Kamis, 21 Agustus 2008

Ancaman Nasionalisme terhadap Persatuan Umat Islam


Nasionalisme Membuahkan Kebencian
Nasionalisme bagi sebagian orang adalah sesuatu yang agung yang harus dipertahankan. Mereka rela mati bagi eksistensi nasionalisme. Pemikiran ini lahir karena sebagian orang beranggapan bahwa nasionalisme dapat mempersatukan orang dalam satu bingkai Negara dan teritorial. Bagi mereka, nasionalisme bisa mempersatukan perasaan orang yang memiliki nasib yang sama.
Terkadang nasionalisme menggiring orang untuk menumpahkan darah manusia. Kebencian pada bangsa lain diluar bangsanya membuat orang menjadi beringas dan bersikap tidak manusiawi. Masih ingat sikap Adolf Hitler terhadap bangsa Non-Aria? Hitler dengan NAZI menjadikan manusia seperti binatang bahkan lebih rendah derajatnya. NAZI membunuh musuhnya seperti menepuk seekor nyamuk, sangat mudah tanpa ada rasa bersalah. Karena sikap mereka yang ‘gila’ itu maka Hitler dan pengikutnya disebut kaum Ultra Nasionalis.
Atas nama Nasionalisme perang saudara pun terjadi, tidak peduli kalau mereka seagama. Tentara Nasional Indonesia (TNI) berperang dengan pasukan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh karena perebutan wilayah. Walaupun apabila dicermati mereka berperang bukan karena mempertahankan idealisme tetapi karena pragmatisme diantara mereka. Agama Islam yang mereka anut tidak membuat mereka berdamai. Egoisme dari masing-masing pihak lebih banyak dikedepankan. Terkadang saya bertanya, “Apakah mereka merasa berdosa ketika harus menembak mati saudara mereka sendiri?”.
Masih segar di ingatan ketika ada sebagian orang yang menyatakan ‘perang’ dengan orang Malaysia ketika Reog Ponorogo ditampilkan di iklan pariwisata Malaysia. Ditambah lagi ada seorang juri Taekwondo yang dipukuli Polisi Malaysia. Atas nama nasionalisme mereka menjelek-jelekan saudara mereka sesama Muslim di Malaysia. Di kampus saya, Unpad Jatinangor, banyak pamplet yang tertempel di dinding-dinding yang bernada provokatif. Bahkan ada yang berani menghina di depan mahasiswa-mahasiswa Malaysia yang sedang melaksanakan tugas pertukaran pelajar. Apakah harus seperti itu sikap kita? Saya pikir, tidak!

Rosululloh Melarang Nasionalisme
Itulah sekelumit fakta dimana nasionalisme membuat orang kehilangan akan sehatnya. Memang, ada yang berpendapat dengan nasionalisme rakyat Indonesia dapat bersatu untuk membangun bangsanya. Pendapat ini sering dikemukakan oleh para petinggi negeri ini. Mereka mengkampanyekan nasionalisme sebagai jargon politik mereka. Bahkan partai (berazas) Islam pun ikut-ikutan menjadikan isu nasionalisme ini sebagai alat kampanye mereka. Padahal Rosululloh saw. sudah secara jelas melarang setiap muslim memiliki rasa nasionalisme dalam dirinya. Dalam hadist riwayat Abu Daud dan Ahmad Rosululloh bersabda:
‘Sesungguhnya Alloh relah menghilangkan dari diri kalian ashobiyah jahiliyah dan kebanggan jahiliyah karena keturunan. Seseorang hanyalah seorang mukmin yang bertaqwa atau seorang pendosa yang celaka. Manusia itu hanya anak cucu Adam, sedangkan Adam berasal dari tanah. Tidak kelebihan antara Arab atas non-Arab kecuali karena ketaqwaannya.’
Jika mencermati hadist tersebut maka sudah jelas keharaman nasionalisme. Kata Ashobiyah dalam hadist di atas dapat berarti rasa bangga pada keluarga, suku atau bangsa sendiri dan menganggap hina bangsa yang lain. Tidak peduli ukuran menghinakan itu apakah besar atau kecil. Apakah sikap kita seperti Hitler ataupun seperti teman mahasiswa saya yang menghina mahasiswa Malaysia.

