang dari Persia untuk masuk Islam. Orang juga cerdas untuk memilih Bung……kita jangan takabur dengan mengatakan bahwa harus ada konsep yang cerdas dalam menyuarakan Islam! Saya pikir, dalam dakwah ini wajib mengikuti apa yang telah dicontohkan Rosulululloh bukan dengan mengedepankan otak kita…..

So, jangan ditutup-tutupi apa yang seharusnya disampaikan dan jangan disampaikan apa yang tidak boleh disampaikan. Jika kita harus mengatakan bahwa demokrasi itu haram ya katakan, jika kita harus mengatakan bahwa syari’ah Islam itu wajib ya katakan, jika khilafah itu cita-cita kita ya katakan……biarlah umat yang memilih. Jangan sampai harta dan tenaga yang kita gunakan tidak berarti apa-apa di hadapan Alloh karena kita masih menjadikan demokrasi sebagai jalan perubahan ini……..

Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.(QS. Al-Maidah: 32)

Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan.’ (QS. Nuh: 8)

Jumat, 06 Februari 2009

Pemilu dan Nasib Rakyat


Pemilu Tidak Menjadi Solusi atas Segala Krisis yang Terjadi

Memasuki tahun 2009, rakyat Indonesia dihadapkan pada situasi yang serba sulit. Realitas politik yang terjadi tidak dapat menjadi obat penawar bagi kemelut bangsa ini. Kondisi sosial, politik dan ekonomi yang belum kunjung baik membuat rakyat menggantungkan harapan pada elit politik yang senantiasa hadir sebagai ‘pahlawan kesiangan’ dengan janji-janji kosong yang terkadang tidak masuk diakal. Saya pikir, wajar jika Alloh SWT tidak kunjung memberikan pertolongannya pada kita walaupun kita berdoa siang-malam jikalau solusi yang kita gunakan bukan solusi dari Alloh SWT. Masyarakat cenderung berharap pada manusia sebagai makhluq Alloh sehingga lambat-laun menjauhkannya dari Alloh SWT.
Ketika masyarakat memiliki kebingungan dengan krisis yang terjadi maka sebagian diantara mereka menjadikan momen Pemilu (Pemilihan Umum) atau Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) sebagai ajang ‘coba-coba’. Masyarakat berharap dengan pergantian kepemimpinan akan terbentuk suasana masyarakat yang lebih baik karena adanya pergantian orang. Padahal tidak menjadi jaminan ketika adanya pergantian pemimpin akan tercipta kondisi yang berbeda secara signifikan karena pada dasarnya tidak terjadi pergantian sistem kehidupan. Perputaran waktu menunjukan kepada kita bahwa krisis yang terjadi akan berlarut-larut ketika setiap individu dalam umat ini masih mengharapkan pertolongan dari sosok yang selama ini dielu-elukan. Bangsa Indonesia bisa bercermin pada era Reformasi ’98 yang menelan banyak korban, sudah beberapa kali terjadi pergantian kepemimpinan (baik nasional mapun daerah) namun hal itu tidak menjadi jaminan akan adanya perubahan bagi nasib rakyat.
Ketika seringnya Pemilu atau Pilkada justru semakin banyak menimbulkan efek negatif bagi realitas sosial politik di sekitarnya. Adanya sosok yang dijagokan dalam Pemilu dan Pilkada maka akan ada dua atau lebih komunitas pendukung yang saling jotos karena adanya perbedaan kepentingan. Pilkada Maluku Utara, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara dan banyak lagi contoh kongkrit dimana pemilu menelan korban yakni kesemrawutan kondisi sosial. Ketika terjadi konflik di tengah masyarakat maka berpengaruh pada dinamika sosial yang lain seperti banyak orang yang enggan berjualan karena takut toko mereka jadi bulan-bulanan massa. Begitu pula Pemerintah lebih sibuk mengurusi masalah perebutan keuasaan dalam Pemilu atau Pilkada ketimbang mengkonsentrasikan diri memperbaiki krisis ekonomi yang sedang terjadi.
