Selasa, 16 Desember 2008

Asumsi yang Keliru tentang Subsidi BBM

Setelah didesak oleh berbagai kalangan, akhirnya Pemerintah menurunkan kembali harga premium dari Rp. 5.500 menjadi Rp. 5000 dan solar dari Rp. 5.500 menjadi Rp. 4.800. Penurunan tersebut mengikuti turunnya harga minyak dunia yang mencapai level terendah setelah mengalami kenaikan hingga $ 135 per barel beberapa waktu lalu. Kebijakan ini disambut baik oleh masyarakat pengguna premium walaupun terbilang telat bila dibandingkan dengan Malaysia yang telah menurunkan harga BBM hingga 7 kali sejak harga minyak dunia mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah penggunaan minyak sebagai sumber energi oleh manusia.

Namun, penurunan harga premium dan solar ini tidak diikuti langsung oleh penurunan minyak tanah. Pemerintah beralasan bahwa premium digunakan oleh orang-orang ‘kaya’ sedangkan minyak tanah digunakan oleh orang-orang ‘miskin’. Asumsi yang keliru ini membuat harga premium dan solar di pasaran tidak jauh berbeda yakni Rp. 200 per liter. Pemerintah berasumsi bahwa subsidi BBM harus tepat sasaran sehingga mengkonsentrasikan subsidi hanya pada minyak tanah dan solar.

Harga premium sekarang ini merupakan harga tanpa subsidi sehingga apabila suatu saat harga minyak dunia kembali turun maka seharusnya harga premium pun kembali turun bahkan lebih murah dari harga solar. Asumsi ini lahir karena ada anggapan bahwa kenaikan harga BBM Mei lalu mengikuti harga minyak dunia. Kalau begitu, kenapa penurunan harga premium tidak diikuti oleh menurunnya harga BBM yang lain?

Pemerintah punya alasan sendiri untuk menjawab pertanyaan ini. Pertama, APBN yang telah dirancang digunakan untuk 1 tahun hingga tutup buku 31 Desember mendatang sehingga pemerintah mengalami kesulitan untuk merubah anggaran subsidi BBM yang sangat tinggi. Kedua, kurs rupiah terhadap dollar Amerika yang masih tinggi yakni diatas Rp. 10.000 sehingga kondisi ini dapat mempengaruhi anggaran ‘untuk membayar utang luar negeri’ Indonesia yang sangat tinggi sedangkan Pemerintah tidak memiliki cadangan devisa yang mencukupi. Ketiga, kondisi ini dijadikan alasan kuat Pemerintah untuk menjalankan program konversi minyak tanah ke gas walaupun masih banyak kendala seperti langkanya gas di pasaran hingga harganya melambung tinggi. Sepertinya, akan banyak alasan lain sembari menunggu turunnya harga solar dan minyak tanah.

Begitulah bila Pemerintah salah dalam mengasumsikan subsidi BBM untuk masyarakat. Anggapan bahwa subsidi diberikan kepada ‘orang’-nya menjadi bumerang untuk Pemerintah. Rakyat pun akan menuntut janji pemerintah untuk seantiasa mengutamakan rakyat miskin. Seharusnya subsidi diberikan kepada ‘barang’-nya walaupun terkesan Pemerintah ‘memukul rata’ dan tidak berpihak kepada ‘wong cilik’. Namun, asumsi ini ada banyak keuntungan bila dijalankan, seperti: Pertama, Kejadian sedikitnya perbedaan harga solar dan premium tidak akan terjadi karena subsidi adalah milik rakyat tanpa memandang si kaya dan si miskin. Kedua, penyimpangan distribusi akan bisa diminimalisir sehingga tidak akan ada penyelundupan minyak tanah dari daerah (dengan harga murah) ke Jakarta (dengan harga tinggi). Ketiga, daya beli masyarakat akan lebih baik karena rendahnya harga komoditas di pasaran. Walau bagaimana pun, masih banyak kendaraan pengangkut barang yang menggunakan premium dan solar sehingga berpengaruh pada ongkos kirim dan harga komoditas bersangkutan. Keempat, Anggaran negara dapat sedikit berhemat karena tidak harus membagikan tabung dan kompor gas kepada masyarakat yang sudah jelas banyak penyimpangan.

Memang, bila asumsi subsidi ‘barang’ ini dilakukan tidak akan jelas terlihat oleh masyarakat kinerja dari Pemerintah tetapi akan dirasakan langsung karena tidak terjadi lonjakan harga yang ‘menggila’ seperti saat ini. Daya beli masyarakat akan lebih stabil dan pertumbuhan ekonomi sektor riil akan jelas terlihat tidak seperti saat ini yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi dari sektor non-riil.