Dalam Bentuk Apapun Nasionalisme Tetap Cela
Syekh Hasan al-Banna dalam bukunya Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin (1997)i menyebutkan bahwa nasionalisme itu boleh-boleh saja. Apabila nasionlisme yang dimaksud adalah nasionalisme kerinduan akan bangsa dan tanah air maka hal itu sudah ada dalam fitrah manusia. Jika nasionalisme yang dimaksud adalah nasionalisme pembebasan dari penjajah untuk membela kehormatan maka beliau pun sepakat dengan hal itu. Menurut beliau batasan nasionalisme ditentukan oleh aqidah.
Saya tidak sependapat dengan beliau. Jika nasionalisme itu ditentukan oleh aqidah, maka mengapa masih memperbolehkannya? Perasaan rindu akan kampung halaman, sayang sesama saudara atau ingin bebas dari penjajahan adalah sikap yang sesuai fitrah tapi bukan berarti itu adalah nasionalisme. Nasionalisme itu lahir karena adanya persamaan wilayah tempat tinggal (negara), perasaan sama terjajah atau lahir dari bangsa yang sama bukan lahir dari aqidah yang sama.
Ikatan yang dapat mempersatukan umat Islam bukanlah nasionalisme melainkan ikatan aqidah, yakni Islam. Meskipun nasionalisme dapat membangun sebuah masyarakat sehingga mempunyai perasaan yang sama tetapi nasionalisme tidak dapat mempersatukan umat Islam. Masyarakat Islam terbangun karena adanya perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama yakni perasaan Islam, pemikiran Islam dan peraturan Islam yang lahir dari ideologi Islam.ii
Nasionalisme hanyalah perasaan sesaat yang muncul ketika ada momen-momen tertentu saja. Misalnya ketika adanya Hari Ulang Tahun Republik Indonesia dimana setiap orang ramai dengan opini nasionalisme. Nasionalisme pun lahir ketika suatu bangsa terjajah maka nasionalisme itu lahir. Dulu ketika Indonesia masih terjajah maka nasionalisme waktu itu begitu tinggi, tetapi sekarang perasaan itu sudah hilang. Silakan tanya pada setiap orang seberapa besar nasionalisme mereka?

Nasionalisme Tidak Dapat Menmpersatukan Umat Islam
Maka dari itu nasionalisme tidak dapat dijadikan alat untuk mempersatukan umat Islam meskipun mereka satu bangsa dan negara. Malahan karena adanya nasionalisme inilah umat ini tidak dapat bersatu. Daulah Khilafah Islamiyah di Turki runtuh (Tepatnya 3 maret 1924) karena masing-masing dari umat Islam menonjolkan nasionalisme mereka. Arab memisahkan diri menjadi negara Arab Saudi. Iran, Irak, Bahrain, India dll. menyatakan diri keluar dari Daulah Khilafah Islamiyah. Mereka beranggpan bahwa Khilafah Turki Ustmani telah merampas kedaulatan mereka sebagai bangsa Arab yang berbeda dengan bangsa Turki.iii Kafir penjajah seperti Inggris, Perancis dan Italy menghembuskan nasionalisme pada umat Islam waktu itu melalui agen-agennya seakan-akan perasaan itu adalah lebih penting dibandingkan persatuan umat Islam dibawah naungan Daulah Khilafah.