Krisis ekonomi sebagai pemicu utama segala konflik yang terjadi seperti sengaja dibiarkan barlarut-larut padahal sebenarnya rakyat banyak berharap akan ada perbaikan kondisi ekonomi ketika terjadi pergantian kekuasaan. Namun, pergantian kekuasaan hanyalah memicu kesengsaraan selanjutnya karena ternyata devisa negara yang ada habis terpakai untuk ‘pesta demokrasi’ (dari namanya saja jelas tindakan hura-hura). Sekitar 1,6 triliun rupiah habis terpakai untuk mendanai pilkada di berbagai daerah padahal lebih baik dipakai untuk mendanai sektor pendidikan yang semakin buruk (Al-Wa’ie, Januari 2009). Pemerintah sering berkilah dalam masalah defisitnya devisa negara tetapi ternyata uang rakyat yang ada tidak digunakan untuk hal yang lebih prioritas tetapi dialihkan untuk sesuatu yang sepertinya lebih penting padahal tidak begitu penting. Pemilu atau pilkada hanya menjadi ajang untuk unjuk gigi akan kehebatan masing-masing calon penguasa. Jadi, kalau krisis ini bisa selesai tanpa harus ada Pemilu atau Pilkada, kenapa harus ada Pemilu atau Pilkada?
Pada awalnya, kaum Reformis menganggap Pemilu sebagai pintu gerbang menuju perbaikan nasib bangsa _terutama krisis ekonomi_ tetapi ternyata perkiraan tersebut meleset karena krisis semakin menjadi-jadi setelah adanya pergantian kekuasaan bahkan hingga ke tingkat daerah. Mereka justru memalingkan masalah ekonomi _sebagai masalah utama_ menjadi masalah krisis kepemimpinan. Opini ini membawa masyarakat menjadi lupa akan problem mereka dan cenderung menuruti kemauan kaum Reformis. Pada faktanya, ketika terjadi pergantian kekuasaan, penguasa yang baru justru memperburuk masalah ekonomi dengan menjual aset bangsa kepada Kapitalis asing dan menyerahkan nasib bangsa ini kepada IMF (Lembaga Moneter Internasional) dan Bank Dunia. Hasilnya, bangsa ini telah masuk ke dalam ‘perangkap laba-laba’ yang lengket dan sulit untuk keluar kecuali dengan menghancurkan jaring tersebut! Selain itu, setelah pilkada digelar sebagai imbas dari otonomi daerah ternyata Pemerintah Daerah ada yang tidak sejalan dengan Pemerintah Pusat. Misalnya, ada Pemerintah yang menolak memberikan dana kompensasi kenaikan harga BBM dari pemerintah Pusat dengan alasan memanjakan rakyat. Padahal itu terjadi karena Pemerintah Daerah berbeda partai politik dengan Pemerintah Pusat sehingga berbeda pula kepentingan mereka.
Pemilu terbukti tidak bisa menjadi solusi atas segala krisis yang ada karena menjadikan demokrasi sebagai acuan sistem politiknya. Demokrasi menjadikan manusia berani membuat aturan sendiri diatas aturan Alloh SWT yang agung. Hanya satu hal yang akan menjadi solusi yakni marilah kita menjalankan segala aturan Islam sebagai bentuk dari pertolongan Alloh atas do’a-do’a yang senantiasa kita panjatkan. Umat Islam jangan menjadi orang yang ‘rajin berdoa’ untuk meminta datangnya keajaiban tetapi tidak mau menjalankan konsep kehidupan Islam sebagai jawaban atas doa’-doa’ itu. Umat ini harus yakin bahwa Alloh sudah mengabulkan do’a mereka yakni dengan banyaknya konsep-konsep Islami yang ditawarkan para da’i. Umat ini harus malu ketika masih bergantung pada manusia sebagai penuntun mereka untuk keluar dari krisis ini sehingga agama ini hanya menjadi komoditas politik saja. Wahai kaum Muslimin, Alloh masih ada! Maka janganlah kita berputus asa dari pertolongan Alloh! Perotolongannya telah datang yakni ketika ketika mau membuka hati dan pikiran kita untuk ridlo diatur oleh aturan-Nya!
“Sesungguhnya penolongmu hanyalah Alloh, Rosul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang melaksanakan solat dan menunaikan zakat, seraya tunduk (kepada Alloh). Dan barang siapa menjadikan Alloh, Rosul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai penolongnya, maka sungguh, pengikut (agama) Alloh itulah yang menang. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan pemimpinmu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan permainan, (yaitu) diantara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang –orang kafir. Dan bertaqwalah kepada alloh jika kamu orang-orang beriman.” (Al-Maidah; 55-57)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim.” (Al-Maidah; 51)