Pemerintah jangan hanya berniat merebut hati rakyat dalam rangka Pemilu 2009 tetapi harus benar-benar menjalankan kebijakan sesuai dengan perhitungan yang ada. Hal ini terlihat dengan pengumuman yang terkesan terburu-buru sehingga walaupun harga premium turun ternyata masih banyak SPBU yang tidak siap karena mereka masih menjual stock lama dengan harga lama. Saya yakin, sebenarnya pemerintah pun mengerti asumsi ini tetapi sepertinya ada banyak kepentingan yang bermain di negeri ini dan mereka lebih memilih kepentingan ‘lain’ itu daripada kepentingan rakyat banyak.

Penurunan harga premium ini disambut gembira oleh para pengguna kendaraan pribadi namun tidak disambut baik oleh para pengguna kendaraan umum karena harga solar masih tinggi. Ongkos perjalanan masih terbilang tinggi dan kecil kemungkinan akan langsung turun karena harga suku cadang masih tinggi. Apalagi ditambah oleh terbakarnya kilang minyak di Dumai (16/12) dan ini dijadikan alasan kelangkaan premium dan solar menjelang didistribusikannya harga baru. Kalau begitu, meskipun Pemerintah sudah menurunkan harga premium dan solar tetapi tidak akan serentak turun karena masih terjadi kelangkaan seperti awal Desember lalu.

muhammadyusufansori.blogspot.com

Muhammad Yusuf Ansori

Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, tinggal di Kp. Citamiang Ds. Sukamerang Kersamanah-Garut


Senin, 01 Desember 2008

Akhir dari Korporatokrasi

Ketika krisis ekonomi global sedang melanda dunia ini maka sebenarnya adalah penantian ajal dari korporatokrasi. Bursa-bursa saham di beberapa negara mengalami keguncangan karena adanya krisis yang melanda Amerika sebagai negara adidaya. Kondisi ini juga ternyata dirasakan oleh para pengusaha  di Indonesia dengan ditandai anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 10, 38 % (8/10/2008). Wajar saja kalau orang Indonesia kecipratan imbasnya karena pada dasarnya pengusaha yang ada di Indonesia adalah kepanjangan tangan para pengusaha asing.

Ya, setiap jengkal dari tanah di dunia ini telah dikuasai oleh para korporat yang selalu menancapkan kukunya yang tajam (John Perkins, Pengakuan Bandit Ekonomi, 2007).  Entah disadari ataukah tidak, tidak ada kedaulatan rakyat di dunia ini tapi yang ada hanyalah kedaulatan para pengusaha yang menjadi penguasa. Mereka seperti gurita yang merangkul dunia ini dengan tentakel-tentakelnya yang banyak dan panjang. Keserakahan mereka membuat dunia ini rusak dan tidak teratur.

Kalaulah mereka masih mempunyai sedikit iman maka sekaranglah saatnya mereka bertobat karena begitu banyak dosa mereka di dunia ini. Asap-asap pabrik milik mereka yang mengotori angkasa menyebabkan pemanasan global sehingga banyak para petani yang tidak bercocok tanam karena sawahnya kering. Sudah terlalu banyak kaum papa yang semakin miskin karena sulit menghidupi dirinya sendiri. Setiap jengkal tanah milik mereka dicuri oleh para korporat yang gila kekuasaan.

Dalam benak para korporat hanyalah uang dan kekuasaan sehingga mereka pun rela mengeluarkan uang milyaran dollar hanya untuk membiayai kampanye para agennya yang ditanam di parlemen. Melalui para agennya ini setiap Undang-undang yang dibuat disesuaikan dengan pesanan para korporat. Maka wajar jika setiap kebijakan Pemerintah jarang yang berpihak pada rakyat kecil. Republik ini dibentuk bukan untuk melayani ‘publik’ tetapi dibuat untuk melayani ‘pabrik’. Saya sering bertanya, siapa sesungguhnya yang berkuasa?

Kehidupan di dunia ini seperti roda yang berputar. Ada saatnya ketika para pengusaha super kaya itu berkuasa dan bisa mengendalikan dunia namun ada saatnya ketika mereka harus mengemis kepada rakyatnya hanya untuk mempertahankan eksistensi mereka. Hal ini terjadi ketika Pemerintah Amerika mengocorkan dana untuk menolong para pengusaha yang sebentar lagi mengakhiri riwayatnya (BBC World Service). Tentu saja bantuan itu adalah uang rakyat Amerika yang dikumpulkan melalui pajak, bea, cukai dan berbagai mekanisme pengumpulan uang. Namun aneh, mengapa harus rakyat Amerika yang meanggung kebangkrutan mereka?