Lenyapkan Bendera Negaramu!
Setiap negara bekas Daulah Khilafah membanggakan bendera mereka masing-masing. Bendera merupakan produk (madani) dari sebuah peradaban (hadloroh). Nasionalisme merupakan hadloroh yang diharamkan oleh Rosululloh maka secara otomatis bendera masing-masing negara pun haram untuk dibanggakan oleh kaum Muslimin. Seharusnya hanya ada satu bendera yang memayungi mereka yakni Ar-Roya dan Al-Liwa. Kedua bendera ini yang selalu digunakan Rosululloh dalam berbagai kegiatan kenegaraan.
Ketika masih sekolah saya adalah anggota Pramuka dan Paskibra yang sangat mengerti bagaimana nasionalisme ada dalam diri. Sering saya menangis ketika lagu Indonesia Raya dinyanyikan bersamaan dengan dikibarkannya bendera Merah Putih. Saya fikir perasaan terharu itu lahir karena nasionalisme yang ada pada diri saya. Tapi saya terkesan tidak peduli ketika umat Islam di Palestina, Chechnya dll. dijajah oleh kaum kafir. Sekarang saya menyadari bahwa ternyata nasionalisme itu hanyalah perasaan yang datang bukan karena ikatan aqidah.
Dulu saya masih merasa bangga ketika menempelkan pin bendera Palestina di jaket atau di tas. Sekarang saya memahami bahwa ternyata bukan itu yang menjadi persoalannya. Kita harus menghapus bendera Pelestina yang menempel di dinding kamar kita dan menggantinya dengan Ar-roya dan Al-liwa.

Nasionalisme Hanya akan Melanggengkan Penjajahan
Jika kita menginginkan Palestina merdeka dengan bendera Palestina itu sama saja kita mendukung penjajahan Israel di tanah Palestina. Memang itulah yang diinginkan oleh kaum kafir. Mereka tidak ingin umat Islam besatu dalam satu bendera yakni Daulah Khilafah Islamiyah. Saat ini umat Islam terjebak dalam nasionalisme yang seakan-akan hal yang agung. Padahal sebenarnya kita sudah masuk ke dalam lubang biawak! Umat Islam terlalu sibuk dengan urusan bangsanya sendiri dan lupa akan persoalan umat Islam di negeri lain.

Hati-hati Partai Pengusung Nasionalisme
Orang-orang kafir sengaja membentuk partai-partai yang menjadikan nasionalisme sebagai jargon politik mereka. Opini itu untuk membawa umat umat Islam supaya lupa akan persatuan umat melalui persatuan iideologi Islam. Kalau ada partai Islam yang menjadikan nasionalisme sebagai jargon politik mereka sama saja dengan partai nasionalis sekuler! Waspadai setiap orang munafik yang masuk ke dalam tubuh umat Islam karena mereka akan mengahancurkan umat dari dalam. Mereka seperti ‘musuh dalam selimut’ atau ‘menggunting dalam lipatan’ sebagaimana Mustafa Kemal menghancurkan Daulah Islam langsung ke jantung umat Islam!

Selasa, 19 Agustus 2008

Bahaya Dibalik Isu “Save Our Palestine”


Pendahuluan: Apa Kabar Palestina?
Palestina, sebuah negara dalam negara. Mungkin ungkapan itulah yang tepat disematkan kepada Palestina yang telah mengalami penjajahan Isreal sejak negara itu didirikan tahun 14 Mei 1948. Berbagai bentuk penindasan dilakukan kepada rakyat Palestina yang telah mendiami wilayah itu sejak ratusan tahun yang lalu. Sejarah panjang Palestina selalu diwarnai dengan berbagai konflik yang telah banyak menelan korban. Sejak Bani Israel sampai di wilayah itu bersama Nabi Musa, mereka adalah tipe kaum yang suka membangkang kepada Nabinya.
Masyarakat Muslim, Kristen dan Yahudi sudah hidup berdampingan dengan damai sejak Umar bin Khottob memasuki wilayah itu tahun 636 M.i Bahkan ketika Perang Salib berkecamuk, penduduk negeri itu bahu-membahu untuk membela wilayah mereka dari serangan kaum Tentara Salib walaupun seorang diantara mereka ada orang Kristen. Toleransi yang tinggi yang telah dibangun Khilafah Islamiyyah di sana menjadikan negeri itu masyarakat yang unik. Bentuk masyarakat Islami yang ada disana membuat setiap orang merasa aman dan tentram hidup berdampingan dengan sesama penduduk walaupun berbeda agama.
Politik pragmatisme kaum Zionis menjadikan semua itu hancur. Perdamaian yang telah terjadi sejak usai Perang Salib berubah menjadi konflik yang penuh kekejian. Negara Israel yang diprakarsai oleh Theodore Herzl menjadikan rakyat Palestina sebagai ‘rakyat tanpa tanah’. Cita-cita mereka untuk mendirikan Israel Raya adalah sudah ada sejak Konferensi Zioneisme di Basel, Swiss.ii Rencana itu tertuang dalm sebuah dokumen yang sangat terkenal yakni Protokol of Zion no 9. Disana disebutkan bahwa kaum Zionis harus mendirikan sebuah negara Yahudi untuk dapat menguasai dunia terutama wilayah Timur Tangah.iii
Israel, bukanlah negara agama Yahudi seperti yang diklaim di Protokol of Zion atau seperti yang sering diberitakan oleh Media selama ini. Israel adalah negara sekuler yang secara sengaja dibentuk dengan klaim negara Yahudi supaya orang Yahudi di dunia bersimpati kepada mereka dan mendukung ‘perjuangan’ mereka.iv Simpati itu pun datang dari Amerika sebagai teman setia Israel. Segala tindak-tanduk Israel selalu didukung Amerika dengan alasan Israel punya hak untuk menjaga negaranya dari segala bentuk penyerangan.v
Israel menjajah Palestina tidak hanya dalam bentuk penyerangan fisik dengan membunuh setiap orang Palestina tanpa memandang apakah dia seorang pria, wanita, tua, muda, bahkan anak-anak. Mereka sering mengadu domba diantara sesama faksi yang ada di sana. Politik adu domba itu ternyata membuahkan ‘hasil yang gemilang’. Faksi Fatah dan Hamas bermusuhan secara nyata. Mereka saling serang dan saling mengklaim wilayah dudukan mereka. Hamas menguasai Jalur Gaza dan Fatah menguasai Tepi Barat akibat diantara mereka tidak mau bersatu dan saling mengedepankan egoisme golongan.vi Sungguh taktik yang keji!

OIC (baca: O...I See), Hanya Bisa Melihat
Berkecamuknya perang di Tanah para Rosul itu mengundang simpati dari berbagai penjuru dunia. Organisasi Konferensi Islam (OKI) pun dibentuk dalam rangka menidaklanjuti kekejian Israel atas pembakaran Mesjidil Aqsho.vii Berbagai negara kaum Muslimin (yang berpenduduk Muslim) mengeluarkan kecaman kepada Israel sebagai wujud simpati mereka. Bahkan mereka tidak mau membuka hubungan diplomatik dengan Israel sebagai penegasan rasa simpati mereka.viii
Namun, rasa simpati itu tidak memberikan efek yang berarti bagi kondisi Palestina. OKI hanya berfungsi sebagai tempat berkumpulnya pemimpin negara untuk membicarakan isu-isu ekonomi dan keamanan. Konferensi demi konferensi telah digelar, tetapi isu memerdekakan Palestina tidak lagi menjadi isu utama. Isu di konferensi itu digiring untuk melupakan cita-cita mereka menjadi organisasi yang dikendalikan para Kapitalis demi kepentingan mereka. Sepertinya tidak ada keinginan diantara mereka untuk mengerahkan pasukannya dalam rangka membantu rakyat Palestina mengusir penjajah Israel.
Ketika rakyat Palestina dibombardir habis-habisan, OKI hanya bisa melihat apa yang sedang terjadi tanpa bisa berbuat apa. Sikap ini sepertinya sikap yang disengaja karena adanya tekanan Amerika terhadap penguasa kaum Muslimin. Sering kepanjangan OIC dipelesetkan menjadi O....I see (o, saya -hanya bisa- melihat).