Saya yakin ini semua _cepat atau lambat_ adalah akhir dari kisah koporatokrasi. Kebangkrutan yang terjadi adalah buah tangan mereka sendiri yang tidak mempunyai hati nurani ketika mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam negeri ini. Mereka adalah manusia _bukan Tuhan_ yang tidak bisa memprediksi masa depan hanya dengan melihat angka-angka pertumbuhan ekonomi di layar komputer. Seringkali perkiraan mereka meleset dan akhirnya mereka terperosok kedalam jurang kehancuran. Lihatlah, berbagai krisis di belahan dunia akibat ulah mereka!

 (pernah dimuat di Media Indonesia, 11 Nopember 2008)

Kemaksiatan Ideologis


Kemaksiatan Ideologis
Ideologi adalah aqidah aqliyah yang memancarkan peraturan-peraturan kehidupan (An-Nabhani, 2007). Setiap ideologi pasti dianut oleh individu di bumi ini dengan senantiasa mengakar dalam berbagai aspek kehidupannya, dari cara dia makan hingga cara mengatur negara. Aqidah sekulerisme sebagai landasan hidup ideologi Kapitalisme menjadikan orang senantiasa berbuat untuk mencari nilai manfaat tanpa mempedulikan aturan agamanya. Setiap orang beranggapan bahwa kehidupan ini hanya untuk mencari materi sehingga dia memisahkan aturan duniawi dengan aturan agamanya. Penyebaran ideologi ini melalui berbagai cara menjadikan hampir setiap manusia di muka bumi menganut ideologi ini.
Hingga saat ini ideologi kapitalisme telah menjelma menjadi sebuah masyarakat dengan ciri yang khas karena begitu banyak orang yang menganutnya. Ideologi ini seperti gurita yang menjulurkan tentakelnya ke setiap penjuru dunia dengan berbagai cara melalui media massa, pendidikan, intimidasi ekonomi dan gerakan politik. Ide sekulerisme sebagai pijakannya membuat orang memiliki karakter yang rendahnya melebihi binatang (QS Al-Furqon ayat 44).
Budaya pop ideologi Kapitalisme adalah segala pemikiran, ide, konsep ataupun cara hidup manusia yang lahir dari ideologi tersebut secara alami. Kerusakan budaya ini membuat orang memiliki cara berpikir yang rusak serta tidak terarah sehingga kehidupannya penuh dengan keresahan dan ketidakpastian. Kekosongan spiritual seseorang menjadikannya tidak memiliki tumpuan hidup karena sudah mengabaikan aspek ruhiyah padahal itu adalah suatu keniscayaan sebagai fitrah yang dimiliki manusia.

Konsumerisme
Karakter yang jelas terlihat dari masyarakat kapitalis adalah konsumtif. Konsumerisme menjadi senjata ampuh bagi roda pergerakan ekonomi Kapitalisme. Setiap individu ‘dipaksa’ untuk bersikap konsumtif walaupun harus menggunakan uang pinjaman dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat tidak membedakan antara kebutuhan dan keinginan sehingga mereka cenderung mengikuti hawa nafsu dibandingkan logika. Akibatnya, banyak penduduk yang terlilit utang kepada lembaga keuangan seperti yang saat ini terjadi di Amerika (Kapitalisme di Ujung Tanduk, Adnan Khan, 2008).
Budaya konsumerisme ini bukan hanya terbatas dalam memenuhi kebutuhan primer seperti sandang, papan dan pangan tetapi sudah merambah kedalam gaya hidup yang tidak terarah. Pernahkan kita bertanya, kenapa begitu banyak orang yang suka mengkonsumsi minuman beralkohol padahal itu barang haram dan membahayakan? Gaya hidup seperti ini terkesan hanya menghamburkan uang dalam rangka memenuhi keinginan yang tidak terukur.

Hedonisme
Bagi masyarakat kapitalisme, memenuhi keinginan hawa nafsu adalah bagian dari kebutuhan yang harus dipenuhi tanpa memandang norma-norma agama. Budaya hedonistik menjadi sesuatu yang biasa dalam rangka memenuhi kebutuhan pribadi. Hedonisme tidak hanya berlaku untuk mengobati stress belaka tetapi sudah merambah pada kemaksiatan lain sebagai turunannya.
Sex bebas dan hura-hura saat ini sudah menjadi budaya anak-anak muda dengan alasan hak azasi tanpa harus diganggu. Pada awalnya konsep hak azasi manusia untuk melindungi orang dari segala bentuk penindasan, tetapi berkembang menjadi cara berpikir ‘semau gue’. Konsep hak azasi manusia ini sepertinya sudah kebablasan hingga menyentuh masalah ‘pribadi’ yang seakan tidak boleh diganggu padahal dalam Islam ada aturan untuk mengendalikan kondisi pribadi manusia.