Munculnya Isu ‘Save Our Palestine’, Hanya Simpati Tanpa Diteliti
Rasa simpati kaum Muslimin tidak hanya dengan dibentuknya OKI tetapi banyak diantara mereka mendirikan lembaga kajian dan solidaritas untuk Palestina. Berbagai kampanye anti-Israel diserukan bahkan mereka rela mengeluarkan harta untuk mendukung perjuangan rakyat di Palestina. Sering terjadi aksi demontrasi untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina dengan membentangkan bendera Palestina sebagai bukti dukungan mereka.
Sering kita jumpai kata-kata ‘Save Our Palestine’ atau semacamnya memenuhi media cetak, poster, spanduk bahkan jaket dengan latar belakang bendera Palestina. Isu ini menjamur di kalangan aktifis pergerakan yang berusaha mencari penyelesaian problem Palestina. Semangat yang tinggi mendorong mereka melakukan apa saja supaya cita-citanya dapat terwujud.

Ternyata, semangat yang tinggi tidak cukup untuk menjadikan Palestina sebuah negara merdeka. Rasa simpati yang ada pada diri memang harus diberi apresiasi. Tetapi rasa simpati saja tidak cukup untuk mengglang kekuatan kaum Muslimin. Harus ada upaya maksimal yang lebih syar’i untuk menyelesaikan urusan kaum Muslimin yang tidak kunnjung selesasi ini.

Masalah Kaum Muslimin Bukan Hanya Palestina
Seiring berjalannya waktu, isu ‘save our Palestine’ ini menjadi isu global kaum Muslimin. Namun, secara alami isu ini membuat kaum Muslimin lupa akan penderitaan kaum Muslimin di negara lain. Penulis jarang melihat dan membaca isu penderitaan kaum Muslimin di Irak lebih kuat daripada isu Palestina. Segelintir kaum Muslimin lupa bahwa banyak saudara kita yang sama-sama menderita karena kekejian orang kafir.
Kaum Muslim di Xinjiang sudah lama mendapat tekanan dari Pemerintah Cina. Pemerintah India selalu menjadikan Kashmir sebagai lahan jajahan mereka. Somalia baru saja dibombardir oleh Amerika dengan alasan menstabilkan keamanan Afrika. Pattani berdarah karena Pemerintah Thailand menganggap mereka kaum sparatis. Mindanau baru saja digempur oleh Tentara Filipina. Kaum Muslimin di Sudan Selatan diadu domba oleh Amerika untuk merebut ladang minyak yang ada disana.ix Masih banyak saudara kita di Chechnya yang belum hidup dengan normal karena tekanan tentara Serbia. Dan masih banyak lagi negeri kaum Muslimin yang tidak bisa ibadah dengan tenang karena kejinya penjajahan kaum kafir.
Selain serangan dalam bentuk fisik, kaum Muslimin pun dijajah secara ekonomi, politik dan budaya. Jika kita mencari, tidak ada negeri kaum Muslimin yang benar-benar merdeka, termasuk Iran. Segala kebijakan ekonomi negeri Muslim selalu atas tekanan para Kapitalis asing. Kekayaan alam yang berlimpah tidak menjadikan negeri ini sejahtera karena telah dicuri para kapitalis.
Kondisi politik negeri kaum Muslim tidak terlepas dari rencana makar kafir penjajah. Apabila kebijakan politik tidak selaras dengan kebijakan Kapitalis maka sudah dapat dipastikan Pemerintah negeri itu tidak bisa tidur nyenyak. Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan organisasi semacamnya menjadi setir bagi kondisi politik kaum Muslimin. Masuknya negeri kaum Muslimin ke dalam organisasi tersebut sama saja masuk ke dalam lubang buaya!

Jangan Terkecoh! Palestina Merdeka bukan Solusi
Ingat, kita jangan melupakan kondisi di atas hanya karena terkonsentrasi pada isu untuk membela kaum Muslimin di Palestina. Palestina hanyalah sebagian masalah kaum Muslimin yang begitu banyak. Ketika kita terkonsentrasi pada isu itu maka kita digiring untuk melupakan masalah yang utama. Seakan-akan kemerdekaan Palestina adalah segala-galanya mengalahkan pentingnya kaum Muslimin bersatu dalam satu naungan yakni Daulah Khilafah Islamiyah.
Sebagian kaum Muslimin berpendapat bahwa Palestina harus merdeka dalam satu negara dibawah satu bendera, Palestina. Jika isu itu yang dimunculkan maka sama saja kita melanggengkan penjajahan Israel di Palestina. Nasionalisme yang ada dalam benak kaum Muslimin adalah boomerang yang telah menjadikan mereka tidak bersatu. Isu nasionalisme inilah yang telah menghancurkan Khilafah Islamiyah menjadi berkeping-keping.x
Kita jangan sampai terkecoh oleh isu-isu kafir Penjajah dalam penyelesaian masalah Palestina. Amerika dan PBB sering menyarankan perdamaian antara Palestina dan Israel padahal sebenarnya untuk melanggengkan penjajahan mereka. ‘Perjanjian damai’ itu menjadikan intifadhoh terhenti dan Israel berkesempatan menyusun kekuatan mereka. Bahkan, dengan perjanjian damai itu semakin memperjelas siapa yang mendukung kafir Penjajah. Faktanya, Mahmud Abbas dan Salam Fayad (Fatah) lebih diakui Amerika dkk. dibandingkan Ismail Haniya dan Kholid Messal (Hamas).

Khilafah, Solusi Fundamental
Upaya untuk merobohkan Daulah Khilafah dan mendirikan kekuatan Zionis di Palestina adalah dua kejadian yang saling berkait. Persoalan Palestina tidak lebih merupakan usaha mereka untuk memalingkan benak kaum Muslimin dari eksistensi Daulah Khilfah dan pentingnya keberadaan Khilafah. Ini berbahaya! Isu ini senantiasa memalingkan benak kaum Muslimin dari aktivitas mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia serta menjadikan Daulah Islam sebagai pusat peradaban dunia.xi
Kaum Muslimin disibukan dengan persoalan Palestina seakan-akan itu adalah persoalan utama. Padahal itu hanyalah persoalan cabang yang dikemas oleh orang kafir dan munafiq sebagai persoalan utama. Dengan begitu, kita lupa pada persoalan utama kaum Muslimin dan menghabiskan energi kita untuk menyelesaikan masalah cabang tersebut. Jika kita menyadari persoalan utama kita adalah bagaimana mewujudkan Islam dalam kehidupan bernegara, dan menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia maka disatu sisi umat akan dapat menyelesaikan masalah utamanya. Disisi lain, umat akan mampu menggagas persoalan Plaestina dengan sudut pandang Islam, sehingga kita mampu menyelesaikan seluruh persolan dengan solusi Islami.
Seharusnya kampanye-kampanye yang dilakukan oleh partai, harokah atau lembaga solidaritas adalah kampanye untuk menegakkan kembali Khilafah. Apabila media seperti radio, TV, koran dan majalah Islami disibukan dengan persoalan Khilafah maka kita tidak perlu menunggu lama dan berlarut-larut untuk menyelesaikan masalah Palestina karena Daulah Khilafah pun akan segera tegak.
Orang kafir saja tahu kalau Khilafah-lah yang bisa menyelesaikan masalah Palestina. Makanya mereka berusaha mengalihkan isu Khilafah kepada ‘pentingnya sebuah perdamaian di Palestina’ yang cenderung memalingkan kaum Muslim dari penyelesaian masalah utama yang seharusnya. Perhatikanlah orang di sekitar kita, di dalam organisasi, harokah, ormas, atau partai yang kita jadikan sarana dakwah, bisa jadi ada orang-orang munafiq yang sengaja membuat kita lupa akan persoalan utama kaum Muslimin!
Untuk itu marilah kita mengkonsentrasikan diri mengkampanyekan Khilafah karena Khilafah-lah yang dapat menyelesaikan masalah Palestina. Daulah Khilafah yang akan mengkoordinir umat Islam untuk jihad melawan Israel, menghimpun kekuatan fisik, persenjataan, logistik dan memimpin peperangan dengan Israel dan pendukungnya Amerika dkk.