Individualisme
Jangan aneh jikalau banyak diantara kita yang bersikap individualistik sehingga tidak saling mengenal dan tidak peduli nasib sesama Muslim. Individualisme sudah menjadi budaya masyarakat kapitalisme karena mereka menganggap masyarakat ini terdiri dari individu-individu yang terpisah. Padahal masyarakat merupakan satu kesatuan yang integral dimana setiap individu saling berinteraksi dan saling peduli. Dalam Islam, masyarakat seperti satu tubuh yang apabila salah satu diantara mereka merasakan sakit maka bagian tubuh yang lain pun merasakan hal yang sama.
Kemiskinan di setiap sudut kota adalah buah dari ketamakan dan keserakahan para kapitalis yang menghisap darah rakyat jelata. Mereka seakan tidak peduli akan kondisi di sekitarnya. Gedung-gedung pencakar langit diantara perumahan kumuh menjadi simbol kerserakahan mereka. Semua itu terjadi karena sistem ekonomi kapitalisme yang semakin memperdalam jurang antara si kaya dan si miskin akibat dari pola distribusi kekayaan yang tidak merata.

Pragmatisme
Saat ini pragmatisme politik sudah menjadi tren diantara para politikus dalam meraih kekuasaan. Mereka tak segan-segan untuk sogok sana sogok sini demi secuil kekuasaan sesaat. Sikap ini berpengaruh luas pada sebagian besar masyarakat dalam menyikapi kehidupan. Jangan aneh jika ada ulama yang berdakwah demi mencari uang; mahasiswa rajin belajar demi mencari gelar akademis; atau muda-mudi berpacaran untuk memuaskan nafsunya belaka. Orang menganggap semua hal yang dilakukan hanya untuk mengambil manfaatnya padahal Islam mengajarkan pada kita bahwa hidup ini untuk ibadah kepada Alloh. Bekerja, bermasyarakat, bernegara bahkan berkeluarga adalah wujud ibadah kepada Alloh SWT tidak sekedar mencari kebahagiaan sesaat. Bagi seorang muslim parameter kebahagiaan ini adalah ridlo Alloh SWT.

Prularisme
Ada banyak orang menganggap bahwa agama apa pun sama selama dia mengajarkan kebaikan adalah benar. Pluralisme agama menjadi tren masa kini sehingga orang merasa tidak percaya diri dengan ke-Islamannya. Jangankan bersedia untuk menjalankan semua syariatnya, justru mereka menolak diterapkannya syariat Islam dengan alasan toleransi beragama. Menurut anggapan mereka syariat Islam melanggar Hak Azasi Manusia karena tidak menghargai manusia sebagaimana mestinya.
Bagi mereka, agamanya hanyalah pemuas dahaga spiritual manusia. Seharusnya agama dijadikan landasan dalam berpikir dan bertindak sehingga kehidupan manusia akan senantiasa lebih terarah. Islam mengajarkan kepada kita untuk menjadikan setiap konsep pemikirannya pemandu kehidupan sehingga terbentuk masyarakat yang syar’i.

Demokrasi
Begitupun demokrasi menjadi hal yang dijunjung tinggi dibandingkan keimanan kepada Alloh SWT dengan menjalankan semua perintahnya dalam berbagai aspek. Manusia sudah berani untuk membuat aturan diatas aturan Alloh SWT. Secara sadar atau tidak sadar, inilah kemaksiatan terbesar dibandingkan kemaksiatan lainnya. Kemaksiatan sistematis ini membuat semua bentuk kehidupan manusia menjadi jauh dari Islam.
Banyak orang beranggapan bahwa kemaksiatan yang terjadi adalah buah dari kemerosotan akhlaq. Padahal kemerosotan akhlaq hanyalah turunan dari demokrasi sebagai kemaksiatan terbesar dimana manusia sudah mengabaikan ajaran Alloh SWT dalam menata kehidupan ini.

Mari Tinggalkan Semua Itu…….
Sudah saatnya kita meninggalkan semua serangan pemikiran sesat itu dengan menjadikan pemikiran Islam sebagai ‘lawan tandingnya’. Insya Alloh, hanya dengan pemikiran Islam semua itu dapat diakhiri. Pemikiran Islami lahir dari ideologi Islam dengan akidah Islam sebagai landasan. Akidah Islam tidak pernah membedakan antara apsek spiritual dan aspek meterial. Masyarakat Islam berdiri diatas aturan Islam yang mengatur cara ibadah ritual hingga mengatur negara. Kekosongan spiritual yang dialami masyarakat Kapitalis tidak terjadi karena secara alami masyarakat Islami akan terbentuk.