Kamis, 14 Agustus 2008

Menyambut Mahasiswa Baru


Memasuki tahun akademik baru kali ini Mahasiswa Baru disambut dengan naiknya biaya kuliah. Naiknya biaya kuliah ini tidak hanya terjadi di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) tetapi juga terjadi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Meskipun banyak calon mahasiswa yang berhasrat masuk PTN namun mereka dikecewakan oleh tingginya uang masuk kuliah.
Kondisi ini semakin membuat pusing para orang tua yang akan memasukan anaknya ke perguruan tinggi. Niat mereka untuk memberikan pendidikan anaknya semakin surut karena kecilnya penghasilan. Upah orang tua yang diterima tidak sebanding dengan pengeluaran mereka untuk menyekolahkan anak-anaknya.
Dengan biaya pendidikan yang tinggi ada sebagian masyarakat yang enggan mengkuliahkan anaknya. Mereka beranggapan bahwa pendidikan tinggi itu hanya untuk orang-orang kaya saja. Bagi masyarakat yang kurang mampu sepertinya ‘haram’ untuk kuliah.
Apabila mencermati kondisi ini maka wajar kalau kualitas manusia Indonesia masih rendah. Rendahnya kualitas pendidikan menjadi pemicu utama kondisi ini. Kesempatan masyarakat untuk mengenyam pendidikan semakin sempit. Sehingga banyak masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk menghadapi tantangan kehidupan.
Dengan melihat kondisi ini, ternyata anggaran pendidikan yang selalu digemborkan Pemerintah hanyalah sebuah janji. Jauh panggang dari api. Saat ini pendidikan hanyalah menjadi komoditas perdagangan. Para penyelenggara pendidikan senantiasa berlomba untuk meraih keuntungan, walaupun pelayanan yang diberikan tidak optimal. Padahal pendidikan adalah salah satu hak rakyat yang harus diberikan secara murah (bahkan gratis) dalam rangka mencerdaskan kahidupan bangsa.

Parpol Ideologis sebagai Pengayom Umat


Keberadaan partai politik di tengah-tengah umat merupakan suatu keniscayaan. Setiap elemen umat senantiasa berinisiatif untuk melakukan dakwah dengan berbagai sarana, salah satunya dengan mendirikan partai yang berazaskan Islam. Keberadaan partai ini sebagai jawaban terhadap kondisi umat yang terus-menerus mengalami krisis. Secara alami, partai politik ini bermunculan sehingga begitu banyak partai yang mengatasnamakan Islam sebagai cita-cita perjuangannya.
Partai politik (parpol) seyogyanya harus menjadi pengayom umat. Saat ini umat mandambakan golongan yang akan membawa mereka kearah perubahan. Umat merasa bingung ketika dihadapkan pada problematika yang membawa mereka pada kondisi yang semakin sulit akibat krisis multidimensi yang berkepanjangan. Kondisi kebingungan ini harus dimanfaatkan oleh parpol dalam rangka memberikan pemahaman kepada umat tentang solusi untuk menyelesaikan krisis yang sedang dihadapi.
Konsep perubahan yang disampaikan oleh parpol kepada umat adalah perubahan seluruh elemen umat. Untuk berubah, umat tidak harus masuk ke dalam parpol tersebut tetapi cukup mendukung perjuangan parpol tersebut. Perubahan yang terjadi adalah perubahan bersama parpol dan orang di luar parpol. Pemikian ini berlandaskan pada pengertian bahwa masyarakat Islam adalah satu-kesatuan. Umat Islam bersatu secara integral sehingga perubahan satu elemen umat harus bersama-sama dengan elemen umat yang lain.
Perubahan umat tersebut adalah perubahan yang dilandasi oleh ideologi. Perubahan ideologi merupakan perubahan yang mendasar dengan menyentuh akar masalah krisis yang terjadi. Dalam sejarahnya, tidak ada perubahan masyarakat dalam suatu Negara tanpa didasari ideologi. Revolusi Bolshevick di Rusia, Revolusi Prancis bahkan kemerdekaan negeri ini pun dilandasi oleh ideologi.
Maka dari itu, parpol sebagai pengayom umat harus memiliki ideologi yang tegas dan jelas yakni ideologi Islam. Ideologi yang dimiliki oleh parpol senantiasa disampaikan kepada umat sehingga secara alami umat pun akan memiliki ideologi yang sama. Dengan begitu, umat pun paham akan esensi sebuah perubahan. Apabila umat sudah memiliki ideologi Islam dan mereka faham konsekuensi ideologi yang mereka miliki maka sudah dapat dipastikan umat tidak akan sulit diajak untuk melaksanakan syariat Islam.
Parpol Islam yang sekarang sudah ada jangan sampai kehilangan ideologinya. Apabila seperti itu, maka parpol akan mengalami kesulitan untuk memahamkan umat tentang konsekuensi ideologi yang mereka miliki. Meskipun umat mendukung parpol Islam tetapi umat akan sulit diajak untuk melaksanakan syariat Islam karena mereka mendukung parpol bukan karena ideologinya tetapi lebih karena parpol tersebut terlihat bersih, jujur dan digawangi oleh kaum muda. Parpol Islam seperti itu lupa untuk memahamkan umat tentang cita-cita parpol yang didambakan.
Pengaruh pemikiran asing menjadi pemicu mengendurnya ideologi yang dimiliki oleh parpol Islam. Mereka tidak dapat membedakan antara pemikiran yang berasal dari Islam dengan pemikiran Barat yang bertentangan dengan Islam. Pemikiran ini menggiring partai Islam untuk melupakan cita-cita mereka yang selama ini mereka teriakan. Mereka terjebak ke dalam lubang kesesatan sehingga membingungkan umat. Umat sudah tidak bisa membedakan antara parpol Islam dengan parpol sekuler karena pada prakteknya parpol Islam ini tidak membawa opini Islam. Mereka lebih senang meneriakan demokrasi, kebebasan dan keterbukaan daripada meneriakan syariah dan Khilafah dengan alasan untuk meraih dukungan umat.
Saya mengajak kepada seluruh parpol Islam yang ada untuk kembali kepada khittohnya yakni menegakan Islam dengan melaksanakan syariatnya. Sampaikanlah Islam apa adanya jangan ditutupi dengan alasan khawatir umat tidak dapat memahaminya. Yakinlah Alloh SWT menolong kita sebagaimana Dia menolong Rasulloh SAW ketika menyampaikan Islam di tengah masyarakat jahiliyah. Saat itu Islam terasa sangat asing tetapi bisa diterima oleh sebagian besar masyarakat Arab. Sekarang Islam bukanlah hal yang asing, orang kafir saja tahu kalau Islam itu ideologi yang memiliki aturan hidup. Ingat, pemikiran _khawatir tidak diterima oleh umat_ itu adalah gangguan syetan yang sudah menjadi boomerang! Jadi, mari jadikan parpol Islam sebagai garda terdepan dalam dakwah Islam yang ideologis!

Garut, 11 Agustus 2008